Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Negara Butuh Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan

Faustinus Nua
06/3/2024 21:07
Negara Butuh Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Seorang guru memberikan mata pelajaran kepada siswanya di SD Negeri Kenari 07/08 Pagi, Jakarta, Kamis (29/2/2024).(Antara/Bayu Pratama S)

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut seharusnya negara bertanggung jawab penuh untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan. Akan tetapi dengan kemampuan negara saat ini tetap membutuhkan partisipasi dan peran masyarakat. 

Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari dalam sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pada Rabu (6/3) di Ruang Sidang Pleno MK. "Yang diungkapkan para pemohon pada positanya memang benar seharusnya negara harus hadir dan bertanggung jawab penuh bagi warga negaranya. Namun dengan kemampuan negara saat ini, negara tetap membutuhkan peran serta masyarakat untuk juga ikut bersama-sama meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan ikut berpartisipasi meningkatkan kehidupan dalam hal pendidikan," ungkap Taufik menanggapi perkara yang diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon perorangan yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum tersebut, Rabu (6/3).

Dikatakan Taufik, standar nasional pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah NKRI yang digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Luas wilayah, persebaran penduduk, dan kemampuan keuangan negara menjadi permasalahan dalam pemerataan akses pendidikan dan upaya meningkatkan mutu pendidikan secara menyeluruh.

Baca juga : DPR Dukung Penuh Gugatan UU Sisdiknas terkait Pendidikan Dasar tanpa Biaya

"Oleh karena itu, kondisi ideal sebagaimana disampaikan oleh para pemohon hanya bisa dilakukan manakala keuangan negara telah mencapai tahap yang memungkinkan untuk menanggung seluruh kebutuhan penyelenggara pendidikan dan seluruh warga negara terpenuhinya hak konstitusional atas pendidikan bermutu dan merata di seluruh wilayah NKRI, termasuk wilayah daerah-daerah terpencil," ungkap Taufik.

Taufik menambahkan hal ini merupakan visi penyelenggara pendidikan nasional, yakni seluruh warga negara mengenyam pendidikan sekurang-kurangnya pada jenjang pendidikan dasar dengan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang diupayakan pencapaiannya secara bertahap. Tentu hal ini membutuhkan proses yang tidak mudah dan waktu yang tidak singkat.

Dengan ada perkara pengujian a quo, sambung Taufik, DPR berharap agar Mahkamah Konstitusi dapat memberikan pertimbangan hukum untuk dapat memberikan masukan atau landasan bagi DPR dan pemerintah untuk ke depan mengatur mengenai wajib belajar tanpa biaya ini dalam undang-undang di masa yang mendatang. "Agar kemudian harapan-harapan yang juga tadi disampaikan oleh para pemohon dan agar seluruh warga negara Indonesia dalam kewajibannya menjalankan wajib belajar dan kewajiban negara untuk memastikan tidak ada biaya untuk pendidikan dasar ini dapat terpenuhi, ya, di tengah-tengah keterbatasan anggaran yang kita miliki. Terhadap pengujian ketentuan pasal a quo tersebut, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai konstitusionalitasnya," ucap Taufik.

Baca juga : BAKN DPR Tidak Pernah Dapatkan Informasi Valid terkait Kinerja Askrindo dan Jamkrindo

Menanggapi keterangan DPR tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan ia terkejut setelah mengetahui ternyata alokasi anggaran untuk pendidikan tinggi yang dikelola oleh Dikti hanya 2,7% dari anggaran yang ditentukan oleh Konstitusi. "Kalau dibaca dari konstitusi memang ditentukan. Artinya, ditentukan prioritas sekurang-kurangnya 2,5% alokasi APBN untuk kebutuhan pendidikan. Kemudian menjadi satu pertanyaan ialah ketika ada formulasi dalam Pasal 34 ayat (2) itu dinyatakan alokasi ini sangat terbatas. Justru yang ingin kami dapatkan nanti tolong bisa dielaborasi bagaimana sesungguhnya desain alokasi anggaran penyelenggaran pendidikan agar dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Bagaimana pun juga kebutuhan pendidikan dasar sebagai landasan pendidikan," tegas Enny.

Menjawab pertanyaan tersebut, Taufik kembali menegaskan pentingnya MK memutus perkara ini karena DPR dan pemerintah membutuhkan guidance konstitusional mengenai arah alokasi anggaran pendidikan ke depan.

"Kenapa ini menjadi penting? Karena kita membutuhkan juga guidance politik hukum, ya, terkait dengan hal ini. Kenapa di dalam keterangan DPR yang tadi saya sampaikan kami membuka dengan bahwa tujuan negara itu adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, kemudian ada Pasal 28C, ada Pasal 31. Karena memang ternyata di dalam konstitusi, hal mengenai mencerdaskan kehidupan bangsa dan kemudian penjabarannya melalui pendidikan sampai bahkan satu-satunya pasal yang menyebutkan soal alokasi anggaran, ini hanya di soal pendidikan," sebut Taufik. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya