Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Pupuk Pendidikan Bermutu dan Penguatan Karakter Anak

M Iqbal Al Machmudi
15/8/2025 11:20
Pupuk Pendidikan Bermutu dan Penguatan Karakter Anak
Ilustrasi(Dok Kemendikdasmen)

PENDIDIKAN yang ideal untuk anak Indonesia saat ini merujuk pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Astacita Presiden dan Wakil Presiden RI. Karena itu, tujuannya sangat jelas, yakni membentuk karakter manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, terampil, mandiri, bertanggung jawab yang tinggi terhadap kehidupan bangsa dan negara, sikap yang demokratis, dan berbagai sifat mulia lainnya.

Karena itu, pendidikan harus berorientasi pada membangun manusia Indonesia. Berbagai hal yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan, berupa regulasi pemenuhan sarana-prasarana, peningkatan kualitas pendidik tenaga kependidikan, juga kurikulum dan sebagainya, semuanya harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional itu.

Media Indonesia berkesempatan berdiskusi dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti di kediamannya di Jakarta Pusat mengenai kondisi pendidikan saat ini hingga strategi membentuk karakter anak Indonesia pada masa depan.

Kondisi pendidikan Indonesia saat ini bisa dilihat dari berbagai sudut pandang seperti karakter, akademik, pemerataan infrastruktur, ataupun kualitas pengajarnya. Menurut Mendikdasmen, realitas yang terjadi di lapangan menjadi tantangan dan tugas utama untuk bekerja lebih baik dan memperbaiki keadaan yang selama ini belum ideal sebagaimana di dalam UUD 1945, UU Sisdiknas, maupun Astacita Presiden. 

Problem siswa saat ini juga bisa tecermin pada fenomena generasi muda yang mengalami masalah secara mental. Masalah kesehatan mental anak-anak tidak bisa dipandang sebelah mata karena itu juga harus dilihat sebagai tantangan yang harus ditangani bersama. 

“Solusi yang saya tawarkan adalah penguatan pendidikan karakter. Tentu bukan melalui cara-cara yang sifatnya militeristis, tapi saya ingin menekankan penanaman pendidikan karakter melalui penguatan pembimbingan konseling. Tidak berarti saya antimiliter itu juga penting, anak-anak perlu mendapatkan penanaman jiwa patriotisme,” kata Abdul Mu’ti di kediamannya, Jumat (8/8).

Kesenjangan Mutu dan Infrastruktur

Kesenjangan mutu dan infrastruktur pendidikan masih terlihat di banyak daerah terutama kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Tidak hanya itu, ada juga kesenjangan mutu antara sekolah negeri dan swasta yang tidak bisa dipandang sebelah mata. 

Oleh karena itu, Abdul Mu’ti menyampaikan visi pendidikan bermutu untuk semua. Dengan visi tersebut, ada dua hal penting yang ingin dicapai. Pertama ialah berusaha untuk memberikan layanan pendidikan bagi semua warga negara. Kedua ialah berusaha memastikan bahwa layanan pendidikan yang bermutu dan berkualitas.

“Ketika bicara pendidikan berkualitas, dua ukuran yang bisa dijadikan sebagai dasar membuat kebijakan. Pertama ialah pemenuhan standar nasional pendidikan maka kita bisa mengetahui ketercapaian standar nasional sebagai ukuran minimal mutu pelayanan pendidikan,” ungkapnya. 
Faktor kedua ialah relevansi pendidikan dengan keperluan-keperluan dunia usaha, kebutuhan masyarakat di masa kini dan masa depan, dan berbagai relevansi yang mencerminkan usaha untuk membekali siswa dengan berbagai kompetensi sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki. Dengan demikian, siswa bisa bertahan untuk dirinya dan untuk kemajuan bangsa dan negara.

“Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, saya berusaha untuk memperluas akses pendidikan. Strategi yang saya pakai bukan strategi schooling, tapi strategi learning. Strategi schooling itu adalah pendidikan melalui jalur pendidikan formal,” tegas Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.

Strategi Learning

Dalam kenyataannya tidak semua anak bisa masuk pendidikan formal sehingga Kemendikdasmen berusaha memperkuat pendidikan informal dan nonformal dengan memanfaatkan strategi learning. Ada banyak anak Indonesia yang tidak bisa masuk pendidikan formal karena berbagai tantangan seperti waktu, ekonomi, dan geografis. Oleh karena itu, diluncurkan pendidikan jarak jauh untuk mereka yang tinggal di daerah 3T. Uji coba sudah dilakukan untuk anak-anak Indonesia pekerja migran yang bersama orangtuanya di Kinabalu, Malaysia. 

Anak-anak tersebut bisa juga ikut belajar di kelompok belajar (kejar) paket A, paket B, atau paket C. Alternatif lain ialah memberikan kepada mereka pelayanan pendidikan dalam bentuk sekolah satu atap, yakni dalam satu sekolah dimungkinkan dibuka beberapa jenjang pendidikan. 

Abdul Mu’ti menyebut dalam beberapa waktu ke depan kementeriannya akan luncurkan program Rumah Pendidikan yang merupakan layanan pendidikan untuk anak-anak di daerah yang sulit dijangkau. Mereka tidak belajar di sekolah, tapi bisa di kantor kelurahan, tempat ibadah, dan lain sebagainya. Anak-anak berkumpul yang nantinya diajar para tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga relawan pendidikan.

Akses itu akan dibuka seluas-luasnya melalui berbagai macam model pendidikan yang disebut paradigma learning itu. Untuk mencapai itu, Mendikdasmen memiliki strategi yang disebut dengan partisipasi semesta atau mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat karena pemerintah ini tidak bisa menjangkau semuanya dan tidak bisa mengerjakan semuanya. 

Regulasi Penguatan Pendidikan

Regulasi pendidikan saat ini merujuk pada UU Sisdiknas, jika dilihat Pasal 6, 7, 8, dan 9 UU tersebut disebutkan ada tiga hal yang menjadi bagian dari keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. Pertama, masyarakat berhak untuk berpartisipasi dalam pendidikan dalam bentuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan. Kedua, masyarakat berkewajiban membiayai pendidikan, terutama untuk anak-anak yang berusia 7-15 tahun. Kemudian yang ketiga, masyarakat berhak untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan.

Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pemenuhan pendidikan sangat diperlukan. Karena itu, lembaga pendidikan swasta itu mitra pemerintah bukan kompetitor pemerintah karena tanpa mereka, pemerintah tidak bisa memberikan layanan bagi semuanya.

“Bahkan ada kasus-kasus tertentu dari pengamatan saya di daerah tertentu tidak ada sekolah negeri, yang ada hanya sekolah swasta. Terutama di daerah 3T yang sekali lagi menegaskan bahwa masyarakat justru memiliki tanggung jawab dan ruang partisipasi yang dijamin undang-undang,” ungkapnya.

Penguatan pendidikan juga dilakukan Kemendikdasmen dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 13 Tahun 2025 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. 
Permendkdasmen tersebut diterbitkan agar ada pembelajaran lebih mendalam atau yang disebut dengan deep learning. Proses pembelajaran tersebut sebetulnya sudah diterapkan di negara maju seperti Australia, Finlandia, dan Swedia sejak 1970-an.

Tiga Fondasi Pembelajaran

Menurut pengamatan Abdul Mu’ti, orientasi dan pendekatan pembelajaran pendidikan di Tanah Air sampai saat ini belum beranjak jauh dari dua pendekatan. Pertama service learning, yaitu siswa hanya datang ke sekolah tanpa ada motivasi. Pendekatan selanjutnya achievement learning, yaitu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada skor, membuat sekolah terjejali oleh berbagai ulangan (exa­mination written).

“Alhasil siswa bisa menjawab soal, tapi tidak paham kenapa harus begitu. Maknanya apa yang saya pelajari ini dalam konteks kehidupan dia pribadi dan dalam konteks bagaimana dia punya kompetensi yang memungkinkan dia itu sustain,” jelas lulusan School of Education, Flinders University, Adelaide, Australia, itu.

Solusi yang dicoba Kemendikdasmen saat ini ialah melakukan deep learning dengan tiga fondasi, yaitu mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. Para siswa menikmati proses pembelajaran sehingga tidak ada murid-murid yang terabaikan karena semuanya diberi ruang untuk bisa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. 

Para siswa juga dibim­bing untuk menemukan ilmu sesuai dengan dipelajari, yang difasilitasi gurunya, atau construction of knowledge. Dengan cara itu, siswa dapat menemukan makna dan menemukan manfaat dari materi yang dipelajari yang dihubungkan dengan realitas. “Karena itu, saya berpendapat bahwa kalau pembelajarannya itu pendekatannya benar, hasilnya akan baik. Kalau nanti hasilnya ini baik, lulusannya juga akan baik, ini yang coba kita lakukan sehingga pembelajaran itu tidak kejar-mengejar target,” tuturnya. 

Pelatihan 1.000 Sekolah

Konsep deep learning masih berdasarkan pada kurikulum yang diterapkan saat ini, yakni Kurikulum 2013 (K13) dan Kurikulum Merdeka.
Untuk memaksimalkan deep learning berlangsung, ia juga meminta para guru ikut mendapatkan pelatihan agar deep learning bisa diterapkan secara optimal.

“Karena itu, sekarang kita sudah melakukan pelatihan pembelajaran mendalam untuk para guru, tetapi memang ini belum kita wajibkan untuk semua sekolah dan secara bertahap juga,” kata dia.

Kemendikdasmen sudah melakukan pelatihan untuk kepala sekolah dan guru bidang studi tertentu dengan target sebagai pionir di 1.000 sekolah yang dulunya merupakan sekolah penggerak di SD, SMP, dan SMA. 

Abdul Mu’ti mengatakan saat ini pelatihan guru sudah berlangsung dan para guru mendapatkan biaya baik dari program pemerintah maupun secara mandiri. Pada saat pelatihan tersebut beban mengajar guru tidak harus mengajar 24 jam dalam satu minggu, guru bisa mengajar sekurang-kurangnya 16 jam. Pemenuhan sampai 24 jam dihitung ketika ikut pelatih­an dan saat menjadi guru pendamping, yang semuanya dihitung pemenuhan 24 jam. Jadi, ada satu hari guru itu tidak mengajar dan dialihkan khusus untuk belajar. 

“Dana pelatihan juga bisa dari dana BOS dan dana sertifikasi sebagian bisa di­walokasikan untuk guru mengikuti pelatihan sehingga dengan cara itu, kompetensi guru terus kita tingkatkan,” ucapnya.

Peningkatan kualitas guru juga diperhatikan Mendikdasmen melalui tiga program strategis bagi guru, yaitu insentif bagi guru nonaparatur sipil negara (non-ASN), bantuan subsidi upah (BSU) bagi guru pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal, serta bantuan afirmasi kualifikasi S-1/D-4 guru. 

“Karena kesejahteraan guru menjadi bagian penting dari usaha kita agar guru-guru bisa mengajar dengan lebih baik dan lebih termotivasi,” pungkasnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya