Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
JAKSA merupakan salah satu pilar penegak hukum di Indonesia. Mereka memiliki tugas dalam menginvestigasi dan menuntut sebuah perkara.
Sayangnya dalam menjalankan tugas mereka, masih ada jaksa yang tergoda dengan ucapan manis dari mereka yang menjalani proses hukum. Alih-alih menegakan hukum, justru mereka yang terjerat hukum.
Hal ini tentu menciptakan tantangan besar bagi integritas dan kredibilitas institusi kejaksaan.
Baca juga : Persatuan Jaksa Indonesia Gelar Seminar Potensi Anak dan Tes Sidik Jari Siswa
Rudi Indra Prasetya (Dok.MI)
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudi Indraprasetya, didakwa menerima Rp250 juta dari Sutjipto Utomo, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan penyelewengan dana desa di Desa Dasok. Dana desa sebesar Rp645.155.378 dan alokasi dana sebesar Rp499.332.000 untuk 2016 ditemukan mengandung penyimpangan.
Kasus ini berawal dari dugaan penyelewengan Kepala Desa Dasok, Agus Mulyadi, dan mulai diselidiki. Rudi kemudian memberitahu Achmad bahwa penyelidikan sedang berlangsung.
Baca juga : Tokoh-Tokoh Berpengaruh dalam Sejarah Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Rudi dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta, dengan subsider 2 bulan kurungan. Mantan Bupati Pamekasan, Achmad Syafii, divonis 2 tahun 8 bulan penjara, denda Rp50 juta, dan dicabut hak politiknya.
Fahri Nurmallo (Dok.MI)
Fahri Nurmallo, ketua tim jaksa yang menangani kasus korupsi dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ia menerima suap sebesar Rp528 juta dari Bupati Subang, Ojang, agar namanya tidak tercantum dalam kasus yang melibatkan Jajang di Kejati Jawa Barat. Fahri dan Ojang ditangkap oleh KPK pada 11 April 2016. Kemudian, pada 2 November 2016, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta, dengan subsider empat bulan kurungan, kepada Fahri.
Baca juga : Kendala dan Tantangan Kejaksaan dalam Penegakan Hukum di Indonesia
Deviyanti Rochaeni (Dok.MI)
Deviyanti Rochaeni, jaksa penuntut umum di Kejati Jawa Barat, bersama jaksa Fahri, diduga menerima suap dalam kasus korupsi dana BPJS Kabupaten Subang. Uang suap tersebut diserahkan di ruang kerja Devi. Ketika Devi ditangkap KPK pada 11 April 2016, petugas menemukan uang sebesar Rp528 juta yang diduga merupakan suap dari Lenih. Pada 2 November 2016, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta kepada Devi, dengan subsider empat bulan kurungan.
Baca juga : Yuk Kenali Organisasi Kejaksaan
Cirus Sinaga (MI/Susanto)
Jaksa Cirus Sinaga, yang pernah menjadi jaksa dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, terlibat dalam kasus pemalsuan surat penahanan untuk terdakwa kasus korupsi Gayus Tambunan pada tahun 2011. Cirus terbukti memanipulasi surat untuk memperingan hukuman Gayus, yang dikenal sebagai salah satu kasus korupsi paling sensasional di Indonesia. Ia divonis lima tahun penjara.
Urip Tri Gunawan (Dok.MI)
Salah satu kasus yang paling terkenal adalah yang melibatkan Jaksa Urip Tri Gunawan tahun 2008. Urip, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Penyidik kasus BLBI, tertangkap tangan KPK menerima suap sebesar US$660.000 dari Artalyta Suryani. Kasus ini mengejutkan publik dan menunjukkan adanya praktek korupsi di dalam tubuh kejaksaan. Urip akhirnya divonis 20 tahun penjara.
Pinangki Sirna Malasari (Dok.MI)
Jaksa Pinangki mencuri perhatian publik karena keterlibatannya dalam kasus Djoko Tjandra. Ia dinyatakan bersalah atas tiga tindak pidana korupsi dalam pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Pinangki terbukti menerima suap US$500 ribu dari Djoko S Tjandra, terlibat dalam pencucian uang sebesar US$375.229 (Rp5,25 miliar), dan melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa hukumnya, Anita Kolopaking. (Z-3)
Berkat kolaborasi tersebut, Bapenda Kabupaten Bekasi sepanjang 2024 berhasil menagih pajak mencapai Rp83 miliar
Presiden Prabowo Subianto meneken Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan, karena itu bukan tugas dan fungsinya.
Keterlibatan TNI dalam pengamanan kejaksaan hanya dapat dilakukan dalam situasi tertentu. Bukan sebagai pengamanan yang bersifat rutin atau melekat setiap hari.
Penempatan jumlah prajurit TNI bakal menyesuaikan kebutuhan masing-masing satuan kejati dan kejari.
Ketua Komisi I DPR Utut Adianto merespons soal kebijakan pengamanan oleh prajurit TNI untuk Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari).
Investigasi akan mencakup beberapa tuduhan penting, termasuk rencana darurat militer yang gagal dilaksanakan oleh Yoon.
Prajurit TNI AD akan ditugaskan untuk melindungi jaksa dalam bekerja seperti saat bersidang di pengadilan ataupun ketika sedang menjalani proses penyelidikan.
DIREKTUR Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara Terhadap Jaksa oleh TNI dan Polri dicabut
Selain melegitimasi pelindungan jaksa oleh personel TNI, perpres baru itu juga mengatur pelindungan dari Polri untuk anggota keluarga jaksa
Kegagalan untuk memisahkan penegakan hukum (urusan dalam negeri) dan urusan pertahanan adalah langkah nyata membangkitkan dwifungsi TNI itu sendiri
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved