Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
Pengamat kepemiluan dan demokrasi Titi Anggraini mendesak agar pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mempercepat pergantian komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal itu dikarenakan begitu banyak pelanggaran etika dan masalah profesionalitas yang terjadi di era komisioner KPU saat ini.
“Untuk KPU yang sekarang karena banyaknya masalah profesionalitas dan integritas, maka pemerintah dan DPR perlu mempertimbangkan secara serius untuk mempercepat akhir masa jabatan mereka tanpa harus menunggu genap lima tahun sampai 2027,” kata Titi kepada Media Indonesia, Kamis (11/7).
Percepatan pergantian komisioner KPU, kata Titi, pernah terjadi pada penyelenggara pemilu di tahun 2009. Masa jabatan para penyelenggara pemilu di tahun itu dipersingkat lantaran banyak masalah dalam pelaksanaannya, seperti pemutakhiran data serta anggota KPU yang masuk partai politik.
Baca juga : Pemerintah Pastikan Pilkada Sesuai Jadwal
“Hal itu pernah terjadi pada penyelenggara pemilu tahun 2009 yang dengan UU 15/2011, masa jabatannya dipersingkat. Karena banyak masalah. Ketika itu bahkan DPR sampai membentuk panitia angket DPT untuk menyelidiki kerja-kerja KPU,” imbuh Titi.
Percepatan akhir masa jabatan itu juga dinilai bisa menimbulkan efek jera dan menjadi evaluasi atas karut marut pemilu yang terjadi kemarin. Masalah asusila yang menyeret Hasyim Asy’ari, hanya satu dari sekian banyak pelanggaran etika dan buruknya profesionalisme KPU dalam menjalankan tugasnya.
“Mulai dari masalah asusila, penggunaan anggaran pemilu secara boros, sampai ke pelanggaran UU Pemilu secara sengaja terkait keterwakilan perempuan. Berbagai kontroversi dan permasalahan tersebut tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa ada konsekuensi apa pun,” tegas Titi.
Titi menyampaikan percepatan akhir masa jabatan KPU itu bisa dilakukan dengan perpu atau perubahan UU Pemilu. “Misalnya segera setelah tahapan pilkada 2024 berakhir,” pungkasnya. (Z-8)
Keputusan MK terkait PHPU kepala daerah pasca-PSU semestinya bisa memberikan kepastian hukum dan terwujudnya ketertiban di daerah.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengusulkan agar ke depannya anggaran penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
DIREKTUR DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Bawaslu tidak serius dalam menangani proses penanganan politik uang saat PSU Pilkada Barito Utara
Kejadian di Barito Utara menunjukkan adanya permasalahan mendasar terkait pencegahan dan penegakan hukum atas pelanggaran politik uang saat pilkada.
Putusan MK menekankan ketidakmampuan Bawaslu Kalimantan Tengah untuk menggunakan kewenangannya secara optimal dan kontekstual.
Refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.
"Dari segi teoretis dan data empiris, pemilu yang baru dilaksanakan ini justru merugikan kualitas demokrasi."
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah akan menimbulkan sejumlah konsekuensi.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden
ANGGOTA Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan Pemilu dan Pilkada serentak perlu ditinjau ulang. Ia menilai perlu dicari solusi terkait bagaimana pemilihan
Penyelenggaraan acara akan digelar pada Minggu, 2 Februari 2025, di Kalipepe Land, Boyolali dimulai pada pukul 17.00 WIB.
MOMEN pilkada yang sudah usai di berbagai daerah disebut harus jadi momentum kembali bersatunya berbagai pihak yang sempat saling berkontestasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved