Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
DEMOCRACY, Economic & Constitution Institute (Deconstitute) resmi mengajukan pandangan sebagai amicus curiae kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (28/5) dalam perkara pengujian materiil Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait undang-undang pemilu dan undang-undang pilkada.
Direktur Eksekutif Deconstitute Harimurti Adi Nugroho menyampaikan semestinya ada jeda dua tahun antara pemilu pusat dan pemilu daerah.
"Dari segi teoretis dan data empiris, pemilu yang baru dilaksanakan ini justru merugikan kualitas demokrasi. Harusnya antara pemilu serentak pusat dengan pemilu serentak daerah ada jeda setidaknya 2 tahun. Jangan lagi dilaksanakan pada tahun yang sama," ujar Harimurti.
Dalam amicus curiae itu, Deconstitute menyoroti pelaksanaan pemilu serentak dengan lima kotak suara (Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) yang diselenggarakan dengan pemilu serentak kepala daerah (Gubernur, dan Bupati/Walikota) dalam tahun yang sama sebagaimana dilaksanakan pada 2024.
Praktik ini menimbulkan fenomena voter fatigue (kelelahan pemilih) yang berdampak pada menurunnya tingkat partisipasi pemilih, proses pemilihan, dan kualitas hasil pemilu.
Pelaksanaan pemilu serentak dengan lima kotak suara dan pemilu serentak kepala daerah dalam tahun sama membuat penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) kurang memiliki waktu memadai untuk melaksanakan tahapan pemilu karena jeda waktu yang singkat.
Ia menjelaskan selain masalah jadwal pemilu serentak, model pemilu serentak dengan lima kotak suara (Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) membebani pemilih secara kognitif, karena dihadapkan pada lima surat suara sekaligus dan harus mempertimbangkan terlalu banyak kandidat dari tingkat pusat dan daerah.
Ini menurunkan mutu keputusan politik dan mendorong pemilih memakai pendekatan heuristik yang dangkal dan menimbulkan keletihan pemilih.
"Berkaca pada pemilu 2024, surat suara ada lima, kandidat yang harus dipilih ratusan, jadi itu terlalu banyak. Tidak sehat. Kami minta ada pemisahan pemilu serentak nasional yang terdiri dari tiga kotak suara (Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD) dan pemilu serentak daerah yang terdiri dari empat kotak suara (Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota)," katanya.
Deconstitute, jelas Harimurti, juga menyoroti dampak negatif lain pelaksanaan pemilu serentak lima kotak. Misalnya pada penyelenggara pemilu, khususnya KPPS yang menghadapi beban kerja luar biasa, dan terbukti dari ratusan petugas meninggal dunia dan ribuan lainnya jatuh sakit pada Pemilu 2019 dan 2024.
Dari sisi pengawasan, pengawas pemilu serentak lima kotak yaitu Bawaslu, dihadapkan pada pengawasan simultan berbagai jenis pemilihan dengan karakteristik dan potensi pelanggaran berbeda-beda.
"Akibatnya, pengawasan tidak optimal dan banyak pelanggaran tidak terdeteksi atau tertangani secara memadai," kata Harimurti.
Ia melanjutkan pemilu serentak lima kotak juga meningkatkan persoalan pelembagaan dan kaderisasi partai politik karena pada waktu singkat partai politik harus melakukan rekrutmen untuk pemilu legislatif pada tiga level sekaligus.
"Ini berdampak pada kualitas calon anggota yang direkrut partai dan ujungnya kualitas kandidat legislatif menurun," pungkas Harimurti. (Ant/H-2)
Bayu melaporkan bahwa struktur kepengurusan baru telah terdaftar secara resmi melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-0000825.AH.01.08.TAHUN 2025.
Dalam konteks Indonesia, kebijakan publik sering kali menjadi paradoks yang menyakitkan, alih-alih menyelesaikan masalah justru melahirkan konflik baru.
KETUA Umum Rampai Nusantara, Mardiansyah Semar, menegaskan bahwa hak politik Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai warga negara dilindungi oleh undang-undang.
Sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, demokrasi Indonesia dibangun di atas kesepakatan kebangsaan—yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
PPP yang melirik figur di luar partai untuk jadi ketum juga imbas tidak berjalannya kaderisasi. Figur di luar partai yang berduit juga diperlukan untuk kebutuhan partai.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah akan menimbulkan sejumlah konsekuensi.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden
ANGGOTA Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan Pemilu dan Pilkada serentak perlu ditinjau ulang. Ia menilai perlu dicari solusi terkait bagaimana pemilihan
Penyelenggaraan acara akan digelar pada Minggu, 2 Februari 2025, di Kalipepe Land, Boyolali dimulai pada pukul 17.00 WIB.
MOMEN pilkada yang sudah usai di berbagai daerah disebut harus jadi momentum kembali bersatunya berbagai pihak yang sempat saling berkontestasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved