Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Pemilu Pusat daan Daerah Digelar Serentak Rugikan Kualitas Demokrasi

Media Indonesia
29/5/2025 10:06
Pemilu Pusat daan Daerah Digelar Serentak Rugikan Kualitas Demokrasi
Ilustrasi(MI/USMAN ISKANDAR)

DEMOCRACY, Economic & Constitution Institute (Deconstitute) resmi mengajukan pandangan sebagai amicus curiae kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (28/5) dalam perkara pengujian materiil Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait undang-undang pemilu dan undang-undang pilkada.
Direktur Eksekutif Deconstitute Harimurti Adi Nugroho menyampaikan semestinya ada jeda dua tahun antara pemilu pusat dan pemilu daerah.

"Dari segi teoretis dan data empiris, pemilu yang baru dilaksanakan ini justru merugikan kualitas demokrasi. Harusnya antara pemilu serentak pusat dengan pemilu serentak daerah ada jeda setidaknya 2 tahun. Jangan lagi dilaksanakan pada tahun yang sama," ujar Harimurti.

Dalam amicus curiae itu, Deconstitute menyoroti pelaksanaan pemilu serentak dengan lima kotak suara (Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) yang diselenggarakan dengan pemilu serentak kepala daerah (Gubernur, dan Bupati/Walikota) dalam tahun yang sama sebagaimana dilaksanakan pada 2024.

Praktik ini menimbulkan fenomena voter fatigue (kelelahan pemilih) yang berdampak pada menurunnya tingkat partisipasi pemilih, proses pemilihan, dan kualitas hasil pemilu.

Pelaksanaan pemilu serentak dengan lima kotak suara dan pemilu serentak kepala daerah dalam tahun sama membuat penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) kurang memiliki waktu memadai untuk melaksanakan tahapan pemilu karena jeda waktu yang singkat.

Ia menjelaskan selain masalah jadwal pemilu serentak, model pemilu serentak dengan lima kotak suara (Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) membebani pemilih secara kognitif, karena dihadapkan pada lima surat suara sekaligus dan harus mempertimbangkan terlalu banyak kandidat dari tingkat pusat dan daerah.

Ini menurunkan mutu keputusan politik dan mendorong pemilih memakai pendekatan heuristik yang dangkal dan menimbulkan keletihan pemilih.
"Berkaca pada pemilu 2024, surat suara ada lima, kandidat yang harus dipilih ratusan, jadi itu terlalu banyak. Tidak sehat. Kami minta ada pemisahan pemilu serentak nasional yang terdiri dari tiga kotak suara (Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD) dan pemilu serentak daerah yang terdiri dari empat kotak suara (Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota)," katanya.

Deconstitute, jelas Harimurti, juga menyoroti dampak negatif lain pelaksanaan pemilu serentak lima kotak. Misalnya pada penyelenggara pemilu, khususnya KPPS yang menghadapi beban kerja luar biasa, dan terbukti dari ratusan petugas meninggal dunia dan ribuan lainnya jatuh sakit pada Pemilu 2019 dan 2024.

Dari sisi pengawasan, pengawas pemilu serentak lima kotak yaitu Bawaslu, dihadapkan pada pengawasan simultan berbagai jenis pemilihan dengan karakteristik dan potensi pelanggaran berbeda-beda.
"Akibatnya, pengawasan tidak optimal dan banyak pelanggaran tidak terdeteksi atau tertangani secara memadai," kata Harimurti.

Ia melanjutkan pemilu serentak lima kotak juga meningkatkan persoalan pelembagaan dan kaderisasi partai politik karena pada waktu singkat partai politik harus melakukan rekrutmen untuk pemilu legislatif pada tiga level sekaligus.

"Ini berdampak pada kualitas calon anggota yang direkrut partai dan ujungnya kualitas kandidat legislatif menurun," pungkas Harimurti. (Ant/H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya