Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INDONESIA dinilai mengalami degradasi dalam penegakan hukum. Hukum kerap dijadikan sebagai senjata politik untuk kepentingan tertentu membuatnya berada di titik nadir.
Pembuatan atau revisi peraturan dan perundang-undangan dilakukan oleh dan untuk kepentingan politik, bukan untuk supremasi hukum itu sendiri.
Melihat kegelisahan yang terjadi saat ini, Nurcholish Madjid Society (NCMS) menggelar diskusi publik bertajuk "Hukum sebagai Senjata Politik" di Gedung STR Ampera Raya, Rabu (19/6).
Selera kepentingan politik membuat penegakkan hukum akhirnya dilaksanakan dengan cara tebang pilih kasus dan sangat selektif, termasuk dipaksakan untuk mengancam pihak-pihak yang kritis. Situasi ini tentu membuat bangsa Indonesia sangat khawatir, terutama lahirnya kepemimpinan yang otoriter. Di mana prasyarat utamanya telah terpenuhi yaitu menggunakan hukum untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok dan golongannya.
Baca juga : Lantik Dua DPD, IPHI 1987 Ingatkan Jaga Integritas Bela Masyarakat Kurang Mampu
Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Sulistyowati Irianto mengaku prihatin dengan situasi hukum di Indonesia saat ini. Pembusukan hukum justru dilakukan oleh lembaga-lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Konstitusi hingga Mahkamah Agung.
Keduanya sama-sama mengeluarkan putusan bermuatan nepotisme, mengatasnamakan kaum muda. Sementara parlemen sedang merumuskan berbagai revisi peraturan perundangan yang berpotensi melemahkan demokrasi dan membatasi hak asasi manusia," ujar Sulistyowati di Jakarta, Rabu (19/6).
Hal senada pun diungkapkan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis Suseno yang menyebut moralitas, etika dan integritas merupakan syarat utama bagi seorang pemimpin di Indonesia.
"Tetapi etika di negeri ini hari-hari ini menjadi tantangan ketika banyak elit politik dan pemimpin negeri mempertontonkan perilaku yang minus etika," jelasnya.
Bagi Romo Magnis, gagasan tentang etika dan cara hidup bernegara yang benar harus terus digaungkan ke publik agar masyarakat, terutama para elit politik, memiliki panduan moral yang etis dalam berperilaku dan pemimpin negeri. (Z-8)
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
Dengan masih adanya praktik penyiksaan dalam proses-proses penyelidikan maupun penyidikan, maka itu tidak akan memecahkan suatu perkara
PRESIDEN Prabowo Subianto menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur pembebasan bersyarat bagi saksi pelaku yang bertindak sebagai justice collaborator.
Namun, Listyo enggan menanggapi lebih jauh soal pembubaran satgas yang dibentuk Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu. Dia meyebut Polri kini fokus pada fungsi pencegahan.
Prabowo menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Ia menyatakan keyakinannya bahwa sistem hukum Indonesia semakin kuat.
Agus menyebut pihaknya membentuk tim penegakan hukum kelebihan dimensi dan muatan (KDM). Hal ini sebagai langkah konkret menuju zero Over Dimension and Overload (ODOL).
Korban dari KKN tak lain adalah kaum marhaen atau masyarakat menengah ke bawah.
MPR RI menyerahkan Surat Jawaban Pimpinan MPR Nomor B-13721/HK.00.00/B- VI/MPR/09/2024 Perihal Pasal TAP XI/MPR/1998 kepada perwakilan keluarga Presiden RI kedua Soeharto
MASYARAKAT sipil menginginkan agar Presiden Joko Widodo berhenti melakukan cawe-cawe di kontestasi Pilkada 2024 dan agar presiden berhenti melanjutkan praktik nepotisme di pilkada.
PENYELENGGARAAN Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 lalu banyak dikritisi oleh lembaga pemantau pemilu. Dalam pelaksanaannya, Pemilu 2024 memiliki begitu banyak catatan
FILSUF sekaligus rohaniwan Franz Magnis Suseno menyampaikan bahwa sesungguhnya Indonesia berhasil dalam konteks reformasi, seperti menyatukan keragaman dan berbagai pandangan yang ada.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved