Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
BADAN Legislasi atau Baleg DPR RI bangga dapat merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pada periode saat ini.
Perubahan beleid itu didasari adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketok pada 2012.
Diketahui, Pasal pembatasan 34 kementerian dalam UU 39/2008 diusulkan diubah. Jumlah menteri akan disesuaikan kebutuhan presiden.
Baca juga : Baleg DPR Segera Paripurnakan Beleid RUU Kementerian Negara
Menanggapi itu, peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyebut jika revisi UU Kementerian tidak tepat jika tidak mengatur norma tentang jumlah maksimal batas kementerian dalam pembentukan kabinet.
“Maka sama saja seperti membiarkan seorang presiden leluasa utk menggunakan kewenangan atau kekuasaannya,” ujar Lili kepada Media Indonesia, Kamis (23/5).
“UU dibuat untuk melindungi presiden melaksanakan kekuasaan tanpa batas. Dengan demikian bisa dianggap malah UU tersebut bertentangan dengan konstitusi yang membatasi kewenangan dan kekuasaan presiden,” paparnya.
Baca juga : Revisi UU Kementerian Buat Unsur Profesional Semakin Minim
Selain itu, kata Lili, jika dalam UU Kementerian Negara tidak pembatasan dalam membentuk kementerian atau kabinet, maka buat apa ada UU.
“Percuma buat UU kementerian jika isinya tidak untuk membatasi,” tandas Lili.
Adapun Baleg DPR RI menyetujui naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disahkan dalam rapat paripurna sebagai RUU usul inisiatif DPR.
Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi alias Awiek menuturkan RUU Kementerian negara dibawa ke paripurna untuk menjadi usul inisiatif DPR. Awiek menuturkan pihaknya segera menggelar paripurna.
“Paripurna belum dilaksanakan. Nanti kita infokan,” ungkap Awiek kepada Media Indonesia, Selasa (21/5). (Ykb/Z-7)
MK menyatakan tidak menerima permohonan pengujian materiil UU Kementerian Negara yang mempersoalkan rangkap jabatan wakil menteri
pemohon meminta agar ada penambahan frasa “wakil menteri” dalam Pasal 23 UU 39/2008 yang berkaitan dengan larangan terhadap menteri dalam melakukan rangkap jabatan.
Penambahan kementerian tanpa pertimbangan matang dapat menyebabkan tumpang tindih fungsi, di mana beberapa kementerian berpotensi saling mengganggu.
Undang-Undang Kementerian Negara bisa menjadi bujuk rayu ketua umum partai untuk meminta jatah kepada Prabowo. Kepentingan rakyat bisa dikebelakangkan jika itu terjadi.
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
PEMERINTAH menyatakan telah mengantisipasi penambahan anggaran perihal penambahan jumlah kementerian/lembaga dalam pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved