Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari menanggapi pernyataan kuasa hukum dari paslon Prabowo-Gibran yang mengatakan perkara perselisihan hasil pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) ialah wilayah Bawaslu merupakan pernyataan yang keliru.
Justru, menurut Feri, MK lah yang paling berhak dan berwenang untuk memutus perkara TSM dalam perkara perselisihan hasil pemilu. Bahkan, MK juga dapat mengubah hasil pemilu apabila memang terbukti bahwa selama proses penyelenggaraan tidak berdasarkan prinsip langsung, bebas, umum, jujur dan adil (luber jurdil).
“Kalau tradisi membangun kesan MK hanya seremonial, hasilnya tidak berubah. Untuk apa diadakan MK? Jadi kalau ada pertanyaan, selama ini tidak mengubah hasil, mungkin sebelum-sebelumnya tidak berhasil membuktikan,” kata Feri dalam diskusi ‘Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?’ di Rumah Belajar ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (29/3).
Baca juga : Pembuktian Kecurangan TSM Pemilu Tergantung Progresifitas Hakim MK
Feri menegaskan bahwa MK tidak hanya mengurusi angka hasil pemilu. MK juga diharapkan dapat menjaga konstitusi dan membedah secara keseluruhan apakah proses penyelenggaraan pemilu berjalan sesuai prinsip demokrasi atau tidak.
Pakar hukum tata negara itu juga mengingatkan agar masyarakat tidak terpaku pada narasi yang menjebak dan mengunci bahwa persoalan yang digugat hanya soal hasil pemilu. Publik diminta membuka mata bahwa proses yang diawali dengan curang juga sama pentingnya.
“Bagi saya aneh, kita diminta untuk percaya hasil tanpa peduli terhadap proses. Seolah-olah hasil ini kebenaran utama. Padahal proses jauh lebih penting. MK itu bertugas menjaga konstitusi, kenapa yang dijaga angka-angka? Kenapa bukan konstitusinya? Bagi saya penting bicara proses. Anehnya, proses penyelenggara pemilu tidak memenuhi TSM. Saya ingin katakan, bagaimana kalau dalilnya, penyelenggara pemilu yang di dalamnya juga ada Bawaslu jadi bagian dari kecurangan?” ujar Feri.
“Kalau ternyata penyelenggara pemilu itu bagian dari kecurangan pemilu, maka seharusnya MK dapat mengabaikan cerita Bawaslu dan KPU. MK berdiri sendiri, peradilan final dan mengikat. MK itu, dia di atas semuanya. Kalau Bawaslu sudah memutuskan (tidak ada kecurangan dan sebagainya, MK juga bisa mengabaikan. Nah, yang gawat kalau MK juga curang. Habis sudah dunia,” pungkas Feri. (Dis/7)
ANGGOTA Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amalia menilai program Sekolah Rakyat akan berbeda dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan sekolah gratis.
KEWENANGAN pengelolaan energi dan sumber daya mineral termasuk pemberian izin tambang, yang kini berada di tangan pemerintah pusat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menolak lima gugatan yang diajukan sejumlah pemohon berkaitan dengan pengujian formil dan materiil UU TNI
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian UU Kejaksaan terkait hak imunitas bagi jaksa.
DUA orang advokat, Syamsul Jahidin dan Ernawati menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima pengajuan gugatan hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 setelah rampung menyidangkan dua gelombang gugatan hasil PSU
GURU Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mengendus aroma konspirasi antar elite untuk mengembalikan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi di Indonesia.
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari menilai penambahan jumlah komisi di DPR belum tentu efektif dalam membantu kerja-kerja para wakil rakyat.
JELANG berakhirnya masa jabatan, anggota DPR dituding bersikap ugal-ugalan bahkan tidak peduli dengan aturan yang diamanatkan UU.
Pembentukan partai politik di Indonesia yang terejawantah lewat aspirasi anak muda progresif merupakan hal sulit, meski layak diapresiasi.
Putusan MK soal pilkada tersebut merupakan judicial review (pengujian materi) yang bersifat self executing atau bisa langsung ditindaklanjuti oleh KPU.
Masalah etik yang menjerat penyelenggara pemilihan dapat diselesaikan lewat MK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved