Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
DIREKTUR Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan pasal soal penunjukan gubernur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), kontradiktif dengan penguatan demokratisasi di level daerah.
"Itu mengingkari tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah khususnya di DKJ," ujar Arman ketika dihubungi, Rabu (6/3).
Arman menjelaskan dengan pemilihan gubernur DKJ oleh presiden, sama saja mengingkari bahkan menghalangi penguatan demokratisasi lokal. Padahal, selama ini sebagaimana amanat Undang-Undang No.10/2012 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada),diatur pemilihan secara demokratis yang mana bukan ditunjuk oleh pemerintah pusat.
Baca juga : Konsistensi Pernyataan Jokowi Harus Dikawal Publik
"Ini adalah upaya yang kontradiktif dengan penguatan demokratisasi di level lokal," imbuh Arman.
Selain itu, Arman menjelaskan pemilihan gubernur DKJ oleh presiden juga tidak menjamin peningkatan efektivitas pelayanan publik. Berkaca dari pengalaman selama 2,5 tahun ini, Jakarta dipimpin oleh seorang penjabat (Pj) gubernur yang ditunjuk oleh presiden, itu mendapat resistensi oleh publik.
"Itu mengganggu efisiensi dan efektivitas layanan. Apalagi pemilihan Pj kepala daerah/gubernur yang selama ini diangkat oleh presiden, juga tidak transparan, partisipatif dan akuntabel," terangnya.
Baca juga : PAN, Demokrat Dukung Pilkada Jakarta, Gerindra belum Tentukan Sikap
Saat ini, RUU DKJ masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Arman berharap partai-partai di parlemen bisa mendrop pasal soal penunjukkan gubernur DKJ oleh presiden sehingga gubernur tetap dipilih oleh masyarakat.
KPPOD, ujar Arman, juga melihat hal positif dari RUU DKJ yakni desain kewenangan DKJ yang akan berbeda dengan yang dimiliki oleh provinsi-provinsi lain di Indonesia. Sementara di Undang-Undang DKI Jakarta atau UU No.29/2007 tentang Kekhususan DKI Jakarta, tidak diatur secara jelas bobot kekhususan dari kewenangan DKI Jakarta atau sama saja dengan provinsi-provinsi lain.
"Sekarang dalam draft RUU DKJ selain sektornya ditambah, bobot kewenangannya berbeda dengan provinsi lain," sambung Arman.
Baca juga : Penunjukan Gubernur Jakarta oleh Presiden Bentuk Pengkhianatan Demokrasi
Oleh karena itu, Arman menekankan bahwa pasal penunjukkan langsung gubernur DKJ oleh presiden harus dihilangkan. Itu sangat substantif dalam penguatan demokratisasi lokal dan efektivitas pada layanan publik ke depan.
Penunjukkan langsung gubernur, terang dia, akan sangat mengganggu upaya peningkatan daya saing DKJ ke depan. Apalagi, imbuh Arman, fungsi dari DKJ nantinya akan mendapatkan kekhususan, yaitu menjadi pusat perekonomian, pusat bisnis dan kota global.
"Kalau penunjukkan langsung gubernur oleh presiden justru akan memperlemah fungsi-fungsi itu," tukasnya. (Ind/Z-7)
PEMERINTAH Kabupaten Garut, Jawa Barat (Jabar) mendukung proses pemekaran Garut Utara.
Kebijakan desentralisasi di Indonesia kini perlu dikaji ulang secara kritis dan diarahkan ulang secara strategis,
Program pembangunan itu harus 60% pada tingkat kabupaten/kota, 20% provinsi dan 20% pusat. Namun, sayangnya, menurut Bursah sampai saat ini pembangunan di daerah masih dikendalikan pusat.
DIRJEN Otonomi Daerah Akmal Malik menyebut perlu penguatan desentralisasi pada program-program strategis nasional, seperti Sekolah Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih.
Nilai-nilai otonomi yang dimiliki oleh daerah tidak semuanya menghasilkan harapan yang sama bagi daerah.
Otonomi daerah sejatinya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pemerataan pembangunan.
Faktor pertama kenaikan PBB adalah semakin tidak terbendungnya pola politik transaksional dan politik berbiaya tinggi dalam Pilkada langsung.
Selama Pilkada 2024, TVRI menayangkan sebanyak 439 debat mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
SEKJEN Partai Gerindra Sugiono merespons usulan gubernur dipilih oleh pemerintah pusat.
KOMITE Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) menolak wacana pengembalian sistem pemilihan kepala daerah atau pilkada dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh DPRD
Titi Anggraini menyebut pilkada lewat DPRD tidak relevan lagi membedakan rezim Pilkada dan Pemilu setelah ada putusan Mahkamah Konstitusi atau MK
KETUA Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan pihaknya jauh lebih dulu mengusulkan agar bupati dan walikota dipilih oleh DPRD
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved