Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
GURU besar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai bahwa film “Dirty Vote” tidak bisa disebut sebagai dokumenter. Sebab, konten utama dalam tayangan yang hampir berdurasi dua jam itu adalah cuplikan pemberitaan dan tanggapan dari tiga pakar hukum.
"Ketiga pakar tersebut mengomentari berbagai hal yang terjadi dari berbagai pemberitaan, kemudian mereka memberikan pendapat. Ya pendapat itu bisa ditafsirkan oleh banyak orang, termasuk adanya kemungkinan kecurangan Pemilu 2024," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa (13/2).
Mantan Menteri Sekretaris Negara periode 2004-2007 itu juga menyoroti waktu perilisan filmnya, yang ditayangkan pada masa tenang dan beberapa hari menjelang hari pemilihan. Oleh sebab itu, sangat wajar jika beberapa orang menilai film tersebut sebagai propaganda.
Baca juga : Yusril Ihza Mahendra Yakin KPU tidak Lakukan Pelanggaran Etik
“Ada yang mengatakan ini ‘Dirty Vote’ versus ‘Dirty Propaganda’. Satu judul film mengatakan soal pemilu yang kotor, satunya lagi soal propaganda kotor terhadap pihak tertentu yang berasa di seberang dari si pembuat film,” ujar dia.
Yusril, yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), menyebut politik sebagai sesuatu yang dinamis. Sehingga, sangat wajar apabila ada orang yang semula mengaku tidak tertarik pada politik, kemudian ikut meramaikan pesta demokrasi.
Pernyataan itu merupakan tanggapan terhadap perubahan sikap calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi sorotan dalam film Dirty Vote.
Baca juga : Film Dokumenter Dirty Vote Bentuk Pendidikan Politik
"Saya melihat itu sebenarnya normal saja. Bisa juga kita katakan politik itu dinamis. Mungkin satu ketika anak presiden belum tertarik pada dunia politik, tapi sekarang bisa saja berubah dan tertarik masuk ke dalam dunia politik," kata Yusril.
Ihwal isu yang diangkat dalam film, seperti ketidaknetralan penyelenggara dan pejabat negara dalam pelaksanaan pemilu, tidak hanya dialamatkan kepada pasangan Prabowo-Gibran semata. Pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi pihak lain yang turut dituduh melakukan kecurangan.
Sayangnya, hanya sedikit sekali tayangkan yang memperlihatkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Baca juga : Film Dirty Vote Viral, Gibran Rakabuming: Belum Nonton
“Sehingga wajar saja orang bertanya-tanya ini film sponsornya siapa, membawa pesan paslon tertentu atau tidak," tegas Yusril.
Kendati terkesan tendensius dan propaganda, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2001-2004 itu menyampaikan bahwa film tersebut adalah bagian dari kebebeasan berekspresi.
"Tayangan film ini kita hormati sebagai kebebasan berekspresi. Orang berbeda pendapat itu normal saja. Kalau tiga orang akademisi yang muncul dalam tayangan itu mengkritisi pemilu, toh orang juga bisa mengkritisi terhadap pandangan yang mereka sampaikan," kata Yusril.
Baca juga : Airlangga Hartarto Tuding Film Dirty Vote Kampanye Hitam
Terakhir, dia mengingatkan agar masyarakat tidak terpecah belah setelah menonton film tersebut. Pasalnya, perbedaan pendapat dan pilihan adalah hal yang lumrah, sehingga harus disikapi dengan bijaksana.
"Semoga masyarakat luas berpikir jernih dan objektif dan menilai bahwa pemilu tidak akan 100% ideal seperti yang kita harapkan. Kemungkinan kekurangan di sana sini itu akan terjadi, tidak dapat kita hindari. Tapi paling penting adalah pemilu yang benar-benar jujur dan adil seperti yang diamanatkan oleh UUD NRI 1945 dan UU Pemilu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," jelas Yusril (Z-8).
Baca juga : Bawaslu: Surat Suara yang Sudah Tercoblos Harus Dihentikan Penyebarannya
Serge merupakan arga negara Prancis yang sebelumnya dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Agung RI dalam kasus produksi psikotropika (ekstasi) di Tangerang pada 2005.
WACANA Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk berkantor di Papua dinilai sebagai kesempatan bagus.
Gibran menegaskan tidak keberatan berkantor di mana pun, termasuk di Ibu Kota Nusantara (IKN) maupun Papua, jika memang diperlukan.
Beda Pandangan soal Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka Berkantor di Papua, Yusril dan Tito Dinilai Tambah Beban Presiden Prabowo Subianto.
Kemungkinan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berkantor di Papua dinilai sebagai preseden buruk dalam komunikasi politik kabinet.
Yusril Ihza Mahendra mengklarifikasi pernyataannya sendiri mengenai kemungkinan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka berkantor di Papua.
Indonesia telah memiliki pemimpin nasional dari berbagai latar belakang, mulai dari militer (TNI) hingga sipil, tetapi belum ada yang berasal dari korps kepolisian.
Core memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2025 akan lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2024.
Pemilu serentak nasional terdiri atas pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden
Usulan tersebut berkaca pada pelaksanaan Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak pada 2024 yang membuat penyelenggara Pemilu memiliki beban yang berat.
DIREKTUR Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menilai Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membutuhkan Partai Golkar sebagai kendaraan berkiprah di dunia politik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved