Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETUA Umum Relawan Kornas Ganjarist Kris Tjantra merespons terkait putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memecat Anwar Usman sebagai Ketua Hakim MK imbas pelanggaran etik yang dilakukan. Seharusnya Anwar Usman tidak hanya dipecat sebagai Ketua MK, melainkan juga diberhentikan dari MK.
"Pak Anwar Usman seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat sebagai hakim konstitusi atau mundur secara legowo karena telah mencoreng Lembaga tinggi Makhkamah konstitusi," kata Kris dalam pesan yang diterima, Rabu (8/11/2023). Dengan dua opsi tersebut, Kris menilai wajah MK akan terselamatkan.
Kris Tjantra juga menambahkan bahwa selama ini MK berada dalam perbincangan publik jelang kontestasi Pilpres 2024. "Tentu saja kita tahu fakta ada kedekatan antara Pak Anwar Usman dan keluarga Pak Presiden," tambah Kris.
Baca juga: Diberhentikan sebagai Ketua MK, Anwar Usman tidak Bisa Ajukan Banding
Kris juga mengatakan bahwa masyarakat ingin MK segera berbenah untuk mendapat kepercayaan publik kembali. "Harapan dari masyarakat juga bahwa pembenahan dari MK dilakukan secepatnya karena menjelang 90 hari kita menuju pesta demokrasi pilpres. Kita harus memastikan bahwa lembaga seperti MK harus netral dan ini bisa menjaga wibawa," kata Kris.
"Kami di Ganjarist sangat berharap MK bisa menempatkan diri dalam posisi tersebut dan segera dilakukan pembersihan agar wajah MK mendapatkan kepercayaan kembali dari publik," pungkas Kris.
Baca juga: Para Mantan Hakim Konstitusi Prihatin dengan Situasi di MK
Diberitakan sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023 terkait dugaan pelanggaran etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman. Dalam amar putusannya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa hakim terlapor yakni Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan prilaku hakim konstitusi.
Diketahui, Putusan ini terkait laporan dari Denny Indrayana, PEREKAT Nusantara, TPDI, TAPP, Perhimpunan Pemuda Madani, PBHI, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, LBH Barisan Relawan Jalan Perubahan, para guru besar dan pengajar hukum yang tergabung dalam Constitutional Administrative Law Society (CALS), Advokat Pengawal Konstitusi, LBH Yusuf, Zico Leonardo Djagardo Simanjuntak, KIPP, Tumpak Nainggolan, BEM Unusia, Alamsyah Hanafiah, dan PADI. (Z-2)
LOKATARU Foundation melaporkan sembilan Hakim Konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) atas dugaan pelanggaran kode etik terkait dalam sengketa Pilkada 2024
Perpanjangan masa tugas Palguna, Ridwan Mansyur, dan Yuliandri berdasarkan Keputusan Ketua MK Nomor 6 Tahun 2024. Ketiganya mengucap sumpah di hadapan Ketua MK Suhartoyo
DIREKTUR Eksekutif RISE Institute Anang Zubaidy menilai pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) secara permanen sebagai upaya untuk mengembalikan muruah MK
INDOPOL Survey dan FH Universitas Brawijaya Malang merilis survei tingginya persentase publik yang tidak setuju dengan putusan MK yang mencapai 51,45%.
KETUA Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai NasDem, Atang Irawan merespons keberatan Anwar Usman atas keputusan MKMK. NasDem memiliki catatan khusus terkait sikap Anwar Usman
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah mengatakan pernyataan Jokowi tersebut hanya sekedar untuk menutupi pelanggaran konstitusi yang dilakukan di MK.
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved