Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
DIREKTUR Eksekutif RISE Institute Anang Zubaidy menilai pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) secara permanen sebagai upaya untuk mengembalikan muruah Mahkamah Konstitusi (MK), meski hal itu tidak menjadi jaminan bahwa penyelesaian sengketa hasil pemilu di MK akan bersih dari pelanggaran etik.
"Kehadiran MKMK secara permanen (3 tahun) tidak serta merta memastikan bahwa persidangan di MK, utamanya berkaitan dengan PHPU, tidak terjadi pelanggaran etik," terangnya.
Dosen Hukum Tata Negara FH Universitas Islam Indonesia itu juga menilai kekhawatiran publik terkait pelanggaran etik di MK sebagai hal yang wajar.
Baca juga: MKMK Permanen cuma Terima Aduan Etik Haki
Hal itu disebut masih berkaitan dengan kekecewaan publik atas Putusan MK Nomor 90 terkait batas usia capres dan cawapres. Dalam putusan yang menjadikan karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto membuat Ketua MK saat itu dicopot dari posisinya oleh MKMK karena terbukti melanggar etik.
"Wajar jika publik masih menyangsikan komitmen MK untuk dapat bertindak netral dan imparsial dalam PHPU. Sangsi dan kekhawatiran publik itu cukup beralasan karena “trauma” putusan janggal pada saat MK memutus batas usia capres/cawapres yang lalu," tambahnya.
Baca juga: MK Jamin Independensi dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu
Oleh sebab itu, publik juga masih menanti pembuktian MK usai putusan MKMK kemarin. "Tinggal bagaimana nanti MK mampu membuktikan bahwa pasca putusan MKMK yang dipimpin oleh Prof. Jimly beberapa waktu yang lalu, MK sudah memperbaiki diri dan menjaga netralitas dan imparsialitasnya," sambungnya.
Anang juga mengungkapkan harapan publik atas MKMK yang baru. Ia juga menilai sosok hakim anggota MKMK punya rekam jejak yang cukup baik.
"Secara personal, ketiga orang hakim MKMK memiliki rekam jejak yang cukup baik. Saya belum menemukan catatan negatif atas ketiga orang hakim MKMK. Semoga saja harapan saya dan juga tentunya harapan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk melihat MK yang berwibawa, dapat dibantu oleh kehadiran sosok-sosok ini," pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berharap, dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) permanen, akan mengembalikan muruah MK.
“Pembentukan MKMK permanen selain merupakan amanat UU MK, juga jadi bagian perisasi dalam menjaga muruah, kredibilitas, kemandirian, dan kemerdekaan MK sebagai pilar kekuasaan kehakiman,” kata Titi.
Dengan terbentuknya MKMK, masyarakat berharap MK tidak akan mengalami permasalahan etik atau hukum apapun sebab sudah terbentuk kesadaran bahwa mereka akan diproses oleh MKMK jika melanggar.
Selain itu,dalam gelaran Pemilu 2024 MK akan memainkan peran sentral dalam menjaga keadilan Pemilu 2024. “Dengan kewenangannya dalam penyelesaian perselisihan hasil pileg, pilpres, dan pilkada 2024, maka kepercayaan publik jadi elemen penting bagi Mahkamah Konstitusi,“ ungkap Titi.
Tiga anggota MKMK yang terpilih adalah Mantan Rektor Universitas Andalas Yuliandri, Mantan Hakim MK I Dewa Gede Palguna, dan Hakim Konstitusi aktif MK Ridwan Mansyur. Menurut Titi, mereka bukan orang baru dan memiliki integritas yang baik.
“Prof Yuliandri dan Pak Palguna, keduanya dikenal sebagai sosok terpelajar yang berintegritas baik. Tidak ada catatan yang krusial terkait rekam jejak keduanya. Dari sisi keilmuan dan rekam jejak mereka orang yang cocok menjadi Anggota MKMK,” kata Titi.
Maka dia banyak berharap, MKMK bisa bekerja dengan baik, proporsional, profesional, dan berintegritas. Sehingga pemilu 2024 bisa terkawal baik melalui peran mereka di MKMK. (RO/Z-7)
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menegaskan pembentukan Majelis Kehormatan bagian tidak terpisahkan dari ikhtiar menegakkan prinsip konstitusionalitas.
Hakim MK mestinya siap menerima kritik termasuk dilaporkan secara etik kepada MKMK atas dugaan pelanggaran etik.
Mahkamah Konstitusi (MK) hingga saat ini tak kunjung membentuk Mahkamah Kehormatan MK. Padahal, ada sejumlah laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Lembaga yang dibentuk pada Senin (23/10) itu, ditujukan untuk menindaklanjuti banyaknya laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi yang dipimpin oleh Anwar Usman.
PAKAR hukum dari PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari, menilai komposisi anggota Majelis Kehormatan MK masih sulit untuk independen
MKMK melaksanakan rapat perdananya hari ini. Jimly Asshiddiqie selaku anggota MKMK menilai bahwa laporan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi tersebut sebagai isu berat.
Yang paling mencolok adalah reshuffle pengurus yang dilakukan berdasarkan alasan pribadi dan bukan sesuai ketentuan yang berlaku dalam AD/ART.
PENYELENGGARA pemilu, yakni jajaran KPU, Bawaslu, DKPP dinilai melakukan pelanggaran etik berat jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah dalam kontestasi Pilkada 2024.
Bawaslu DKI Jakarta menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan jajaran KPU DKI Jakarta terkait pencatutan KTP warga sebagai syarat dukungan pasangan calon Dharma-Kun
Akan tetapi, bila diukur dengan indikator jumlah kabupaten/kota maka yang paling banyak terdapat pengaduan adalah Papua Pegunungan.
ANGGOTA KPU DKI Jakarta Doddy Wijaya menegaskan pihaknya tak menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 28, Kelurahan Pinang Ranti, Jakarta Timur
24 perwira yang dimutasi ke Pelayanan Markas Polri, diduga telah melanggar kode etik dan menghalangi penyelidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved