Headline

RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Dua Hakim Agung Dilaporkan ke KY atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik, Singgung Suap Zarof Ricar

Akmal Fauzi
24/7/2025 09:54
Dua Hakim Agung Dilaporkan ke KY atas Dugaan Pelanggaran Kode Etik, Singgung Suap Zarof Ricar
Gedung Mahkamah Agung, Jakarta(Dok.MI)

TIM Kuasa Hukum Marubeni Corporation resmi melaporkan dua Hakim Agung, SM dan LP, ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran Undang-Undang, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Hakim dalam penanganan Perkara Peninjauan Kembali (PK) Nomor 1362 PK/PDT/2024.

Pihak Marubeni menilai para hakim dalam perkara tersebut melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan merupakan pelanggaran terhadap butir 5.1.2. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia No. 047/KMA/SKB/IV/2009 & 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Tim kuasa hukum merujuk pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim agung tidak boleh mengadili perkara yang berkaitan dengan perkara sebelumnya. 

“Hakim Agung SM dan LP merupakan hakim yang pernah menangani perkara terkait antara Marubeni Corporation melawan Sugar Group Company dalam Perkara Nomor 697 PK/PDT/2022 dan Perkara Nomor 887 PK/PDT/2022 tertanggal 19 Oktober 2023, sehingga seharusnya mengundurkan diri dan tidak boleh memutus Perkara Nomor 1362 PK/PDT/2024, namun kenyataanya kedua Hakim Agung tersebut tidak mengundurkan diri dan justru memutus perkara tersebut dalam jangka waktu yang tidak wajar, yaitu 29 hari. Padahal berkas perkara peninjauan kembali tersebut tebalnya 3 meter," kata kuasa hukum Marubeni Corporation, Henry Lim, dalam keterangan tertulis, Kamis,(24/7).

Lebih lanjut, tim kuasa hukum Marubeni Corporation, mengaku kecewa lantaran sudah berkali-kali mengirimkan surat ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. "Namun surat-surat kami tidak pernah ditanggapi dan ditindaklanjuti."

Tim Marubeni Corporation mengacu pada pengakuan Zarof Ricar dalam sidang kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta Rabu (7/5) lalu. Zarof mengaku pernah membantu mengurus perkara perdata kasus gula. Kalau itu Zarof diperiksa sebagai saksi mahkota.

Zarof mengaku mendapat uang Rp50 miliar terkait pengurusan kasasi kasus tersebut. Kemudian, dia juga mengaku mendapat uang Rp20 miliar terkait pengurusan peninjauan kembali kasus tersebut.

"Kami meminta kepada Komisi Yudisial, Kepala Kejaksaan Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memeriksa dugaan suap ini karena adanya fakta yang terungkap dalam perkara Zarof Ricar yang melakukan pengurusan perkara di Mahkamah Agung berkaitan dengan perkara Marubeni Corporation melawan Sugar Group Company," jelas dia.

Senada, pengacara Marubeni, R. Primaditya Wirasandi, dalam laporan tersebut meminta KY untuk memeriksa kedua hakim yang dimaksud. Surat Pengaduan itu, juga telah dikirimkan langsung ke Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai.

"Agar selanjutnya Putusan No. 1362 PK/PDT/2024 tanggal 16 Desember 2024 dibatalkan untuk diperiksa dan diadili kembali, satu dan lain hal demi terciptanya lembaga peradilan yang bersih dan demi tegaknya hukum di Indonesia," lanjutnya.

Primaditya mengatakan berdasarkan ketentuan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia tentang Kode Etik dan Perliaku Hakim, Hakim tidak boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan, baik karena hubungan pribadi dan kekeluargaan, atau hubungan-hubungan lain yang beralasan (reasonable) patut di duga mengandung konflik kepentingan. 

Pihaknya meminta para penegak hukum memberikan perhatian khusus pada perkara ini demi citra Mahkamah Agung.

Juru Bicara KY, Mukti Fajar, belum merespons terkait perkembangan laporan tersebut.

Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Yanto, kepada wartawan menyatakan belum mengetahui detail laporan tersebut dan akan menindaklanjutinya. Mengenai klaim pelanggaran Pasal 17, Yanto berpendapat hakim diperbolehkan menangani perkara terkait selama objek perkaranya sama, bukan subjek hukumnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya