Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
DI tengah senyapnya ruang kelas kampus STISPOL Wira Bhakti Denpasar pada Rabu pagi kemarin (6/8)2025), satu pertanyaan bergema lebih keras dari suara pembicara mana pun: Siapa yang menjaga para penjaga hukum kita?
Selama dua dekade, Komisi Yudisial (KY) berdiri sebagai salah satu benteng terakhir bagi integritas peradilan di Indonesia. Namun, di luar sorotan media nasional, terdapat sosok-sosok tak dikenal yang setiap hari mempertaruhkan kredibilitas dan idealisme mereka demi tegaknya etika kehakiman. Mereka adalah para penghubung KY di daerah wajah lokal dari lembaga yang menjaga martabat para hakim.
Acara edukasi publik bertema "Peran Penghubung KY: Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas" yang digelar 6 Agustus 2025 di Denpasar, bukan sekadar perayaan usia. Ia berubah menjadi panggung pengakuan, bahwa selama ini, para penghubung menjalankan tugas besar dengan status kecil tanpa perlindungan kelembagaan, tanpa kepastian hukum, tanpa pengakuan struktural.
"Kami hanya menjalankan amanah dengan sumber daya yang sangat terbatas. Tapi integritas tak menunggu legalitas," ujar I Made Aryana Putra Atmaja, S.H., M.H., Koordinator Penghubung KY Bali. Ia bicara pelan, tapi tegas layaknya orang yang sudah terbiasa bekerja dalam diam.
Aryana menyampaikan bahwa peran penghubung di lapangan bukan sekadar administratif. Mereka menjadi jembatan antara publik yang haus keadilan dan sistem hukum yang kerap kali tertutup.
Namun, sebagaimana yang diungkap Dr. I Made Adiwidya Yowana, S.H., M.H.Li., dosen hukum STISPOL Wira Bhakti, masalah terbesarnya justru terletak pada status para penghubung itu sendiri. "Mereka adalah struktur tanpa tubuh. Ada tapi tidak diakui. Aktif tapi tidak dilindungi. Inilah saatnya negara hadir, minimal dengan menjadikan mereka bagian dari ASN dan struktur perwakilan formal," tegasnya di hadapan peserta seminar.
Adiwidya menilai bahwa tanpa intervensi kebijakan, kerja-kerja penghubung KY hanya akan menjadi idealisme individual bukan bagian dari sistem. Padahal, di tangan merekalah, kasus pelanggaran etik hakim pertama kali ditemukan, dicegah, bahkan dilaporkan.
Edukasi publik semacam ini, meskipun sederhana, memperlihatkan satu hal yakni bahwa kerja pengawasan etika hakim bukan semata urusan lembaga tinggi di Jakarta. Ia juga hidup dan dipertaruhkan di kantor-kantor kecil penghubung di berbagai kota, dari Denpasar hingga Pontianak.
Masalahnya, seperti banyak hal dalam reformasi hukum Indonesia, komitmen tidak selalu diiringi struktur. Loyalitas para penghubung bukan kepada kekuasaan, tapi kepada konstitusi moral yang mereka yakini. Namun, selama status mereka tetap “di luar sistem,” integritas hukum kita akan selalu dibangun di atas fondasi rapuh.
Dan dalam lanskap hukum Indonesia yang terus berubah, pertanyaan paling penting tetap menggantung di udara Bali yang panas dan lembab itu yakni apakah negara akan berani mengakui mereka yang selama ini menjaga etika dari balik bayang-bayang. Jawabannya, menunggu aksi pemerintah pusat. (H-2)
Komisi Yudisial (KY) menyatakan segera menindaklanjuti laporan yang diajukan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
TIM kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong akan melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat ke KY.
KOMISI Yudisial (KY) menyatakan akan melakukan pemantauan dan peninjauan terkait jalannya sidang kasus impor gula dan vonis 4,5 tahun yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Dua Hakim Agung dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) atas dugaan pelanggaran Undang-Undang, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Hakim
Kenaikan gaji seharusnya dilihat sebagai pelaksanaan tugas negara dalam memenuhi hak keuangan para hakim dan tidak perlu dikaitkan dengan tujuan lain.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved