Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KETUA Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar, mengatakan ada keanehan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
Pria yang akrab disapa Uceng itu menuturkan banyak hal yang membuat putusan kali ini di luar kebiasaan MK. Salah satunya adanya dissenting opinion yang disampaikan oleh para hakim lebih banyak berisi kemarahan.
Apalagi sejak awal para hakim begitu konsisten bahwa materi gugatan tersebut adalah open legal policy. Lalu terjadi gelombang kedua yang memunculkan keanehan berikutnya.
Baca juga: KPU Diminta Tidak Langsung Eksekusi Putusan MK
Hal ini dapat dilihat dari keanehan-keanehan yang terjadi selama proses putusan, salah satunya dari perbedaan pendapat para hakim MK.
“Dengan alasan yang sangat bisa diperbedatkan, kalau perubahannya pertahun tak masalah, tapi ini putusannya hanya beberapa hari saja tiba-tiba berbeda. Itu barangkali jadi konteks, bahwa putusan ini anyir baunya,” ungkap Uceng dalam Webinar AIPI bertajuk Membaca Putusan MK: Demi Demokrasi atau Dinasti?, Rabu (18/10).
Baca juga: PKPU Pencapresan Batal Direvisi Pascaputusan MK, KPU Andalkan Surat Dinas
“Belum lagi keluar kebiasaan soal bagaimana MK memberlakukan open legal policy, kalau ada ketidakadilan yang tidak ditoleransi, lah ini apa ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi, usia gak bisa jadi parameter dan debatable,” tambahnya.
Uceng juga menuturkan perihal bagaimana dissenting opinion dari Hakim Saldi Isra, yang secara gamblang menyatakan kalau putusan MK kali ini mempertaruhkan maruah MK.
"Ini memperlihatkan betapa MK sebenarnya bermain-main. Kalau baca lagi disenting opiniannya Wahidudin Adam, dia menceritakan bahwa dari sini kelihatan sebenarnya permohonan ini berkaitan dengan independensi, kekuasaan, kehakiman di hadapan politik,” tegasnya.
“Karena kelihatan betul, putusan ini lahir dari pertarungan politik dan lahir dari cawe-cawe politik,” papar Uceng.
Uceng menyebut sejatinya permohonan ini sederhana, namun putusan ini seharusnya menjadi pembuktian hakim terkait independensi yang dihadapkan dengan politik.
Hasilnya, kata Uceng, putusan ini tidak indedependen saat dihadapkan dengan kepentingan politik.
“Saya tidak peduli Gibran maju atau enggak, yang penting MK jadi inkonsisten, menjadi pesuruh keinginan partai itu yang kami tak rela,” tandasnya.
(Z-9)
Menurut MK, mengubah syarat usia terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum maupun ketidakadilan karena mudahnya terjadi pergeseran parameter kapabilitas atau kompetensi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menemukan bukti adanya intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perubahan syarat usia capres dan cawapres.
Kali ini, pengugat syarat minmal usia capres-cawapres di UU Pemilu adalah seorang jaksa sekaligus pengamat hukum tata negara UGM.
PARTAI NasDem menyayangkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tak sampai memberhentikan Anwar Usman dari hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
EKS Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyebut ada upaya politisasi dan pembunuhan karakter terhadapnya.
Setelah menikahi adik Presiden Joko Widodo pada 2022 lalu, sejumlah pihak ramai meminta Anwar Usman mundur dari jabatannya demi menghindari konflik kepentingan.
PSU Pilkada 2024 di sejumlah daerah berpotensi terjadi lagi. Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menerima sejumlah permohonan sengketa hasil PSU Pilkada 2024 jilid I
Ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU MK tersebut tidak menentukan secara jelas mengenai jumlah komposisi hakim konstitusi perempuan dan laki-laki.
EMPAT mahasiswi FH UII menggugat Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang pengangkatan/pengisian hakim konstitusi karena tidak mengatur kuota perempuan.
Usai sidang dismissal perkara Perselisihan Hasil Pilkada (PHP-kada), MK akan menggelar sidang pemeriksaan lanjutan terhadap tahap pembuktian perkara. Rencana putusan selesai 24 Februari
MKMK akan segera menindak lanjuti laporan atas dugaan pelanggaran etik sembilan hakim konstitusi dalam proses persidangan sengketa pilkada
Adetia Sulius Putra meminta kepada MK untuk memaknai dirinya sendiri sebagai pihak yang tidak memiliki kewenangan dalam memutuskan perkara
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved