Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk tidak menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Apabila putusan itu langsung dieksekusi, dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Hal itu yang mengemuka dalam diskusi bertajuk ‘Membaca Putusan MK: Demi Demokrasi atau Dinasti?’ yang digelar oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Rabu (18/10).
Mantan Hakim MK Maruarar Siahaan mendorong dua hal. Pertama agar putusan MK dilakukan disemininasi terlebih dahulu karena ada problematika dari sudut pandang hukum. Kedua, Maruarar mengusulkan KPU melakukan upaya hukum uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: PKPU Pencapresan Batal Direvisi Pascaputusan MK, KPU Andalkan Surat Dinas
“Agar ada kepastian hukum,” ujar Maruarar.
Dalam diskusi itu hadir pembicara lainnya yakni Mantan Hakim MK Harjono, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Saiful Mujani, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, dan Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani.
MK memberikan alternatif pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilu bahwa seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa dicalonkan menjadi capres dan cawapres asalkan memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. Putusan tersebut dianggap memberikan karpet merah bagi Putera Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka yang disebut-sebut potensial menjadi cawapres berpasangan dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Baca juga: Jimly Sependapat dengan 2 Hakim MK yang Tolak Putusan Usia Minimal Capres-Cawapres
Maruarar menambahkan putusan MK yang kontroversial apabila langsung dieksekusi oleh KPU dapat menimbulkan masalah legitimasi pada hasil pemilihan umum 2024. Selain itu, kepercayaan terhadap MK, lembaga yang nantinya menyidangkan sengketa hasil pemilu, semakin tergerus.
Senada dengan Maruarar, Harjono mengatakan putusan MK janggal sebab dari sembilan hakim konstitusi, 4 hakim menyatakan punya pandangan berbeda terhadap putusan tersebut atau menolak, 3 hakim menerima, sedangkan 2 hakim konstitusi menyatakan punya alasan berbeda terhadap putusan itu. Oleh karena itu, putusan MK menurutnya tidak bisa dibaca secara bulat.
Suara Fraksi DPR
Sementara itu, Sri Eko Budi Wardani menambahkan, untuk mengakomodasi putusan MK dalam peraturan KPU, perlu proses. Putusan MK, terangnya, dikeluarkan 3 hari menjelang pendaftaran capres-cawapres pada 19 Oktober 2023. Sementara, KPU perlu melakukan rapat konsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sebelum mengesahkan Peraturan KPU.
Ia yakin di DPR suara fraksi-fraksi akan terpecah menyikapi putusan ini. Pasalnya saat ini diyakini akan terbentuk 3 poros partai politik menjelang pemilu 2024. Kubu PDI Perjuangan bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, kubu NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Lalu kubu Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golkar yang mengusung Prabowo Subianto yang saat ini belum mengumumkan bakal cawapresnya.
“Di DPR sudah kelihatan ada 3 kaolisi, kita tidak bisa berbicara dengan asumsi koalisi pemerintah hampir pasti ada 3 paslon (pasangan calon) sehingga peta koalisi berubah. DPR sedang reses hingga 30 Oktober, ada problem teknis, PKPU perlu dikonsultasikan pada DPR,” tutur Sri Budi.
(Z-9)
ANGGOTA Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amalia menilai program Sekolah Rakyat akan berbeda dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan sekolah gratis.
KEWENANGAN pengelolaan energi dan sumber daya mineral termasuk pemberian izin tambang, yang kini berada di tangan pemerintah pusat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menolak lima gugatan yang diajukan sejumlah pemohon berkaitan dengan pengujian formil dan materiil UU TNI
MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian UU Kejaksaan terkait hak imunitas bagi jaksa.
DUA orang advokat, Syamsul Jahidin dan Ernawati menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima pengajuan gugatan hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 setelah rampung menyidangkan dua gelombang gugatan hasil PSU
Menurut MK, mengubah syarat usia terlalu sering dapat menimbulkan ketidakpastian hukum maupun ketidakadilan karena mudahnya terjadi pergeseran parameter kapabilitas atau kompetensi.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menemukan bukti adanya intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perubahan syarat usia capres dan cawapres.
Kali ini, pengugat syarat minmal usia capres-cawapres di UU Pemilu adalah seorang jaksa sekaligus pengamat hukum tata negara UGM.
PARTAI NasDem menyayangkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tak sampai memberhentikan Anwar Usman dari hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
EKS Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyebut ada upaya politisasi dan pembunuhan karakter terhadapnya.
Setelah menikahi adik Presiden Joko Widodo pada 2022 lalu, sejumlah pihak ramai meminta Anwar Usman mundur dari jabatannya demi menghindari konflik kepentingan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved