Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
ADANYA gugatan dan usulan pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah bagian dari aspirasi masyarakat yang mesti dihargai. Pemohon menggugat Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 atau UU Parpol. Bunyinya adalah pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan seharusnya MK menolak dan tidak mengabulkan gugatan itu karena pasal 23 (1) UU partai politik bersifat open legal policy. Selain itu menyoal tidak adanya pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945.
"Pertama, posisi hukumnya berbeda karena partai politik berbeda dengan lembaga negara.Partai politik adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sipil secara sukarela atas dasar kesamaan ideologi, cita-cita dan kehendak bersama untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat bangsa dan negara," jelasnya, Rabu (5/7).
Baca juga: Poltracking Indonesia: Peta Koalisi Pilpres 2024 Masih Dinamis
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai undang-undang maka partai politik harus didaftarkan ke Kemenkumham untuk mendapatkan badan hukum partai politik. Sehingga partai politik harus berbadan hukum yang dikeluarkan Kemenkumham atas nama negara. Sedangkan lembaga negara adalah menjalankan fungsi dan kewenangan negara serta menjalankan fungsi keadministrasian atas nama negara, bukan atas kepentingan individu, kelompok, atau golongan.
"Kedua partai politik sebagai organisasi masyarakat sipil harus diberi ruang kebebasan oleh negara untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara demokratis," ujarnya.
Baca juga: Sidang MK: Jaksa Agung Boleh Rangkap Jabatan sebagai Anggota Parpol
Dalam prakteknya, setiap partai politik memiliki anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART), pedoman dan peraturan partai, serta program partai sebagai prinsip dasar, pedoman atau haluan partai. Negara tidak perlu mengatur tentang kesepakatan nilai dan manajemen organisasi partai politik.
"Biarkanlah mereka hidup bebas dan merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri. Toh, dalam hirarkis peraturan perundang-undangan, kedudukan undang-undang lebih tinggi dari pada AD/ART. Hal ini menjelaskan bahwa ketika bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, partai politik harus tunduk dan taat pada Undang-undang," paparnya.
Dia menekankan masa jabatan ketua umum partai politik sebaiknya tidak usah dibatasi periodesasinya. Di samping karena partai politik itu bukan lembaga negara, setiap partai politik tentu bercita-cita harus selalu menang pemilu. Oleh karena itu partai politik harus dipimpin oleh figur yang kuat dan berintegritas, berwawasan futuristik dan demokratis, pejuang yang rela berkorban dan bertanggungjawab untuk kebesaran partai, serta dicintai oleh pengurus dan anggota partainya.
Hal itulah yang tercermin dan terimplementasi di masa jabatan anggota legislatif yang tidak dibatasi oleh undang-undang. Selama masyarakat masih memilih dan mencintai anggota Dewan tersebut, maka selama itu pula akan menjadi wakil rakyat karena dipilih secara langsung oleh rakyat.
"Jika pimpinan partai politik tidak memiliki kualifikasi paripurna seperti itu maka dipastikan akan terancam oleh hukum besi ambang batas, yaitu parliamentary threshold 4%, sehingga posisinya dapat terjungkal menjadi partai gurem," tegasnya.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Presiden Partai Buruh Said Iqbal yang menekankan masa jabatan pimpinan parpol merupakan jabatan politik bukan jabatan yang berada di bawah kekuasaan negara.
"Masa jabatan pimpinan parpol adalah jabatan politik bukan jabatan kekuasaan atau pegawai yang dibayar oleh negara," katanya.
Oleh karena itu, masa jabatan pimpinan parpol tidak bisa diseragamkan sebab, setiap partai politik memiliki ideologi yang berbeda.
Sehingga, kata Said menyoal aturan masa jabatan pimpinan parpol diatur melalui anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD/ART) masing-masing partai politik.
"Dan juga setiap partai politik mempunyai karakteristik dan ideologi yang berbeda beda, walaupun berasaskan sama yaitu pancasila. Jadi tidak bisa diseragamkan masa jabatan pimpinan parpolnya. Oleh karena itu setiap parpol tentang masa jabatan pimpinan parpol diatur dalam AD ART masing masing sesuai keputusan kongresnya," sambungnya.
Sementara itu, untuk Partai Buruh Said telah memutuskan tak menaruh batasan berapa lama masa jabatan pimpinannya. (Sru/Z-7)
PAKAR hukum tata negara Feri Amsari merespons sejumlah partai politik yang bereaksi cukup keras terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan Pemilu.
MK juga mengusulkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah diberi jarak waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan.
MK mengatakan pemisahan pemilu nasional dan lokal penting dilakukan untuk menyederhanakan proses bagi pemilih.
Ia mengatakan putusan MK tentang pemisahan Pemilu bertentangan dengan pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali.
Situasi geopolitik dalam beberapa bulan terakhir berdampak signifikan pada berbagai bidang kehidupan.
Amanah konstitusi UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut mewujudkan perdamaian dunia harus direalisasikan dalam menyikapi konflik dunia.
Sejumlah partai politik yang pernah mengganti logo ternyata tidak memberikan efek positif. Beberapa justru suaranya ambles.
Ketum PSI Kaesang Pangarep berkomitmen partainya terus bertransformasi menjadi partai yang inklusif dan terbuka. Ia mengajak kader PSI untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilu Raya
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved