Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PUBLIK telah menuding DPR tidak serius dalam memperjuangkan RUU PPRT. Situasi ini harus segera direspon oleh DPR khususnya pimpinan DPR untuk segera mengagendakan pembahasan, membentuk Badan Musyawarah (Bamus) dan menyerahkan pada alat kelengkapan dewan (AKD) untuk membahasnya. Pernyataan ini disampaikan anggota Komisi IV sekaligus anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Luluk Nur Hamidah, Selasa (27/6).
"Kami sudah banyak mendengar tudingan ini itu soal RUU ini dan itu memang karena ini sudah diperjuangkan lama hampir 19 tahun lamanya. Maka tudingan dari masyarakat ini harus segera direspon pimpinan DPR," ujarnya.
Respon tersebut untuk menjawab bahwa DPR tidak main-main dalam menghadirkan kepastian, perlindungan hukum dan pemenuhan hak pekerja rumah tangga. Baleg sejak awal hingga kini sudah siap dan menanti pembahasan diserahkan kepada baleg.
Baca juga: Darurat TPPO di Bulan Bung Karno
"Kami sudah siap sekali untuk membahasnya. Toh dari sudah menyerahkan DIM dan Supresnya yang seharusnya segera ditindaklanjuti. Dan sekarang beleid itu masih ada di meja pimpinan," terangnya.
Menurutnya dibutuhkan political will dari pimpinan DPR dan Balegtidak menunda pembahasan jika pedelegasian pembahasan diserahkan kepada Baleg.
Baca juga: Komnas HAM Dorong DPR Percepat Pembahasan RUU PPRT
"Harapan kami sama sebenarnya pimpinan seharusnya tidak menahan lebih lama karena tidak ada alasan setelah itu sudah diterima seharusnya secepat mungkin agendakan di bamus dan diputuskan AKD mana yg akan diberikan tugas karena ini sudah urgen," tegasnya.
Sementara itu terkait dengan pasal yang ada dalam beleid PPRT sudah sangat akomodatif mengatur tentang berbagai keberatan dan kekhawatiran termasuk tentang pidana.
"Pasal-pasal sudah sangat akomodatif pemerintah juga saat melakukan komunikasi dengan kami, sudah mengakomodir keberatan dan kekhawatiran," tukasnya. (Sru/Z-7)
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
KETUA Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) Ariati Dina Puspitasari mempertanyakan nasib RUU PPRT yang masih digantung selama lebih dari dua dekade.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan diselesaikan paling lambat pada Agustus 2025
Komnas HAM juga melakukan kajian yang mengungkap bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi.
PENGESAHAN UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang dinilai lambat membuat potensi ketimpangan gender di masyarakat semakin besar.
Ia menyoroti pernyataan DPR dalam sidang sebelumnya yang menyebut pembahasan revisi UU TNI menggunakan mekanisme carry over.
Kepastian hukum dan prosedur yang sederhana menjadi faktor utama dalam menarik investasi.
PENELITI Pukat UGM Zaenur Rohman menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus transparan dalam mengusut kasus korupsi.
Pentingnya kepatuhan hukum dan kemampuan melihat peluang investasi sebagai salah satu strategi dalam melakukan ekspansi bagi perusahaan asing di Indonesia.
KOMNAS HAM mendesak Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk disahkan di periode keanggotaan DPR periode 2024-2029.
ASPEK kepastian hukum disebut masih menjadi persoalan yang menghambat perkembangan dunia usaha. Padahal geliat dunia usaha menentukan laju perekonomian dalam negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved