Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menerima 47 aduan terkait dugaan pelanggaran HAM berkaitan dengan pekerja rumah tangga (PRT) selama 2024. Pelanggaran HAM itu meliputi kekerasan fisik, psikis dan seksual, diskriminasi upah dan kerja, eksploitasi, kerja paksa dan perbudakan modern, perdagangan manusia dan pengucilan, pembatasan kebebasan, sampai perlakuan tidak manusiawi.
Menurut Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Putu Elvina, momentum Hari Perlidungan PRT yang diperingati tiap 16 Juni harusnya menjadi pengingat bagi pembentuk undang-undang, yakni DPR RI dan pemerintah, untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Selain menerima aduan, Putu mengatakan pihaknya juga melakukan kajian yang mengungkap bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi.
"Sehingga terjadi kerentanan dan pelanggaran HAM secara luas dan terus menerus," katanya lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Rabu (18/6).
Menurut Putu, pengesahan RUU PPRT tak hanya kewajiban konstitusional, tapi juga langkah penting demi memenuhi kewajiban Indonesia terhadap instrumen HAM. Terlebih, selama lebih dari 21 tahun RUU PPRT bergulir tanpa adanya kepastian di DPR.
Padahal, instrumen hukum itu diyakini dapat mewujudkan keadilan dan perlindungan maksimal terhadap PPRT yang masuk dalam kelompok rentan dan kerap terpinggirkan. Oleh karena itu, komitmen Presiden Prabowo Subianto pada Hari Buruh 2024 ihwal dimasukkannya RUU PPRT ke dalam Prolegnas Prioritas 2025-2029 menjadi sinyal positif.
"Komnas HAM mendorong DPR dan pemerintah menggunakan momentum tersebut secara maksimal demi memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan keadilan kepada sekitar 4,2 juta PRT di Indonesia yang mayoritas merupakan perempuan dan kelompok rentan," ungkapnya.
Komnas HAM, sambungnya, merekomendasikan lima hal kepada Badan Legislasi DPR terkait aspek yang harus dipenuhi dalam RUU PPRT demi perlindungan terhadap HAM. Salah satunya adalah pengakuan PRT sebagai pekerja yang sah, bukan pembantu. Selain itu PRT juga harus diberikan jaminan sosial dan perlindungan dengan mengatur upah yang layak, jaminan kesehatan, kerja manusiawi, dan perlindungan dari kekerasan.
"Penghapusan diskriminasi dengan mengintegrasikan pendekatan HAM dan gender demi mencegah segala bentuk diskriminasi," ucapnya.
Baleg DPR juga diingatkan soal aspek pengawasan dan pengegahan hukum dengan mengoptmalkan peran pemerintah, lembaga pengawas, dan penegak hukum dmei kepatuhan dan akuntabilitas. Di sisi lain, penting pula mengakomodasi kebutuhan kelompok PRT disabilitas, di bawah umur, dan migran demi perlindungan yang inklusif.
"Dengan disahkannya RUU PPRT pada tahun 2025, diharapkan perlindungan PRT dari kekerasan, diskriminasi, dan perbudakan modern dapat ditingkatkan untuk mewujudkan keadilan, martabat, dan kesetaraan manusia, serta memenuhi kewajiban konstitusional negara," tuturnya.(M-2)
Pembahasan RUU KUHAP perlu diperpanjang dan tidak terburu-buru dalam mengejar target pengesahan.
Penilaian ini, lanjut menag, menjadi kesempatan strategis untuk menelaah kebijakan pendidikan di lingkungan Kemenag.
KOALISI Kawal Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang diinisiasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menekankan ada dua tujuan dari Undang-Undang Masyarakat Adat.
Pemerintah harus mengambil sikap tegas untuk mencegah kasus intoleransi terjadi di kemudian hari.
Komnas HAM menyatakan bahwa pembubaran kegiatan retret remaja Kristen di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai hak asasi manusia.
PEMERINTAH melalui Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) melangsungkan kick off revisi Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM bersama para pakar dan ahli.
KETUA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) kemungkinan lewat dari target selama tiga bulan.
KETUA Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) Ariati Dina Puspitasari mempertanyakan nasib RUU PPRT yang masih digantung selama lebih dari dua dekade.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Koalisi masyarakat sipil tetap mengawal dengan ketat agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) disahkan DPR RI
PENGESAHAN UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang dinilai lambat membuat potensi ketimpangan gender di masyarakat semakin besar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved