Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum), dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) sepakat melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, khususnya Pasal 8 ayat (2) soal penghitungan syarat keterwakilan perempuan.
Aktivis perempuan dan Direktur Riset Women Research Institute (WRI) Edriana Noerdin menilai bahwa ada upaya mengurangi kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen dengan lahirnya PKPU No 10 Tahun 2023.
Aturan KPU itu, menurut Edriana, tidak sejalan dengan semangat kaum perempuan yang hingga saat ini berupaya untuk meningkatkan keterwakilannya di parlemen.
Baca juga: Usai Didesak, KPU Revisi Pasal Keterwakilan Perempuan
“PKPU No. 10 Tahun 2023 ini sangat jelas ya bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang secara tegas mengamanatkan bahwa daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan “, ujar Edriana dalam keterangan, Kamis (11/5).
Kesulitan Penuhi Kuota 30%
Tentu ada pihak yang merasa kesulitan untuk memenuhi kuota 30% perempuan untuk proses pencalegan lalu menjadikan alasan diterbitkannya PKPU ini.
Baca juga: Aturan Baru KPU soal Keterwakilan Caleg Perempuan Bakal Dikaji Bawaslu
Berbagai alasan dikemukan mulai dari sulit mencari bacaleg perempuan, perempuan tidak tertarik masuk dalam politik, perempuan tidak berkualitas, sampai pada perempuan tidak punya modal untuk biaya kampanye dan lainnya.
"Namun, semangat pendidikan politik terhadap kaum perempuan harus lebih ditingkatkan lagi, dukungan bagi kader perempuan harus lebih diperhatikan," kata Edriana.
Baca juga: Keterwakilan Perempuan Caleg Disoal, KPU Ubah Aturan di Tengah Jalan
"Sehingga semangat perjuangan kaum perempuan untuk terjun ke dunia politik tidak diturunkan dengan lahirnya PKPU ini. Makanya wajar, masyarakat peduli keterwakilan perempuan menolak keras keberadaan PKPU ini," jelasnya.
PKPU ini bisa saja menjadi pintu masuk untuk hilangnya kesempatan kaum perempuan di parlemen karena tidak ada lagi kewajiban untuk pemenuhan kuota perempuan untuk pencalegan.
Keterwakilan dan Aspirasi Perempuan
"Dengan besarnya keterwakilan perempuan di parlemen perjuangan-perjuangan aspirasi kaum perempuan mendapatkan tempat dalam proses legislasi dan perjuangan kebijakan," tegas Edriana.
Baca juga: Revisi PKPU soal Keterwakilan Perempuan, KPU Dinilai tak Wajib Konsultasi Lagi
“Saya apresiasi langkah KPU, Bawaslu, dan DKPP yang akan mengubah PKPU ini. Tetapi, proses revisinya harus terus dikawal karena juga melibatkan beberapa pihak," ucapnya.
"Jika PKPU ini tidak didorong untuk direvisi saya yakin lewat begitu saja. Saat ini, kita harus terus mengawal agar perjuangan perempuan selalu mendapatkan tempat," kata Edriana.
"Selain itu, banyak aspirasi, kepentingan dan kebutuhan perempuan diluar sana yang perlu didukung dan diperjuangkan oleh keberadaan legislator perempuan di parlemen", tutup Edriana. (RO/S-4)
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
MK mengatakan selama ini terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Pengalaman dari Pemilu 2024 menunjukkan betapa tingginya partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran.
Demokrasi tidak bisa dipisahkan dari politik karena sesungguhnya politik adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari
Bagja tetap mengimbau Bawaslu Sulawesi Selatan dan Kota Palopo untuk mengawasi setiap potensi terjadinya praktik haram tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved