Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

MK Dinilai Inkonsisten Jika Ubah Sistem Proporsional

Tri Subarkah
09/5/2023 19:59
MK Dinilai Inkonsisten Jika Ubah Sistem Proporsional
SIDANG LANJUTAN UJI UU PEMILU: ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan).(MI/M Irfan)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) bakal dinilai inkonsisten jika mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup. Meski MK tidak pernah benar-benar mengubah sistem pemilu sebelumnya, tapi perubahan tersebut bakal berdampak pada tahapan yang sedang berjalan di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sebelumnya, hakim konstitusi Arief Hidayat sempat menyinggung bahwa sistem pemilu dapat diubah dalam injury time alias waktu yang mepet jelang pelaksanaan Pemilu 2024. Ia pun menyinggung putusan MK pada 2008 lalu.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, pernyataan Arief tidak benar. Sebab, perubahan sistem pemilu dari tertutup ke terbuka dilakukan sebelum ada putusan MK yang disebut Arief.

Baca juga: Ahli: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Sudah Waktunya di Evaluasi

"Karena sudah ada putusan terkait sistem pemilu yang sesuai dengan UUD 1945, tentu MK tidak dapat mengubah lagi. Itu tidak konsisten," katanya kepada Media Indonesia, Selasa (9/5).

Terpisah, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraeni menjelaskan, yang diubah dalam putusan MK pada 2008 lalu bukan mengubah sistem pemilu dari tertutup menjadi terbuka. Namun, MK mengubah variabel sistem pemilu terkait persyaratan penentuan caleg terpilih dari ketentuan memperoleh paling sedikit 30% jumlah kuota harga kursi atau bilangan pembagi pemilih (BPP) menjadi sepenuhnya berdasarkan popular vote atau suara terbanyak.

Baca juga: Sistem Pemilu dan Pertaruhan Kredibilitas MK

"Putusan itu sebatas menyentuh variabel penentuan caleg terpilih, yang mana dalam perkembangannya MK lalu mengubah langgam pendirian hukumnya memutus berkaitan dengan sistem pemilu beserta variabel-variabelnya," jelas Titi.

Hal itu tercermin dari sikap MK dalam memutus perkara soal ambang batas parlemen, pencalonan presiden serta keserentakan pemilu, MK selalu menyatakan pilihan atas variabel sistem pemilu merupakan kebijakan open legal policy atau hukum terbuka dari pembentuk undang-undang dan bukan ranah MK.

"Maka, menjadi sangat aneh kalau kemudian MK berubah sikap hukum saat memutus pengujian sistem pemilu ini," tandas Titi.

(Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya