ANGGOTA Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2017-2022 Fritz Edward Siregar menilai, setelah pada 3 pemilihan umum (Pemilu) terakhir Indonesia menerapkan sistem proporsional terbuka, sudah saatnya sistem tersebut dilakukan evaluasi.
Hal tersebut di ungkapkan Fritz saat menjadi ahli pemohon dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022, yang digelar di Gedung Makama Konstitusi pada Rabu (5/4).
"Setelah menerapkan sistem tersebut selama 3 Pemilu terakhir, sudah saatnya kita melakukan evaluasi terhadap sistem tersebut dengan mempertimbangkan konsekuensi yang sudah terjadi. Saya melihat Konsekuensi dari pilihan tersebut dalam dua pendekatan yaitu teknis kepemilihan dan politik uang," ucap Fritz dalam persidangan.
Baca juga : DKPP Beri Sanksi Ketua KPU karena Komentar Sistem Proporsional Tertutup
Dari sisi teknis kepemilihan, Fritz menyebut bahwa sistem proporsional terbuka membuat proses pemungutan suara, penghitungan suara serta rekapitulasi suara menjadi proses yang rumit, melelahkan dan sangat berpotensi kepada kesalahan.
Berdasarkan data dalam Pemilu 2019, jumlah suara tidak sah mencapai 17.503.953, atau setara 11,12%.
Baca juga : Perubahan ke sistem Proporsional Tertutup Berpotensi sebabkan Instabilitas
Hal tersebut menjadi salah satu bukti bahwa proses penghitungan suara terkena dampak akibat pilihan sistem proporsional terbuka.
"Potensi manipulasi suara juga rentan terjadi pada proses penghitungan suara dalam proses pencatatan pada kolom nama calon atau nama partai. Dalam proses rekapitulasi, persoalan yang sering terjadi di TPS pada saat rekapitulasi adalah perpindahan suara dari satu calon kepada calon lain dalam satu partai," jelas Fritz.
Sistem Proporsional Terbuka dan Politik uang
Di sisi lain, Fritz juga menyatakan bahwa hingga saat ini persoalan yang sering terjadi dalam Pemilu adalah tingginya politik uang, hal itu menjadi bukti bahwa sistem proporsional terbuka belum mampu menekan keberlangsungan politik uang. Dalam Pemilu 2019 misalnya, terdapat sebanyak 69 putusan pengadilan terkait pelanggaran pidana politik uang.
"Dan perubahan melaksanakan pemilu dengan sistem propostional tertutup, menjadi salah satu cara yang efektif untuk menghilangkan politik uang dalam proses pemilu.” Tegas Fritz di hadapan Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusional lainnya.
Dengan hal-hal yang telah disampaikannya, maka Fritz menillai sudah seharusnya sistem pemilu proporsional terbuka di evaluasi, dan jika memang ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan konstitusi bukan tidak mungki sistem proporsional terbuka dapat dirubah menjadi sistem proporsional tertutup.
"Selama perubahan ini dilakukan melalui proses yang transparan, inklusif, dan partisipatif yang menghormati norma-norma konstitusional dan nilai-nilai demokrasi, maka perubahan tersebut diperlukan untuk kelangsungan fungsi dan pertumbuhan demokrasi konstitusional kita. Dan perubahan yang saya maksud adalah perubahan dari sistem proporsional terbuka kepada sistem proporsional tertutup," tukasnya. (Z-4)