Jumat 03 Maret 2023, 13:49 WIB

Putusan PN Jakpus yang Tunda Pemilu Lampaui Yurisdiksinya

Tri Subarkah | Politik dan Hukum
Putusan PN Jakpus yang Tunda Pemilu Lampaui Yurisdiksinya

MI/Duta
Ilustrasi

 

KOMISI Yudisial (KY) diminta untuk memeriksa tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menjatuhkan putusan penundaan Pemilu 2024 atas gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Majelis yang memutus perkara tersebut adalah T Oyong selaku hakim ketua dan H Bakri dan Dominggus Silaban sebagai anggota.

Peneliti pada Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategis and International Studies (CSIS) D Nicky Fahrizal mengatakan, publik dapat mendorong KY untuk mendalami Oyong, Bakri, dan Dominggus jika merasa putuasn ketiganya aneh. Dorongan terhadap KY merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan di luar banding oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku tergugat.

"Publik bisa mendorong KY masuk untuk memeriksa, mengecek, atau meneliti lebih lanjut perilaku hakim," kata Nicky dalam acara media briefing yang digelar di Jakarta, Jumat (3/3).

Ia menegaskan, sebagai negara hukum demokratis, Indonesia memiliki batasan yuridiksi antarlembaga negara. Menurutnya, PN Jakarta Pusat mengabaikan mekanisme administrasi yang bertujuan untuk menjamin kesatuan maupun kepastian hukum. Putusan tiga hakim itu disebutnya menyebabkan kegaduhan karena melampaui yuridiksi institusi peradilan.

Baca juga: KY akan Minta keterangan Hakim PN Jakarta Pusat terkait Putusan Pemilu Kontroversial

Ahli hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, juga sepakat agar KY memeriksa tiga hakim PN Jakarta Pusat. Sikap KY, lajutnya, diperlukan untuk mencegah spekulasi berkepanjangan serta kecurigaan soal adanya anasir politik di balik putusan tersebut.

Titi menilai, majelis hakim melalui putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst tidak tepat dalam menggunakan argumentasi hukum. Menurutnya, perbuatan KPU yang dinilai merugikan Prima tidak dapat diseret ke ranah privat. Di samping itu, amar putusan perkara juga bertentangan dengan konstitusi.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie bahkan melontarkan pernyataan lebih keras. Ia menyebut hakim yang memutus perkara tersebut layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum pemilu. "Serta tidak mampu membedakan urusan privat (hukum perdata) dengan urusan-urusan publik." (OL-4)

Baca Juga

MI/Susanto

KPK Bagikan Cara Mengadukan Kekayaan Pejabat yang Dinilai Janggal

👤Candra Yuri Nuralam 🕔Minggu 26 Maret 2023, 09:31 WIB
Harta yang terdata bisa dilaporkan jika dinilai janggal. Caranya dengan mengakses tombol merah bergambarkan toa speaker di sisi kanan...
ANTARA/Reno Esnir

KPK Sudah Sita Lebih dari Rp100 Miliar dari Kasus Suap Lukas Enembe

👤Candra Yuri Nuralam 🕔Minggu 26 Maret 2023, 09:23 WIB
Barang yang disita berupa uang tunai, emas batangan sampai kendaraan. KPK, saat ini, tengah fokus menguatkan...
MI/Ardi

Mahfud MD Didesak Pertajam Amunisi KPK Ketimbang Hanya Koar-koar Soal Aliran Dana Rp349 T

👤Candra Yuri Nuralam 🕔Minggu 26 Maret 2023, 09:17 WIB
"Sebagai seorang Menkopolhukam, Prof Mahfud ini lebih pas kalau aktif menyuarakan atau support terhadap ditetapkannya RUU Perampasan...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya