Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

DPR Bahas RUU KUHP per Fraksi

Sri Utami
06/7/2022 15:30
DPR Bahas RUU KUHP per Fraksi
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (tengah).(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

RANCANGAN Undang-Undang KUHP atau beleid RUU KUHP pada 2019 yang telah disetujui pada pembahasan tingkat pertama perlu dilakukan penyempurnaan kembali.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej saat rapat kerja dengan Komisi III DPR memaparkan terdapat tujuh poin penting untuk menyempurnakan RUU KUHP.

Pertama menyoal 14 isu krusial kemudian tentang ancaman pidana, tindak pidana penadahan penerbitan dan percetakan. Selanjutnya yakni tentang harmonisasi undang-undang di luar KUHP, kelima sinkronisasi batang tubuh dan penjelasan, keenam teknik penyusunan dan terakhir berkaitan dengan typo atau perbaikan penulisan.

"Terkait 14 isu krusial berdasarkan diskusi publik yang telah diselenggarakan di 12 kota tim pembahasan KUHP sudah mengkaji dan menyesuaikan isu krusial KUHP meliputi 14 isu," ucapnya, Rabu (6/7).

Dia merinci 14 isu krusial yaitu hukum yang hidup dalam masyarakat, pidana mati, penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin, contempt of court, unggas yang merusak kebun yang ditaburi benih. Kemudian yaitu advokat yang curang, penodaan agama, penganiayaan hewan, alat pencegahan kehamilan dan pengguguran kandungan, penggelandangan, pengguguran kandungan dan indak pidana kesusilaan atau perzinaan dan terhadap tubuh.

"Terkait ancaman pidana kami melakukan sinkronisasi dengan berapa ketentuan dan ada 7 poin," ujarnya.

Dalam kajiannya pemerintah juga menemukan tindak pidana penadahan penerbitan dan percetakan belum diatur dalam beleid RUU KUHP 2019. Sehingga pemerintah memasukan aturan tersebut dalam beleid. Dengan demikian terdapat 6 tindak pidana dalam KUHP yang belum diatur kembali dalam RUU KUHP yaitu tindak pidana penadahan tiga pasal dan penerbitan dan percetakan juga tiga pasal.

Baca juga: Wamenkumham: Tidak Ada Perubahan, RUU Pemasyarakatan Siap Disahkan

"Kami juga harus melakukan harmonisasi dengan undang-undang di luar KUHP yaitu undang-undang 28 Tahun 2002 tentang Bangunan dan Gedung kemudian undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang lalu undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas lalu undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS," ungkapnya.

Selain itu sinkronisasi batang tubuh dengan penjelasan jug ditambahkan mengenai kritik terkait pasal 218 ayat 2 yang menyangkut harkat dan martabat presiden atau wakil presiden.

"Jadi kami menambahkan di penjelasan mengenai kritik yang dimaksud dilakukan untuk kepentingan umum adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresidan hak berdemokrasi misalnya melalui kritik atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan presiden dan wakil presiden"

Sementara itu Komisi III DPR telah menerima beleid RUU KUHP dan RUU tentang Pemasyarakatan yang telah disempurnakan. Sedangkan pembahasan RUU KUHP disepakati akan dibahas secara internal oleh setiap fraksi. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menerangkan ada dua pasal yang digugurkan pemerintah (advokat dan praktek dokter) akan dibahas dan diperdebatkan dalam fraksi.

"Sua pasal yang digugurkan oleh pemerintah ini pasti akan kita bahas tidak mungkin kita mengatakan DPR setuju. Tidak bisa kita pungkiri juga masukan dari masyarakat yang terkait dengan reformulasi pasal bukan soal politik hukum, bukan tentang substansi pasal. Itu berarti sedikit banyak akan ada pembahasan," terangnya.

Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir mengkhwatirkan RUU Permasyarakatan akan menuai masalah jika disetujui untuk diparipurnakan. Sedangkan RUU KUHP harus dilakukan pembahasan yang lebih cermat sebelum diparipurnakan.

"Untuk yang PAS (RUU Pemasyarakatan) sudah disahkan di tingkat satu maka dibawa ke tingkat dua, apakah ada masalah? Sedangkan untuk KUHP memang perlu beberapa kali diskusi dulu sebelum kita ambil keputusan," tukasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya