Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Diduga Suap Polisi, Advokat Iming Patut Dilaporkan ke KPK

Rahmatul Fajri
23/12/2021 21:22
Diduga Suap Polisi, Advokat Iming Patut Dilaporkan ke KPK
Ilustrasi(MI/Tiyok)

PAKAR hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, pihak yang memberikan uang kepada oknum polisi dikategorikan sebagai suap dan atau gratifikasi.

Hal tersebut diutarakan Fickar menanggapi perbuatan seorang advokat bernama Iming Tesalonika yang diduga memberikan uang kepada seorang oknum penyidik bernama Nugroho Nurhayadi yang bertugas di Polres Metro Jakarta Pusat.

"Apapun istilahnya memberikan sesuatu uang atau barang kepada polisi itu bisa dikualifikasikan sebagai suap. Apalagi jumlahnya jutaan rupiah," ujar Fickar, Kamis (23/12).

Menurut Fickar, penetapan tersangka terhadap Chandra Gunawan CS bisa diduga sebagai rekayasa. Pasalnya, oknum penyidik yang tengah memproses kasus tersebut malah meminta uang kepada pelapor.

Fickar menegaskan, penyelenggara negara yang menerima uang dalam menjalankan tugasnya, apalagi memintanya dapat dikualifikasi sebagai perbuatan korupsi. Ia menyarankan supaya membawa kasus tersebut ke ranah pidana Tipikor.

"Lapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindak pidana korupsi itu tindak pidana umum atau biasa. Bukan delik aduan. Jadi siapa saja yang mengerti kasusnya boleh melapor, tapi kalau bisa yang mengetahui dan yang akan jadi saksi," tegasnya.

Diketahui, pemberi suap diatur secara tegas dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara penerima suap diatur dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sebelumnya, seorang oknum penyidik bernama Nugroho Nurhayadi yang bertugas di Polres Metro Jakarta Pusat diadukan ke Divisi Propam Polri atas dugaan pelanggaran kode etik profesi. Penyidik berpangkat Aiptu tersebut diadukan oleh seseorang advokat bernama Syahrial Aftar, S.H, M.H. "Betul (saya yang melapor)," ujar Syahrial saat dihubungi, Rabu (10/11/2021).

Pengaduan tersebut dilayangkan terkait proses penanganan laporan polisi dengan LP/4326/VII/2019/PMJ/DITRESKRIMUM Tanggal 17 Juli 2019 silam. Pelapornya adalah warga Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat bernama The Tiau Hok. Laporan tersebut dibuat oleh kuasa hukumnya bernama Jus Sunardi.

Sementara terlapornya adalah Chandra Gunawan, Andreas Solaeman dan Bunian Leo. Ketiga terlapor diduga melanggar pasal 264 dan atau 266 KUHP terkait tindak pidana memasukan surat dan atau menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik. Penyidik pun menetapkan ketiganya menjadi tersangka.

Pelapor beralasan, proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut diduga tidak profesional yang mengantar para terlapor ditetapkan sebagai tersangka. Namun pada tanggal 30 Juli 2021, penetapan tersangka terhadap ketiga pelapor dinyatakan tidak sah. Kasus tersebut dinyatakan berhenti dari penyidikannya atau SP3.

Hal tersebut diketahui melalui surat pemberitahuan penghentian penyidikan dengan nomor B/5822/VII/Res.1.9/2021/Restro. Jakpus tanggal 30 Juli 2021 yang dikirim kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 2 Agustus 2021. Usai kasus tersebut dinyatakan, para pelapor belum ada upaya praperadilan.

Sementara berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Audit Investigasi (SPHAI-2) dengan nomor B/246/X/WAS.2.1./2021/Rowabrof dari Divpropam Mabes Polri pada 27 Oktober 2021 menyatakan telah ditemukan pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan oleh Nugroho.

Nugroho diduga melanggar pasal 7 Ayat (1) huruf C, Pasal 14 Huruf D dan K Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Baca Juga: Baliho Puan Terpampang di Pengungsian Semeru, Pengamat: Tidak Elok

Kasus ini pun makin menarik setelah nama istri The Tiau Hok bernama Julio dan pengacaranya bernama Iming Tesalonika ikut diseret. Berdasarkan data yang dihimpun, penyidik Nugroho diduga bekerjasama dengan Julio dan Iming.

Julio melalui Iming diduga memberikan uang puluhan juta rupiah kepada Nugroho. Pemberian uang tersebut melalui transfer ke rekening Nugroho.

Iming pun tak membantah terkait pemberian uang tersebut kepada Nugroho. Iming memastikan, pihaknya tunaikan permintaan Nugroho supaya urusannya juga bisa dibantu.

"Nugroho minta uang serupa wartawan ya. Buat (foto) copy, bensin, ibunya sakit, melayat tetangga dll. Saya bantu agar urusan saya dibantu," ujar Iming melalui pesan whatsappnya, Rabu (10/11/2021).

Namun Iming mengaku uang tersebut telah dikembalikan oleh Nugroho. "Bantu pinjami dana sesama rekan profesi penegak hukum, dan dana sudah dikembalikan," katanya.

Sementara Julio sendiri tidak merespon saat dihubungi ketika ditanyakan terkait namanya yang ikut terseret dalam kasus pelanggaran etik Nugroho.

Diketahui, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah mengeluarkan telegram atas nama Kapolri dengan Nomor : ST/2162/X/HUK.2.8./2021 yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Senin (18/10/2021).

Pada poin 11 telegram tersebut menegaskan bahwa Memberikan punishment/sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melanggar disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.(OL-13)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya