Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
MANTAN Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menilai sejumlah dalil dalam putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan PP Nomor 99 Tahun 2012 menggunakan konsep secara keliru dan cenderung manipulatif. Dalam putusannya MA menyebut pertimbangan restorative justice, kelebihan kapasitas lapas, hingga hak asasi manusia (HAM).
"Mengatakan ini (syarat ketat remisi) melanggar hak asasi manusia adalah sama dengan mengatakan keadilan restorative justice. Ini manipulatif, konsep yang keliru," kata Denny dalam diskusi daring, Selasa (2/11).
Ia mempersoalkan hak remisi narapidana yang seolah-olah disamakan dengan HAM. Menurutnya, konsep HAM diterapkan secara keliru dalam putusan MA. UU Pemasyarakatan yang mengatur soal remisi dalam Pasal 14 (1), imbuhnya, jelas menyebutnya sebagai hak narapidana bukan hak universal setiap orang.
"Hak napi kok disebut hak asasi manusia. Pasal 14 itu bicara napi berhak bukan bicara setiap orang berhak, bukan setiap manusia berhak. Itu hak narapidana, bukan hak asasi manusia. Kan tidak semua manusia, maaf, narapidana," ujarnya.
Baca juga: KPK: Kepala Daerah Tak Boleh Persulit Perizinan
Ia mengungkit sejak 2013 pengujian terhadap PP 99/2012 sudah pernah terjadi dan semuanya ditolak. Baru kali ini pengujian PP tersebut dikabulkan. Menurutnya, pembatalan PP remisi itu tak terlepas dari putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait uji materi UU Pemasyarakatan yang diajukan OC Kaligis belum lama ini.
Meski MK menolak permohonan tersebut, ujar Denny, ada sejumlah pertimbangan yang seolah-olah membukakan jalan bagi lahirnya putusan MA.
Pasalnya, pertimbangan MA dalam pembatalan PP itu sejalan dengan pertimbangan MK. Pertimbangan itu terkait alasan restorative justice, kelebihan beban kapasitas lapas, diskriminasi.
"Jadi MK membukakan pintu, memberikan pertimbangan. MA mengeksekusinya dengan membatalkannya," ungkapnya.
Alasan terkait kelebihan penghuni lapas juga dinilainya tak rasional. Pasalnya jumlah koruptor jauh lebih kecil. Mengutip data Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Denny menyampaikan saat ini total narapidana sekitar 270 ribu orang dan dari jumlah itu narapidana koruptor 4.431 orang.
"Ini hanya 0,0164% (koruptor). Yang banyak itu karena narkotika 138 ribu orang. Ini bukan karena PP 99/2012, ini karena pemakai yang seharusnya tidak dimasukkan ke penjara. Yang seharusnya dimasukkan penjara itu bandar, yang diperketat syarat remisinya bandar," ujarnya.(OL-4)
Tren tutup muka ini masih menunjukkan bahwa korupsi menjadi aib bagi para tersangka.
Ia mengaku menerima laporan bahwa masih ada hakim yang belum memiliki rumah dinas. Hakim tersebut masih mengontrak.
Memberantas mafia peradilan tak cukup dengan melakukan mutasi besar-besaran terhadap hakim seperti yang dilakukan Mahkamah Agung (MA).
ANALISIS komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto menerapkan amnesti umum bagi para koruptor yang beraksi sebelum masa kepemimpinannya.
Pembangunan lapas baru, kata Willy, bisa saja misalnya ditambah di antara 363 pulau-pulau kecil yang ada di Aceh, atau di Sumatera Utara yang memiliki 229 pulau.
PRESIDEN Prabowo Subianto berencana membuat penjara khusus koruptor di pulau terpencil yang dikelilingi hiu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung usulan tersebut.
MA AS mengizinkan Presiden Donald Trump melanjutkan rencana pemangkasan pegawai Departemen Pendidikan.
Mediasi dilakukan untuk mengurangi beban Mahkamah Agung
DAlam Revisi KUHAP, Mahkamah Agung tetap bisa menjatuhkan hukuman sesuai keyakinannya, apakah lebih berat atau tidak lebih berat daripada pengadilan yang sebelumnya,
PENETAPAN kembali Zarof Ricar sebagai tersangka kasus korupsi oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung dinilai belum cukup
Kejagung kembali menetapkan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, sebagai tersangka. Kali ini, Zarof diduga terlibat dalam kasus suap di Pngadilan Tinggi dan MA periode 2023–2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved