TERDAKWA perkara suap terkait pengurusan fatwa Mahkaman Agung (MA) dan penghapusan nama dari daftar pencarian orang (DPO) berdasarkan red notice, Joko Soegiarto Tjandra, tampaknya belum puas dengan peringanan hukuman dari majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Sebelumnya, Hakim pengadilan tingkat banding yang diketuai Muhamad Yusuf dan beranggotakan Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi dan Reny Halida Ilham Malik memangkas hukuman Joko dari 4 tahun dan 6 bulan, kemudian menjadi 3 tahun dan 6 bulan penjara.
Adapun ketidakpuasan Joko Tjandra disuarakan melalui penasihat hukumnya, yakni Soesilo Aribowo. "Sebenarnya kami pun masih keberatan dengan putusan itu, pembuktiannya lemah," ujar Soesilo dalam keterangan resmi, Jumat (31/7).
Baca juga: Pengadilan Tinggi Diskon Setahun Vonis Joko Tjandra
Berdasarkan surat putusan Pengadilan Tinggi DKI yang diunggah di laman Direktori Putusan MA, hakim menilai Joko terbukti menyuap bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar US$500 ribu dari US$1 juta yang dijanjikan.
Suap itu dilakukan untuk mengurus fatwa MA, agar Joko tidak menjalani eksekusi pidana 2 tahun penjara dalam perkara korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Joko juga terbukti menyuap dua jenderal Polri untuk menghapus namanya dari DPO berdasarkan red notice dalam sistem ECS Dirjen Imigrasi.
Baca juga: Banding Ditolak PT DKI, Vonis Irjen Napoleon tetap 4 Tahun
Kedua jenderal tersebut, yakni mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo. Adapun suap diberikan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi.
Soesilo belum bisa memastikan untuk mengajukan kasasi ke MA terhadap putusan banding itu. "Saya mesti diskusi dengan Pak Joko dulu," pungkasnya. Hal senada juga disampaikan oleh tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
"Saat ini, JPU masih mempelajari putusannya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso saat dikonfirmasi.(OL-11)