Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
MANTAN Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, resmi mengajukan banding terhadap vonis 5 tahun yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis (15/7) lalu. Hal itu disampaikan oleh penasihat hukum Edhy, Soesilo Aribowo.
"(Kami ajukan) banding" singkat Soesilo kepada Media Indonesia melalui keterangan tertulis, Jumat (23/7).
Ia menyebut pengajuan banding telah dilakukan pada Kamis (22/7) lalu melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Edhy dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dalam perkara suap guna memuluskan pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur. Selain pidana badan, majelis hakim yang diketuai oleh Albertus Usada saat itu juga menjatuhakan hukuman denda Rp400 juta subsider 6 bulan serta pidana tambahan.
Baca juga: KPK Minta Masyarakat tidak Hujat Fahri Hamzah dan Azis Syamsuddin Terkait Kasus Edhy Prabowo
Adapun pidana tambahan yang dimaksud adalah pidana uang pengganti sebesar Rp9,687 miliar dan US$77 ribu yang harus dibayar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusannya berkekuatan hukum tetap. Selain itu, hak politik Edhy untuk dipilih dalam jabatan publik juga dicabut selama 3 tahun setelah ia selesai menjalani pidana pokok.
Dalam sidang putusan tersebut, diketahui salah satu hakim anggota, yakni Suparman Nyompa, mengajukan perbedaan pendapat atau dissenting opinion. Menurutnya, karena fakta persidangan tidak menemukan adanya bukti bahwa Edhy menerima suap dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito, maka dakwaan yang terbukti adalah Pasal 11 UU Tipikor.
Pandangan tersebut berbeda dengan Albertus maupun hakim anggota lainnya, Ali Muhtarom, bahwa dakwaan jaksa penuntut umum KPK yang terbukti terhadap Edhy adalah Pasal 12 UU Tipikor. Menurut Soesilo, dissenting opinion hakim Suparman menjadi salah satu alasan untuk memperkuat banding. "Kalau dipaksakan, kasus ini lebih pas ke Pasal 11 (UU Tipikor)," katanya.
Edhy terbukti menerima suap sebesar US$77 ribu dari Suharjito. Ia juga terbukti menerima suap sebesar Rp24,625 yang merupakan akumulasi keuntungan dari PT Aero Citra Kargo, perusahaan pengiriman ekspor BBL. Dalam perkara itu, Edhy ikut merombak susuan pengurus dan kepemilkan saham PT ACK dengan menempatkan dua nomine. (OL-13)
Baca Juga: Ini Alasan Enam Pegawai KPK yang Gagal TWK Tolak Dibina
SEKRETARIS Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya Hardianto Harefa menilai upah sebagian kepala daerah masih terlalu kecil.
Eks Wakapolri Oegroseno, menyarankan agar penyidikan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada Polri.
Kejagung dinilai menggunakan pasal keranjang sampah dalam pengusutan kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit oleh Bank DKI Jakarta dan BJB pada Sritex
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, sejak berkas perkara dikembalikan, penyidik Bareskrim belum mengirimkan perbaikan sesuai catatan JPU.
TERSANGKA kasus impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menagih salinan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar dari proses hukum
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Dalil dalam gugatan politisi itu dinilai tidak jelas.
KPK mengklarifikasi soal hilangnya dugaan transaksi gratifikasi dalam dakwaan kasasi Edhy Prabowo. Keputusan itu disebut hak jaksa atas kebutuhan persidangan.
Gratifikasi terkait penanganan kasasi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo hilang dalam dakwaan kasus Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjadi salah satu pemberi gratifikasi kepada Hakim Agung Gazalba Saleh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved