Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Kebijakan Afirmasi Mutlak Diperlukan

Sri Utami
05/12/2020 02:25
Kebijakan Afirmasi Mutlak Diperlukan
Direktur Eksekutif Puskapol Fisip UI Aditya Perdana.(Medcom.id/Arga S)

DIREKTUR Eksekutif Puskapol Universitas Indonesia Aditya Perdana mengatakan keterwakilan perempuan dalam politik saat ini jauh lebih baik ketimbang pada Pemilu 2014 yang hanya mencapai 17%, sedangkan pada Pemilu 2019 bisa mencapai 21%.

“Sebenarnya kinerja perempuan masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, fakta dan harapan itu menarik untuk dilihat ke depan dalam revisi aturan UU untuk bisa jadi lebih baik,” jelasnya.

Dalam praktiknya, keterwakilan perempuan dalam parlemen masih dipengaruhi atau berasal dari keluarga dan dinasti politik. “Seharusnya keberadaan perempuan di DPR tidak hanya mencerminkan elite lokal, tapi juga di luar seperti dari masyarakat,” imbuhnya saat diskusi daring Menakar Peluang Penguatan Kebijakan Afirmasi Keterwakilan Perempuan dalam RUU Pemilu, kemarin.

“Jika kita lihat refleksi keterwakilan perempuan sejak 2004 jumlahnya fluktuatif, tapi Partai NasDem sangat tinggi jumlah keterwakilan perempuannya,” ucapnya.

Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia Dwi Septiawati Djafar menambahkan keterwakilan perempuan jadi urusan semua pihak. Keterwakilan perempuan di parlemen 30% bisa terwujud ketika ada kebijakan afirmasi.

“Ketika kebijakan afirmasi tentu pemilu yang adil dan ramah terhadap perempuan akan terwujud. Setelah kami mengajak diskusi partai politik, enam partai politik tidak keberatan adanya afirmasi keterwakilan perempuan,” tuturnya.

Sementara itu, menurut Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) Dermawan rendahnya keterwakilan perempuan dalam politik membuat banyak kebijakan tidak responsif, termasuk dengan permasalahan perempuan.

“Kondisi kemudian melahirkan kebijakan yang tidak responsif gender dan masalah perempuan.” (Sru/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya