Headline
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.
MENKO Polhukkam Mahfud MD beberapa waktu lalu mewacanakan menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor. Wacana Mahfud MD ini mendapat tanggapan dari Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof Fathul Wahid. Menurutnya wacana untuk menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor, telah memunculkan kembali polemik di masyarakat.
"Pasalnya, Tim Pemburu Koruptor yang dahulu pernah dibentuk pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di tahun 2004 dibubarkan atas desakan DPR dan masyarakat sipil pada 2009 karena kinerjanya yang tidak sesuai harapan," kata Fathul Wahid dalam keterangan tertulis diterima mediaindonesia.com, Jumat (31/7).
Ia juga mempertanyakan urgensi menghidupkan kembali atau pembentukan kembali Tim Pemburu Koruptor yang dahulu sudah dinyatakan gagal.
"Apa relevansi mencuatnya kasus munculnya Djoko Tjandra dengan pembentukan Tim Pemburu Koruptor, sementara persoalannya adalah dugaan pemberian fasilitas oleh beberapa oknum penyelenggara negara? Apakah pembentukan tim ini telah didasarkan pada evaluasi yang menyeluruh terhadap praktik dan kualitas integrated criminal justice system? Bagaimana masa depan pemberantasan korupsi jika tim ini akan dibentuk. Manakala evaluasi di atas sementara ini belum dilakukan?," ungkap Rektor.
Pernyataan Universitas Islam Indonesia tersebut merupakan hasil kajian forum akademik Pusat Studi Hukum UII. Dijelaskan lagi, hingga saat ini pembentukan tim tersebut tidak memiliki urgensi terutama jika dikaitkan dengan masa dengan pemberantasan korupsi dan upaya efisiensi keuangan negara. Berdasarkan integrated criminal justice system, katanya, penghidupan kembali Tim Pemburu Koruptor justru akan menganggu keterpaduan antar lembaga penegak hukum.
Fathul Wahid menegaskan tim ini sangat potensial mengakibatkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga penegak hukum yang lainnya (kepolisan, kejaksaan dan KPK). Sivitas akademika UII menilai, wacana ini muncul tidak didasarkan pada pembacaan permasalahan yang tepat. Ditegaskan lagi, problem yang dihadapi oleh Indonesia dalam pemberantasan korupsi bukan karena ketiadaan lembaga khusus untuk memburu koruptor melainkan komitmen penyelenggara negara untuk mengoptimalkan kinerja lembaga penegak hukum yang ada.
Fathul Wahid menambahkan yang mendesak saat ini justru keberadaan UU Nomor 19 tahun 2019 revisi UU nomor 30 tahun 2002, yang justru melemahkan KPK dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.
"Pembentuk UU yang menempatkan KPK dalam rumpun eksekutif beserta beberapa hal lain dalam perubahan UU KPK terbaru sangat potensial menjadikan KPK tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik," katanya.
baca juga: Anggota DPR Sebut Penangkapan Joko Tjandra Bukti Keseriusan Polri
Oleh karenanya, hal yang urgen adalah mengembalikan KPK sebagai lembaga negara independen yang tidak berada pada rumpun kekuasaan manapun. UII, lanjutnya, juga mendesak evaluasi menyeluruh atas kinerja empat lembaga penting penegakan hukum khususnya yang menangani tindak pidana korupsi, kepolisian, kejaksaan, lembaga peradilan dan lembaga pemasyarakatan.
Fatul mengingatkan pembentukan KPK sebagai trigger mechanism dalam pemberantasan korupsi justru belakangan diperlemah, sementara evaluasi terhadap keempat lembaga di atas belum dilakukan. (OL-3)
Tim jaksa penyidik Kejari Kota Bandung menyatakan bahwa proses penyidikan umum telah ditingkatkan ke tahap penyidikan khusus setelah ditemukan dua alat bukti yang sah dan cukup.
Wamenaker Immanuel Ebenezer atau Noel terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setyo mengatakan, pengecualian ini mengartikan pemerintah masih mengategorikan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, penanganannya harus lex specialis.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan kerugian negara dalam dugaan kasus korupsi pengangkutan bantuan sosial di Kementerian Sosial mencapai Rp200 miliar.
Empat orang dicegah ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka diduga terlibat dalam kasus korupsi pengangkutan penyaluran bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial.
PEMBERIAN pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto memberikan preseden buruk pada pemberantasan korupsi di Indonesia.
KPK mengaku miris dengan patokan harga Rp6 juta ini. Sebab, nominal itu jauh di atas rata-rata pendapatan buruh.
“IEG meminta untuk renovasi rumah (di wilayah) Cimanggis, IBM kasih Rp3 miliar,” ujar Setyo.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan alasan dibalik cepatnya para penyidik dalam menyita 22 kendaraan dan uang Wamenaker Immanuel Ebenezer.
Immanuel Ebenezer tidak hanya menerima aliran uang Rp 3 miliar. Ia juga menerima kendaraan roda dua dengan merek Ducati.
Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 Kementerian Ketenagakerjaan Irvian Bobby Mahendro (IBM) menjadi tersangka yang menerima aliran dana hingga Rp69 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut aliran dana dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved