Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PRESIDEN Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 91 Tahun 2019 tentang Organ Pelaksana Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan penelusuran, Perpres No. 91/2019 memang sesuai dengan UU No. 19/2019 tentang KPK Pasal 37C yang menyebut Dewan Pengawas dalam menjalankan tugas membentuk organ pelaksana pengawas yang ketentuannya diatur dengan peraturan presiden.
Pun dalam Perpres No. 91/2019 tidak terdapat klausul tentang pembentukan inspektorat jenderal dalam tubuh KPK.
Sementara, sebelumnya beredar rancangan Perpres tentang organisasi dan tata kerja pimpinan serta organ pelaksana pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam rancangan tersebut, terdapat Pasal 6 yang menyebut Inspektorat Jenderal sebagai salah satu dari organ pelaksana Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berdasar rancangan tersebut, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengungkapkan ada potensi masalah jika rancangan Perpres tersebut disahkan.
"Kami yang di Komisi III memang melihat dari sisi ilmu perundang-undangan, adanya potensi bermasalah jika Perpres itu diterbitkan dengan materi muatan seperti yang banyak beredar di media, antara lain tentang dibuatnya struktur baru Inspektorat Jenderal," terang Arsul saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (4/1).
Baca juga: Sekretariat Dewas KPK Kelola Aduan Masyarakat
Arsul mengemukakan tiga pontensi masalah berkaitan dengan pembentukan Irjen KPK. Pertama, menurutnya, UU Nomor 19 Tahun 2019 tidak mencantumkan kewenangan presiden untuk membentuk organ pelaksana pimpinan KPK.
"Masalah pertama, UU KPK baik UU No. 30/2002 maupun UU No. 19/2019 tidak mendelegasikan kewenangan pengaturan lebih lanjut organisasi KPK kepada presiden dengan menerbitkan Perpres," lanjutnya.
Kedua, struktur inti organisasi KPK diatur dalam UU KPK termasuk tentang sekretaris jenderal, deputi dan tim penasehat.
"Nah kalau kemudian ada struktur inti baru yang bernama inspektorat jenderal hanya dengan perpres maka menjadi pertanyaan secara hukum," tuturnya.
Menurutnya, jika ingin menambah struktur inti baru dalam organisasi KPK, selayaknya dilakukan dengan merevisi UU KPK bukan Perpres.
"Mestinya ya kalau mau menambah struktur inti ya dengan merevisi UU KPK lagi," imbuhnya
Selain itu, ucap Arsul, keberadaan Irjen KPK bakal membuat fungsi pengawasan internal KPK menjadi berulang atau pemborosan. Menurutnya, berdasar UU Nomor 19/2019, fungsi pengawasan internal KPK dilakukan oleh Dewan Pengawas dan kedeputian pengawasan internal KPK.
"Nah, lalu untuk apa lagi ada inspektorat jenderal. Ini namanya redundancy fungsi pengawasan internal," tegasnya.
Arsul juga menilai penerbitan Perpres KPK tidak berkait dengan urgensi, tetapi pada potensi bermasalah secara perundang-undangan.
"Jadi bukan ada urgensi atau tidak, tetapi pengaturan tentang organisasi dan tata kerja KPK potensial bermasalah jika dibuat dalam bentuk perpres," pungkasnya.
Beberapa saat lalu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menerbitkan tiga peraturan presiden (perpres) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tiga perpres itu terkait dewan pengawas KPK, organisasi KPK, dan perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).(OL-5)
KETUA Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan.
UU KPK digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon mengajukan uji materi Pasal 30 ayat (1) dan (2) mengenai proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak sah.
Sejumlah harapan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029. Salah satu harapannya ialah KPK jangan tebang pilih dalam memberantas korupsi.
Saut Situmorang mengatakan lima pimpinan KPK yang baru terbentuk periode 2024-2029 berpotensi akan bekerja tidak independen dalam memberantas korupsi karena revisi UU KPK
Soleman B Ponto menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 87/PUU-XXI/2023 membenturkan kewenangan KPK dengan Kejaksaan dan TNI lewat Polisi Militer.
ICW harap pansel bisa objektif pilih kandidat Capim KPK
Kerja sama itu diharapkan dapat meminimalkan ketidakcocokan antara kedua belah pihak dalam menjalankan tugas-tugas memberantas korupsi.
Pembekalan dilaksanakan mulai Selasa, 17 Desember hingga 19 Desember 2024. Induksi tersebut merupakan kewajiban bagi seluruh insan Lembaga Antirasuah.
Masa jabatan pimpinan KPK periode 2019-2024 akan berakhir pada 20 Desember 2024. Presiden Prabowo Subianto melantik pimpinan dan Dewas KPK pada hari ini.
Albertina mengatakan, umurnya belum menyentuh masa pensiun. Sehingga, dia harus kembali lagi ke instansi asalnya usai purnatugas di Dewas KPK.
ANGGOTA Komisi III DPR Nasir Djamil mengungkapkan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon pimpinan dan calon dewan pengawas KPK dijadwalkan pekan depan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved