Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dewan Pengawas untuk Mencegah Kesewenangan

Medcom
14/9/2019 23:19
Dewan Pengawas untuk Mencegah Kesewenangan
Aksi dukung pimpinan KPK terpilih(MI/ Bary Fathahilah)

PENGAMAT pemberantasan korupsi dan pencucian uang Kristiawanto satu suara dengan Presiden Joko Widodo terkait keberadaan dewan pengawas dalam revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Di dalam sebuah negara demokras, jelasnya, setiap lembaga memiliki badan pengawas guna menjalankan fungsi kontrol.

“Pada prinsipnya, lembaga apapun itu perlu diawasi tidak bisa lembaga tanpa pengawasan itu. Memang pada dasarnya dalam nomenklatur UUD RI 1945, itu kan KPK tidak menjadi bagian dari kelembagaan negara karena sifatnya Adhoc," jelas Kristiawanto lewat keterangan tertulis, Sabtu (14/9).

Misalnya, kata dia, DPR ada yang mengawasi yakni Badan Kehormatan DPR. Kemudian, Polri diawasi oleh Kompolnas RI, kejaksaan juga pengawasnya yakni Komisi Kejaksaan. Bahkan, Presiden Republik Indonesia pun memiliki Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden).

“Artinya, ada pengawasan. Jadi, bukan hal yang baru istilahnya dalam sebuah ketatanegaraan kita,” ujar Dosen Hukum Pidana Universitas Jayabaya ini.

Selain itu, adanya dewan pengawas KPK juga berfungsi mengawasi kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) jika dikabulkan dalam revisi UU KPK.

"Lalau menurut saya harus seperti itu. Artinya, revisi ini semangatnya harus memperkuat KPK untuk mempercepat akselerasi dalam pemberantasan korupsi,” jelas dia.

Baca juga: Anggota DPR Anggap Pimpinan KPK Membangkang Konstitusi

 

Di samping itu, Kristiawanto menilai adanya usulan kewenangan SP3 di KPK untuk memberikan kepastian hukum dan tidak boleh terjadi kesewenang-wenangan dalam penanganannya. Sebab, sekarang kasus korupsi di Indonesia semakin lama malah banyak bukannya surut.

Filosofinya, kata dia, dulu memang KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3 agar penyidik dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka dipastikan memiliki alat bukti yang cukup.

“Faktanya, ketika orang itu tidak terbukti dan alat bukti tidak cukup, jadi tidak ada jalan keluarnya. Makanya, SP3 itu diperlukan. Kalau tidak ada SP3, harusnya KPK hati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tandasnya.

Terkait keberadaan dewan pengawas, Presiden Jokowi menyetujuinya jika diambil dari tokoh masyarakat, akademisi, atau pegiat antikorupsi, bukan politisi, birokrat, atau aparat penegak hukum aktif.

Selain itu, pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara, baik pegawai negeri sipil maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Hal ini dinilai sama dengan lembaga-lembaga mandiri lain, seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu. Presiden menambahkan, transisi supaya dilakukan dengan kehati-hatian. (Ant/OL-8).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya