Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

KPU Belum Berencana Terapkan E-voting

Putra Ananda
07/8/2019 19:30
KPU Belum Berencana Terapkan E-voting
Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Jakarta(MI/ROMMY PUJIANTO)

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mengaku pihaknya belum berencana menerapkan metode penggunaan e-voting baik dalam Pilkada 2020 ataupun Pemilu serentak 2020.

"Terkait dengan gagasan untuk e-voting tampaknya itu belum jadi agenda dalam waktu dekat," tutur Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (7/8).

Baca juga: BI Beri Sinyal Pertahankan Kebijakan Moneter Longgar

Wahyu melanjutkan, dalam waktu dekat yaitu persiapan Pilkada serentak 2020, KPU tengah menggagas konsep tentang e-rekap, yaitu proses rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan melalui bantuan teknologi informasi. Pemungutan suara tetap dilakukan secara manual melalui kertas suara konvesional.

"E-rekap yang mendesak dan lebih dibutuhkan dalam Pilkada 2020. Namun itu pun belum pasti karena kita baru melakukan tahap FGD dengan berbagai pihak. Tapi memang dari sisi kajian itu memungkinkan untuk dilaksanakan, maka KPU akan merencanakan e-rekap pada 2020," tuturnya.

Sebelumnya, usulan e-voting kembali mengemuka setelah dipaparkan oleh Menteri Dalam Negri (Mendagri), Tjahjo Kumolo. Terkait e-voting, Mendagri menerangkan itu perlu ditegaskan dalam undang-undang. Tidak menutup kemungkinan Undang-undang Pemilu direvisi untuk mendukung e-voting.

Menanggapi hal tersebut, Wahyu menegaskan, bahwa rencana penerapan e-voting perlu dilakukan kajian lebih jauh. Dirinya mencotohkan, negara-negara demokrasi besar seperti di negara bagian Amerika dan negara Eropa lainnya masih menggunakan metode pemungutan suara secara manual dengan kertas suara. Menurutnya, proses Pemilu membutuhkan kepercayaan dari semua pihak yang sulit tercapa jika pelasaksanaanya dilakukan tanpa kertas suara.

"Pemilu kan butuh kepercayaan dari semua pihak. Kita menginginkan bahwa dokumen di saat pemilih itu menggunakan hak pilihnya bisa diakses setiap saat. Pengertiannya secara teknis jika ada surat suara itu dicoblos, maka dokumen itu bisa dipergunakan setiap saat," tutur Wahyu.

Baca juga: Destry Soroti Perekonomian Global yang Perlu Diwaspadai

Wahyu menjelaskan, dokumen-dokumen konvesional seperti kertas suara bisa digunakan jika ada keberatan atau gugatan di MK. Jika ada ketidakyakinan terhadap hasil pemungutan suara, penelusuran dokumen lebih mudah dilakukan jika tetap menggunakan kertas suara manual.

"Itu salah satu pertimbangan mengapa di beberapa negara bagian Amerika Serikat ketersediaan fakta dokumen itulah yang menyebabkan mereka cenderung kembali menggunakan pemungutan secara manual. Tapi rekapitulasinya tentu saja menggunakan teknologi informasi. Itu setidaknya hasil diskusi sampai dengan saat ini. Tetapi tidak menutup kemungkinan kajian berikutnya akan menghasilkan sesuatu yang berbeda," jelasnya. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya