Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

E-Voting di Sejumlah Negara Banyak Ditinggalkan, Pemerintah Diminta Fokus pada E-Rekap

Devi Harahap
24/7/2025 17:38
 E-Voting di Sejumlah Negara Banyak Ditinggalkan, Pemerintah Diminta Fokus pada E-Rekap
Petugas melakukan pamantauan rekapitulasi penghitungan suara secara nasional pada Pilkada Serentak 2024 melalui aplikasi Sirekap(MI/Usman Iskandar)(MI/Usman Iskandar)

PENELITI Senior Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama, mengatakan pemerintah harus memikirkan ulang terkait rencana penerapan sistem elektronik voting (e-voting) pada pemilu. Ia menyebut secara global, penerapan e-voting di berbagai negara tidak mudah dan sudah banyak ditinggalkan. 

“Beberapa negara yang awalnya menggunakan e-voting seperti Australia, Kanada, Prancis, dan Jepang, telah menghentikan atau mengurangi penggunaan sistem ini karena berbagai masalah terkait keamanan, keandalan, dan kepercayaan publik,” katanya di Jakarta pada Kamis (24/7). 

Pengurus Jaga Suara 2024 itu menjelaskan, banyak negara yang meninggalkan e-voting karena sistem digitalisasi dalam proses pencoblosan di bilik suara cenderung dinilai melanggar asas kerahasiaan pemilih dan transparansi data hasil pemilu sebelum direkapitulasi. 

“Muara utama dari teknologi informasi adalah transparansi dan akuntabilitas tetapi tujuan besarnya adalah harus memenuhi syarat kepercayaan publik dan peserta pemilu, terhadap sistem dan teknologi informasi tersebut. Jika kepercayaan itu tidak ada, maka akan banyak dipersoalkan,” tukasnya. 

Dia mencontohkan, ketika Pilpres Amerika Serikat (AS) antara Hillary Clinton versus Donald Trump. Saat itu banyak isu terhadap penggunaan e-voting, sehingga Kongres dan Senat AS membentuk tim investigasi khusus terhadap penggunaan teknologi e-voting.

Lalu, pemilu di Jerman, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Jerman yang mengembalikan penggunaan surat suara manual dari e-voting. Pasalnya, penggunaan e-voting cenderung melanggar asas kerahasiaan pemilih dan transparansi data hasil pemilu.

Selain itu, Heroik menuturkan penerapan e-voting akan menggantikan formulir C yang ada di TPS, sehingga akan menyulitkan untuk melihat data sumber utamanya.

E-voting, kata dia, juga akan menutup ruang partisipasi publik untuk memastikan proses akurasi penghitungan suara itu terjadi meski dalam e-voting terdapat sistem Voter Verified Paper Audit Trail (VVPAT) atau kertas yang menjadi salah satu alat bantu ketika terjadi sengketa untuk melihat akurasi dari hasil penghitungan.

Belum lagi, lanjut Heroik, penerapan e-voting secara biaya akan menelan biaya yang cukup mahal. Hal ini dilihat dari harga mesin, perawatan, sistem audit yang harus dilakukan.

Fokus Perkuat E-Rekap

Alih-alih menerapkan sistem e-voting yang berpotensi memiliki banyak tantangan, Heroik lebih merekomendasikan agar pemerintah memperkuat sistem elektronik rekapitulasi (e-rekap) untuk pemilu di Indonesia agar keperluan tabulasi data jauh lebih efektif dan efisien. 

“Kita sudah cukup panjang mengadopsi teknologi pada proses rekapitulasi untuk kebutuhan tabulasi data. Kita juga punya situasi empiris pada pemilu dan pilkada 2024 yang bisa menjadi dasar perbaikan. Kita juga melihat tingkat akurasi dan kecepatan hitung e-rekap jauh lebih tinggi dan cepat,” jelasnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya