Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PENELITI Senior Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Heroik Pratama, mengatakan pemerintah harus memikirkan ulang terkait rencana penerapan sistem elektronik voting (e-voting) pada pemilu. Ia menyebut secara global, penerapan e-voting di berbagai negara tidak mudah dan sudah banyak ditinggalkan.
“Beberapa negara yang awalnya menggunakan e-voting seperti Australia, Kanada, Prancis, dan Jepang, telah menghentikan atau mengurangi penggunaan sistem ini karena berbagai masalah terkait keamanan, keandalan, dan kepercayaan publik,” katanya di Jakarta pada Kamis (24/7).
Pengurus Jaga Suara 2024 itu menjelaskan, banyak negara yang meninggalkan e-voting karena sistem digitalisasi dalam proses pencoblosan di bilik suara cenderung dinilai melanggar asas kerahasiaan pemilih dan transparansi data hasil pemilu sebelum direkapitulasi.
“Muara utama dari teknologi informasi adalah transparansi dan akuntabilitas tetapi tujuan besarnya adalah harus memenuhi syarat kepercayaan publik dan peserta pemilu, terhadap sistem dan teknologi informasi tersebut. Jika kepercayaan itu tidak ada, maka akan banyak dipersoalkan,” tukasnya.
Dia mencontohkan, ketika Pilpres Amerika Serikat (AS) antara Hillary Clinton versus Donald Trump. Saat itu banyak isu terhadap penggunaan e-voting, sehingga Kongres dan Senat AS membentuk tim investigasi khusus terhadap penggunaan teknologi e-voting.
Lalu, pemilu di Jerman, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Jerman yang mengembalikan penggunaan surat suara manual dari e-voting. Pasalnya, penggunaan e-voting cenderung melanggar asas kerahasiaan pemilih dan transparansi data hasil pemilu.
Selain itu, Heroik menuturkan penerapan e-voting akan menggantikan formulir C yang ada di TPS, sehingga akan menyulitkan untuk melihat data sumber utamanya.
E-voting, kata dia, juga akan menutup ruang partisipasi publik untuk memastikan proses akurasi penghitungan suara itu terjadi meski dalam e-voting terdapat sistem Voter Verified Paper Audit Trail (VVPAT) atau kertas yang menjadi salah satu alat bantu ketika terjadi sengketa untuk melihat akurasi dari hasil penghitungan.
Belum lagi, lanjut Heroik, penerapan e-voting secara biaya akan menelan biaya yang cukup mahal. Hal ini dilihat dari harga mesin, perawatan, sistem audit yang harus dilakukan.
Alih-alih menerapkan sistem e-voting yang berpotensi memiliki banyak tantangan, Heroik lebih merekomendasikan agar pemerintah memperkuat sistem elektronik rekapitulasi (e-rekap) untuk pemilu di Indonesia agar keperluan tabulasi data jauh lebih efektif dan efisien.
“Kita sudah cukup panjang mengadopsi teknologi pada proses rekapitulasi untuk kebutuhan tabulasi data. Kita juga punya situasi empiris pada pemilu dan pilkada 2024 yang bisa menjadi dasar perbaikan. Kita juga melihat tingkat akurasi dan kecepatan hitung e-rekap jauh lebih tinggi dan cepat,” jelasnya. (P-4)
WAKIL Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto mengatakan penggunaan teknologi perhitungan suara atau rekapitulasi suara secara elektronik (e-rekap) menjadi hal krusial.
Uji coba sirekap untuk melihat kendala yang mungkin muncul.
Proses rekap-e sudah dipersiapkan sejak 2019. Meski demikian, penghitungan suara secara manual tetap dilakukan di tempat pemungutan suara.
Disampaikan Abhan, dalam penerapan rekapitulasi elektronik, akan ada sejumlah tantangan yang dihadapi KPU.
Penggunaan rekapitulasi elektronik (rekap-E) dapat memotong proses penghitungan suara yang biasanya memakan waktu berhari-hari mulai tingkat TPS hingga KPU daerah.
Putusan dijadwalkan paling akhir dibacakan pada Maret 2025. Setelah itu, KPU dapat menetapkan pasangan calon terpilih maksimal lima hari setelah menerima salinan penetapan dari MK.
Berdasarkan hasil rekapitulasi resmi KPU DKI Jakarta, pasangan nomor urut 03 ini berhasil memenangkan Pilkada dalam satu putaran dengan perolehan suara 50,7%.
Untuk rekapitulasi tingkat kabupaten/kota pemilihan gubernur dan wakil gubernur, kata dia, sebanyak 500 kabupaten/kota telah menyelesaikan rekapitulasi dan mengumumkan hasilnya.
KETUA Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, mengatakan pelaksanaan proses rekapitulasi Pilkada Serentak 2024 di beberapa wilayah Papua masih mengalami tantangan.
Ia mengungkapkan data rekapitulasi Pilkada 2024 seluruh Indonesia sudah mencapai 98,72%. Proses rekapitulasi ini berdasarkan pembaruan 12 Desember 2024 per pukul 19.00 WIB.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved