Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Hakim Konstitusi Saling Tukar Pandangan dalam RPH

Putra Ananda
24/6/2019 15:30
Hakim Konstitusi Saling Tukar Pandangan dalam RPH
Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman (kedua kiri) bersama Hakim Konstitusi Aswanto (kiri), I Dewa Gede Palguna (kedua kanan) dan Saldi Isra(MI/Pius Erlangga)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) hari ini mulai melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk membahas kelanjutan perkara sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019.

Kesembilan hakim konstitusi saling bertukar pikiran dan pandangan selama RPH berlangsung. Masing-masing hakim akan membahas semua bukti dan fakta yang ditemukan dalam dinamika sidang sengketa Pilpres 2019.

Juru bicara MK Fajar Laksono menuturkan RPH berlangsung secara tertutup. Pandangan para hakim dalam RPH akan dijadikan salah satu pertimbangan MK mengeluarkan putusan sidang sengketa Pilpres yang akan dibacakan pada Jumat (28/6) mendatang.

"Sifat dari RPH itu sendiri adalah tertutup, kaena disitulah kemudian sekali lagi hakim konstitusi membahas seluruh hal dalam perkara dan mengambil keputusan yang akan diucapkan di sidang putusan nanti," tutur Fajar di Gedung MK, Jakarta, Senin (24/6).

Baca juga: KPU Tegaskan Siap Jalankan Putusan MK

Fajar melanjutkan RPH merupakan forum tertinggi para hakim untuk membahas perkara dalam hal ini sengketa hasil pilpres 2019. Isi putusan RPH bersifat rahasia. Selama RPH berlangsung, para hakim tetap dibantu oleh gugus tugas MK.

Gugus tugas MK ini sejak awal telah membantu para hakim mulai dari tahapan penerimaan permohonan, penerimaan berkas alat bukti, verifikasi alat bukti, hingga akhirnya membantu hakim dalam mengambil keputusan.

"Gugus tugas itulah yang mendukung majelis hakim konstitusi untuk kelancaran kewenanganan beliau memutus sengketa," ungkap Fajar.

Fajar menambahkan MK memiliki kewajiban mengirimkan pemberitahuan kepada pihak pemohon, termohon dan terkait 3 hari sebelum sidang pembacaan putusan. MK tidak bisa tiba-tiba mempercepat jadwal sidang pembacaan putusan sebelum memberitahu para pihak 3 hari sebelumnya.

"Tentu MK tidak bisa sekonyong-konyong keluarkan putusan sebelum tanggal 28 tanpa memberitahu para pihak. MK wajib memanggil para pihak 3 hari sebelum sidang putusan. Semuanya harus dalam kerangka tata beracara dalam perselisihan hasil Pilpres ini," tutur Fajar.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya