Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Saksi Ahli: Kubu Prabowo tak Jelaskan Sebab Akibat Kecurangan TSM

Fachri Audhia Hafiez
21/6/2019 20:50
Saksi Ahli: Kubu Prabowo tak Jelaskan Sebab Akibat Kecurangan TSM
Ahli dari pihak terkait Prof. Edward Omar Syarief Hiariej (kiri) memberikan keterangan pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU)( MI/PIUS ERLANGGA)

SAKSI ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM), Edward 'Eddy' Omar Sharif Hiariej membedah tudingan kecurangan pemilihan umum terstruktur sistematis dan masif (TSM) kubu calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Dari tiga dalil gugatan kecurangan itu tak dijelaskan secara berkaitan sebab dan akibatnya.
 
"Alih-alih menggunakan teori kuasa hukum, pemohon sama sekali tidak menyinggung hubungan kausalitas antara terstruktur, sistematis yang berdampak masif dan hubungannya dengan selisih perhitungan suara," ujar Eddy saat persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (21/6).
 
Merujuk Pasal 286 Ayat 3 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, perihal 'terstruktur' menunjukkan pelanggaran yang dilakukan secara kolektif atau secara bersama-sama.

Parameter terstruktur dibuktikan dalam dua hal. Pertama, adanya pertemuan antara para pelaku pelanggaran sebagai syarat subjektif. Kedua, adanya kerja sama yang nyata untuk mewujudkan pertemuan antara para pelaku pelanggaran sebagai syarat objektif secara kolektif atau bersama-sama.

"Hal ini sama sekali tidak terlihat dalam fundamentum petendi (dasar gugatan)," ujar Eddy yang dihadirkan sebagai ahli dari pihak terkait, kubu capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
 

Baca juga: TKN: Sandiwara 02 Sudah Ketahuan
 

Kemudian mengenai dalil pelanggaran sistematis, ukurannya pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun bahkan sangat rapi. Ia bilang, dalam konteks ini dikenal dengan dolus premeditatus atau kesengajaan secara sadar yang mensyaratkan beberapa hal dan harus dibuktikan.
 
"Berbagai dalil yang diutarakan dalam dasar gugatan harus dihubungkan antara satu dengan yang lain atas dasar vermoedens atau persangkaan-persangkaan. Sayangnya vermoedens bukanlah alat bukti dalam hukum acara di MK," jelas Eddy.
 
Perihal masif, lanjut Eddy, mensyaratkan dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan, bukan hanya sebagian. Ia menegaskan harus ada hubungan sebab akibat antara pelanggaran tersebut dan dampaknya.
 
Eddy menilai, dengan menunjukan beberapa peristiwa, kemudian megeneralisasi bahwa kecurangan terjadi secara TSM, haruslah menggunakan teori secara individual.
 
"Teori ini (individual) melihat sebab in concreto (peraturan hukum) atau post factum (keadaan setelah peristiwa terjadi). Mengapa harus menggunakan teori individual? Sebab pelanggaran yang terstruktur dan sistematis haruslah menimbulkan dampak yang masif, bukan untuk sebagian tetapi sangat luas. Dalam gugatan dasar, hal ini sama sekali tidak dijelaskan oleh kuasa hukum pemohon," jelas Eddy. (Medcom/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya