Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
KETUA Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi merasa heran dengan pola sama yang dipakai oleh para terduga pelaku makar.
"Pola itu yang kemudian saya kira agak unik sebenarnya. Mungkin karena diantara mereka adalah orang-orang lama yang secara prinsipil tidak update soal pola manuver politik dan sebagainya," terang Muradi saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (11/6).
Nama-nama yang kerap muncul dan dijadikan sebagai tersangka, kata Muradi, dapat ditebak secara kasat mata olehnya bahwa pola yang digunakan tidak akan berbeda dengan upaya-upaya menggulingkan pemerintahan di era saat dan sesudah reformasi.
Dari pola yang usang itu, Muradi menyimpulkan dua kemungkinan, "yang pertama adalah ini memang orang-orang lama yang tidak update soal gerakan politik yang bersifat makar. Kedua, mereka memang sekedar melakukan perlawanan kecil," tuturnya.
Baca juga: BPN Prabowo-Sandi akan Beri Bantuan Hukum Tersangka Makar
Ia pun menyinggung upaya makar pada 2016 silam yang ketika itu dijuluki dengan sebutan 212, rakyat terlatih (Ratih) tahun 1998 dimana Muradi turun langsung ke lapangan. Dari situ Ia menekankan tidak ada perubahan pola yang dipakai oleh para pelaku.
Ia menilai, upaya yang dilakukan oleh pelaku hanya dikategorikan sebatas perlawanan kepada pemerintahan semata. Selain mudah ditebak, pelaku juga dinilai tidak belajar dari pengalaman sebelumnya.
"Kivlan Zein bukan orang baru. Tapi dia tidak belajar dari sejarah, dia tidak belajar dari situasi yang sudah berkembang jauh," imbuhnya.
"Polanya kan sama, misal tiba-tiba nanti menjelang sidang MK, mereka akan melakukan pola yang sama melalui pengerahan massa. Perhatikan ketika di 212, dari mulai 2016, saya ada di lapangan dan itu polanya mirip, menggunakan mesjid, pesantren dan segala macam, itu kan secara prinsipil perlawanan seperti itu sudah bisa mudah untuk dipatahkan," sambung Muradi.
Lebih jauh, Ia mengungkapkan setidaknya tiga hal mengapa upaya makar itu gagal. Menurutnya, hal mendasar pertama ialah karena kesolidan mereka sudah meluntur lantaran beberapa tokoh sudah berada di sisi pemerintah.
Kemudian, gaya kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tidak ofensif menjadi alasan selanjutnya. Atas gayanya itu, Jokowi mampu meloloskan diri dari jebakan untuk masuk ke dalam pola makar tersebut.
"Ketiga, massa yang dikerahkan ini bukan massa yang heterogen. Ini homogen sekali, dari satu sentimen yang sama," tandas Muradi. (OL-4)
Gedung Putih menegaskan akan menyelidiki siapa dalang dibalik pemberontakan di wilayah Los Angeles, California, Amerika Serikat.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Impas) Agus Andrianto diminta tanggung jawab karena gagal mengelola lembaga pemasyarakatan (lapas).
Sebanyak 56 narapidana dari Lapas Narkotika Muara Beliti yang berbuat kerusuhan dipindahkan ke Lapas dengan pengamanan super maksimum di Pulau Nusakambangan.
KERUSUHAN terjadi di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Narkotika Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas, Sumatra Selatan. Kini dilaporkan kondisinya sudah kondusif
1 Mei diperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day. Hari tersebut adalah sebuah peringatan atas solidaritas pekerja yang merujuk pada peristiwa kerusuhan Haymarket
MK memutuskan tindakan penyebaran informasi atau dokumen elektronik yang memuat pemberitahuan bohong atau hoaks dapat dipidana jika menimbulkan kerusuhan di ruang fisik. UU ITE
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengklaim sejak turunnya rezim Presiden Soeharto hingga saat ini pelanggaran HAM tidak pernah terjadi kembali.
Hal itu bukan tanpa alasan ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Berdasarkan temuan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF), Komnas HAM menyebut penembakan dalam demo ricuh itu bukan dilakukan kepolisian.
Dari 10 orang yang tewas itu, sembilan di antaranya berada di Jakarta dan seorang lainnya di Pontianak, Kalimantan Barat.
Salah satu sebabnya diungkapkan Komisioner Ombudsman RI Ninik Rahayu karena ada surat dari lembaganya kepada Kepala Polri tertanggal 21 Mei 2019.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved