Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Infrastruktur

Suryopratomo Dewan Redaksi Media Group
15/4/2017 05:31
Infrastruktur
(ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

BERSYUKURLAH di zaman Orde Baru Presiden Soeharto gencar membangun infrastruktur. Hasil bonanza minyak pada 1974 menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk kita mempercepat pembangunan. Banyak negara yang pada masa itu menikmati hasil dari melonjaknya harga minyak dunia. Kita sebut, misalnya, Nigeria. Namun, hasil minyak tidak membuat Nigeria memacu pembangunan karena hanya dinikmati segelintir elite. Dalam ekonomi ada adagium trade follow the road, bahkan lebih jauh lagi industry follow the trade.

Oleh karena itulah, ketika Amerika Serikat mengalami depresi ekonomi, yang dilakukan Presiden Franklin Delano Roosevelt membangun infrastruktur. Dengan jalan yang terbentang mulus, orang akan bisa memasarkan produknya. Perekonomian otomatis tumbuh di daerah yang infrastrukturnya tersedia dengan baik. Ketika perdagangan berkembang pesat, orang pasti terpacu untuk membangun industri. Tidak heran 20 tahun setelah itu, Indonesia dijuluki negara industri baru.

Dengan jalan Trans-Sumatra yang terbentang dari Aceh sampai Lampung, Trans-Sulawesi dari selatan ke utara, perpindahan barang menjadi lebih lancar. Bahkan pada 1978 kita membangun jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi, ketika Malaysia, Filipina, dan bahkan Tiongkok belum satu kilometer pun memiliki jalan bebas hambatan. Sayang, setelah era Orde Baru berakhir, kita lupa membangun infrastruktur tambahan. Bahkan infrastruktur yang ada seperti irigasi dibiarkan tidak terawat. Akibatnya, kita rasakan perekonomian tidak bergerak dengan cepat lagi.

Tepatlah jika Presiden Joko Widodo sekarang ingin bergegas membangun infrastruktur. Fasilitas yang tersedia bukan hanya tidak memadai, tetapi juga kualitasnya sangat buruk. Tidak usah heran daya saing Indonesia untuk menarik investasi sempat terpuruk dan sekarang berada pada urutan ke-91. Hanya, Presiden Jokowi tidak seberuntung Presiden Soeharto dulu. Pemerintahan sekarang tidak sedang menikmati 'durian runtuh'. Era bonanza minyak sudah berlalu, demikian pula bonanza komoditas. Hasil melimpah dari batu bara dan minyak kelapa sawit sepuluh tahun lalu boleh dikatakan tidak berbekas sama sekali.

Seperti ayam dan telur, memang kita tidak bisa saling menunggu. Pembangunan infrastruktur harus dilakukan meski anggaran tidak melimpah karena tanpa itu tidak mungkin kita berharap investasi masuk. Padahal, ada tiga persoalan besar yang bisa menjadi bom waktu, yaitu pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan. Kita harus memutar otak mencari jalan keluar dari semua persoalan ini. Bagaimana kita bisa membangun infrastruktur di tengah keterbatasan dana pembangunan. Apabila tidak mau anggaran negara sampai terganggu, kita tidak boleh terlalu ambisius.

Infrastruktur yang dibangun disesuaikan anggaran yang kita punyai. Tahun ini anggaran yang disiapkan sebesar Rp387 triliun. Sisa dari kebutuhan yang lain kita serahkan kepada swasta. Kemauan untuk mengundang swasta masuk, seringkali yang tidak jelas. Di satu sisi kita berharap swasta ikut terlibat, tetapi di sisi lain kita fobia kepada pengusaha. Sikap setengah hati itulah yang akhirnya menjerat kita sendiri. Padahal, negeri seperti Tiongkok yang menerapkan sistem sosialis, seharusnya lebih takut kepada swasta.

Anehnya, Tiongkok justru lebih terbuka terhadap modal swasta. Mereka menerapkan sistem ekonomi dan politik yang berseberangan karena pandangannya 'tidak peduli kucing itu warnanya hitam atau putih yang penting bisa menangkap tikus'. Kita lihat dalam 20 tahun terakhir ini Tiongkok berubah menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia karena peran dari swasta. Sebagai pemegang kekuasaan, pemerintah hanya membuat regulasi yang mengamankan kepentingan nasional, tetapi pelaksanaannya diserahkan kepada swasta.

Tiongkok 20 tahun lalu bukan negara yang melimpah anggarannya. Namun, sekarang mereka memiliki infrastruktur yang lebih maju daripada Indonesia. Kuncinya ternyata terletak pada kecerdasan untuk memanfaatkan swasta sebagai pendorong pembangunan. Namun, hasilnya dirasakan oleh seluruh rakyat. Ke sanalah kita seharusnya mau belajar.



Berita Lainnya
  • Sejarah Zonk

    17/6/2025 05:00

    ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.  

  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.