Senjata Majal Investasi

09/7/2025 05:00
Senjata Majal Investasi
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu. Wakil Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) itu blakblakan menyebut investasi senilai Rp1.500 triliun gagal masuk ke Indonesia pada 2024. Potensi investasi sebesar itu jelas angka jumbo mengingat realisasi investasi pada tahun yang sama cuma beda tipis, yakni sekitar Rp1.714 triliun.

Ada sejumlah faktor yang membuat komitmen dan potensi investasi itu gagal masuk ke Tanah Air, di antaranya perizinan yang rumit hingga kebijakan yang tumpang tindih. Wamen memang tidak menyebut aksi pungli dan premanisme sebagai salah satu penyebab. Namun, para analis yakin bahwa 'teror' para preman ini tak kalah serem membuat 'peluru' investasi menjadi majal.

Kegagalan meraup komitmen investasi hingga Rp1.500 triliun jelas pukulan telak. Kenyataan itu akan berbanding terbalik dengan hasrat besar mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029 karena untuk mengejar pertumbuhan ekonomi di angka tersebut, setidaknya dibutuhkan investasi Rp7.000 triliun dalam kurun empat tahun ke depan. Itu artinya, negeri ini mesti mampu meraup rata-rata investasi sekitar Rp2.000 triliun per tahun mulai 2025 ini.

Pertanyaannya, kok bisa negeri ini gagal meraup potensi investasi jumbo ribuan triliun rupiah pada 2024 lalu? Apa penyebabnya? Bukankah beragam aturan hingga undang-undang yang katanya 'demi kepentingan investor' sudah ditelurkan? Mengapa peluru-peluru yang katanya cespleng menggaet investasi itu kenyataannya masih majal?

Mari kita tengok satu per satu. Sebelum Wamen Todotua menyebut penyebab kegagalan meraup komitmen dan potensi investasi di 2024 tersebut, pemerintah pun sebenarnya sudah mengungkap masalah serupa dan semuanya sama. Mereka juga telah mengeluarkan sejumlah jurus supaya investasi bisa deras masuk, tapi semua 'peluru' itu masih majal.

Senjata omnibus law atau UU Cipta Kerja, misalnya. Di Indonesia, beleid itu dibahas dan dimulai pada era pemerintahan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Beleid itu bertujuan menyederhanakan regulasi dan mendorong investasi. Pada 5 Oktober 2020, UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja disahkan setelah pembahasan yang cepat dan kontroversial.

Ada beberapa poin penting yang diatur dalam UU itu, yakni penyederhanaan proses perizinan investasi, perubahan rumus penghitungan upah yang dinilai lebih propengusaha, dan lain sebagainya. Namun, pada November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat karena pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan. MK kemudian memberikan waktu dua tahun bagi pemerintah dan pembentuk undang-undang untuk memperbaiki UU itu agar yang 'inkonstitusional' berubah menjadi 'konstitusional'.

Pada 2022, Presiden Jokowi menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat itu. Pada Maret 2023, DPR kemudian secara resmi menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi undang-undang. Jadi, bukannya mengubah UU, melainkan menggantinya dengan perppu yang bermetamorfosis menjadi UU.

Namun, sayangnya polemik omnibus law justru dinilai menghambat masuknya investasi ke Indonesia. UU Cipta Kerja pun tidak efektif. Aturan itu dibuat dengan menyalahi aturan. Akibatnya, undang-undang itu digugat ke MK dan harus direvisi. Hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum bagi investor. Alih-alih memperlancar investasi masuk seperti tujuan awal UU Ciptaker dibuat, yang terjadi malah menimbulkan keruwetan baru.

Upaya lain yang bermaksud mempermudah investasi tapi hasilnya juga tidak konkret ialah pembentukan Satgas Saber Pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar). Satgas itu dibentuk pada Oktober 2016 lewat Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Tujuannya melancarkan aliran investasi di dalam negeri.

Satgas Saber Pungli diyakini akan mampu memberantas praktik pungutan liar, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang selama ini membuat pengusaha malas berinvestasi di Indonesia.

Pungli kerap menjadi monster pengganggu investasi. Membangun usaha di daerah sulit karena sering diminta biaya tambahan oleh sejumlah pihak. Istilahnya selalu banyak transaksi under the table baik saat memulai usaha maupun ketika menjalankan usaha. Kondisi itu membuat biaya membuka usaha di daerah menjadi lebih tinggi. Celakanya, banyak pemda yang tidak menindak tegas pihak-pihak yang melakukan pungutan liar tersebut.

Karena itu, Satgas Saber Pungli pun tak membuahkan hasil. Pungli masih tetap merajalela, bahkan hingga saat satgas itu belum dibubarkan, praktik pungli malah dilakukan secara terang-terangan oleh pengurus Kadin Cilegon, Banten. Pimpinan Kadin di daerah itu diduga melakukan intimidasi dan memaksa PT Chengda Engineering Co Ltd untuk mendapatkan jatah proyek senilai Rp5 triliun tanpa melalui proses lelang.

Kini, Satgas Saber Pungli telah dibubarkan Presiden Prabowo Subianto lewat Perpres RI Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pencabutan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar. Keberadaan Satgas Saber Pungli dinilai sudah tidak efektif sehingga perlu dibubarkan.

Peluru lain untuk memperlancar investasi tapi masih juga majal ialah perizinan investasi bernama OSS (online single submission), alias sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik. OSS pertama kali diluncurkan pada 2018. Tujuannya mempercepat dan menyederhanakan proses perizinan usaha dan investasi di Indonesia.

Namun, sistem OSS tidak bekerja signifikan. Sistem OSS yang dijanjikan sebagai 'satu pintu' ternyata belum sepenuhnya menyelesaikan hambatan perizinan di lapangan. OSS digadang-gadang sebagai gagasan reformis yang bernilai tinggi. Namun, faktanya, sistem itu masih tersandera oleh praktik lama yang enggan berubah. Kepercayaan diri yang tinggi bahwa sistem digitalisasi akan otomatis menyelesaikan masalah birokrasi nyatanya tetap jauh panggang dari api.

Padahal, tanpa penyederhanaan proses, integrasi kelembagaan, dan pembenahan perilaku aparatur, sistem secanggih apa pun akan lumpuh di tangan struktur yang tidak mau berubah. Jika pemerintah serius ingin menjadikan OSS sebagai motor pertumbuhan ekonomi, yang dibutuhkan bukan sekadar platform digital, melainkan juga penataan ulang menyeluruh atas tata kelola perizinan dari hulu ke hilir.

Jadi, tanpa perubahan pola pikir, pola kerja, dan pola gerak berbasis integritas, peluru-peluru investasi akan tetap majal. Selama ekosistem bagi tumbuh-kembang para pemburu rente masih solid, ya jangan terlalu berharap investasi ribuan triliun rupiah akan diraup.



Berita Lainnya
  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.  

  • Debat Tarif Trump

    19/7/2025 05:00

    MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka? 

  • Jokowi dan Agenda Besar

    18/7/2025 05:00

    PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.

  • Obral Komisaris

    17/7/2025 05:00

    SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).

  • Uni Eropa, Kami Datang...

    16/7/2025 05:00

    Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.

  • Aura Dika

    15/7/2025 05:00

    TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.

  • Gibran Tuju Papua Damai

    14/7/2025 05:00

    KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.  

  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.