Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Wahabi Lingkungan

18/6/2025 05:00
Wahabi Lingkungan
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’. Pula, itu yang terjadi saat pemilik nama lengkap Ulil Abshar Abdalla tersebut melempar ‘label’ serem untuk para aktivis lingkungan yang amat agresif memperjuangkan kelestarian lingkungan dengan sebutan ‘wahabi lingkungan’.

Ketua PBNU itu menuliskan cicitan di akun X miliknya, @ulil sebagai berikut: ‘Peduli lingkungan, oke. Menjadi wahabi lingkungan jangan. Harus dibedakan antara peduli lingkungan dg menjadi “wahabi lingkungan” yg hanya menggaungkan “wokisme dan alarmisme global” dlm bidang lingkungan. Berbahaya!’.

Ia pun menjelaskan maksud ‘wahabi lingkungan’ itu dalam sebuah acara bincang-bincang di televisi. “Wahabisme itu artinya gini, orang wahabi itu, begitu kepinginnya menjaga kemurnian teks sehingga teks tidak boleh disentuh sama sekali. Harus puritan. Puritanisme teks itu adalah wahabi,” kata Ulil.

“Teman-teman (aktivis) lingkungan ini yang terlalu ekstrem. Arahnya adalah dia seperti menolak sama sekali mining karena industri ekstraksi selalu pada dirinya adalah dangerous, dan (pandangan) itu berbahaya,” tandas Gus Ulil.

Pernyataan Ulil itu bersangkut paut dengan kritik aktivis lingkungan, baik Greenpeace maupun Walhi, atas praktik penambangan nikel di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Para aktivis lingkungan menggugat penambangan yang membuat ekosistem di Raja Ampat yang mulai rusak, bahkan bisa rusak parah bila aktivitas penambangan tidak dihentikan.

Saya tidak paham, mengapa Gus Ulil amat berani ‘menentang’ komitmen organisasi yang memayunginya, Nahdlatul Ulama alias NU, juga bersimpang jalan dengan pernyataan ulama anutan NU yang juga mertuanya sendiri, KH Mustofa Bisri. Gus Mus, sapaan pemimpin Ponpes Roudlotut Thalibin, Rembang, itu merupakan sosok yang konsisten dan memegang teguh nilai-nilai pelestarian lingkungan.

Menurut Gus Mus, jihad tidak sekadar perang, tapi juga masuk substansi menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Itu disebabkan implikasi rusaknya lingkungan hidup sangat parah. Pada hakikatnya kerusakan lingkungan akan berdampak pada sektor lain, misal ekonomi, sosial, dan budaya. Paling parah ialah menciptakan segregasi antara manusia dan manusia, memutuskan persaudaraan antarmanusia, serta menelantarkan dan merusak alam seperti gunung, hutan, hewan, dan segala sesuatu yang ada di ekosistem.

NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia juga sangat keras ‘menghukum’ para perusak lingkungan. Dalam Muktamar Ke-9 NU di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1994 diputuskan bahwa pencemaran lingkungan, baik pada konteks tanah, air, maupun udara, jika menimbulkan kerusakan (dlarar), hukumnya diharamkan dan tindakan tersebut termasuk perbuatan kriminal (jinayat).

“Segala sesuatu yang mengarah kepada kezaliman, keaniayaan, dan pelanggaran adalah hal yang diharamkan, dan segala sesuatu yang mengarah kepada keadilan, keadilan sosial, dan kebaikan maka ia adalah sesuatu yang dituntut, baik secara wajib maupun sunnah,” begitu putusan Muktamar NU 31 tahun lalu itu.

Sikap NU dan Gus Mus itu tidak bergeser semili pun hingga kini. Bahkan, pandangan Gus Ulil soal label ‘wahabi lingkungan’ beserta penjelasannya soal mengapa ia berpendapat demikian itu juga ditentang intelektual NU Nadirsyah Hosen. Pernyataan bahwa penambangan ialah hal baik karena membawa maslahat, dan yang buruk hanyalah bad mining, kata Gus Nadir, tampaknya menyederhanakan problematika yang kompleks.

Memang benar bahwa dalam kerangka maqaṣid al-shari’ah, setiap aktivitas yang membawa kemaslahatan publik dapat dibenarkan. Namun, penambangan bukan sekadar perkara teknis antara ‘baik’ dan ‘buruk’, melainkan juga melibatkan soal ketimpangan struktural, kerusakan ekologis, dan pelanggaran hak masyarakat lokal. Selama hal-hal itu tidak diperbaiki, yang kita saksikan ialah bad mining dan selama hal-hal ini masih dibiarkan, tidak elok menormalisasi pertambangan dengan klaim normatif-abstrak.

Pernyataan ‘tambang itu baik asal bukan bad mining’ bisa menjadi justifikasi moral yang berbahaya jika tidak disertai evaluasi kritis terhadap praktik dan dampak penambangan itu. Kemaslahatan bukan cuma soal manfaat finansial, melainkan juga harus diuji melalui prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kemanusiaan.

Mungkin Gus Ulil ingin mengedepankan keseimbangan. Istilah lazimnya proporsionalisme. Namun, seperti kata seorang teman tadi, dari dulu Ulil senang dengan politik wacana disertai pelabelan. Model begitu biasanya dianut para pemikir yang kurang sabar untuk mendalami evidence dalam mencermati fenomena. Mungkin karena kurang waktu, atau memang untuk keperluan agitasi dan propaganda.

Dalam rivalitas wacana di ruang sempit, biasanya orang cenderung menggunakan labelisasi dan memancing lawan membalas dengan labelisasi juga. Pelabelan itu melahirkan istilah-istilah seperti cebongkampret, Islam Nusantara-wahabi, sekular-religius, antek asing, dan seterusnya. Dalam kadar yang berat, labelisasi itu bisa memecah dan membunuh. Tentu, kita tidak ingin itu terjadi.

Untungnya, urusan ‘wahabi lingkungan’ itu masih ringan-ringan dan menciptakan kebisingan sosial saja. Saya menduga, dan berharap, Gus Ulil kembali ke ‘pangkuan’ prinsip-prinsip penting NU yang sudah diputuskan di Muktamar Cipasung. Sebagaimana ‘polemiknya’ dengan sang mertua, Gus Mus, beberapa tahun lalu, Gus Ulil akan kembali ke ‘akarnya’, seperti saat ini, saat ia sedang ‘memasarkan’ kitab-kitab ulama besar sufi, Imam Al Ghazali. Semoga.



Berita Lainnya
  • Mengakhiri Anomali

    19/8/2025 05:00

    BANGSA Indonesia baru saja merayakan 80 tahun usia kemerdekaan.

  • Topeng Arogansi Bopeng Kewarasan

    18/8/2025 05:00

    ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.

  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.