Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
APAKAH sistem ekonomi etatisme masih relevan dengan zaman? Sejujurnya, sistem ekonomi apa pun yang dipakai sebuah negara tidak terlalu penting. Jauh lebih penting ialah apakah sistem yang diterapkan itu sanggup menghadirkan kesejahteraan rakyat atau tidak. Seperti perumpamaan 'tidak penting kucing hitam atau putih, yang lebih penting ialah kucing itu bisa menangkap tikus'.
Namun, memahami prinsip-prinsip dasar suatu sistem ekonomi tetap perlu. Setidaknya ia memberikan panduan agar sebuah gerak perekonomian menuju cita-cita kesejahteraan lebih terarah dan tepat sasaran. Dalam konteks itu, memahami kecenderungan-kecenderungan 'perangai ekonomi' yang dikendalikan baik oleh pasar maupun elite bisa menjadi pisau analisis guna menemukan resep terbaik meraih kesejahteraan.
Dari pemahaman akan prinsip dan sistem ekonomi itu, kita diberi sinyal-sinyal akan datangnya masalah sehingga kita bisa menyiapkan mitigasi risiko dan jalan keluarnya. Kita bisa belajar, misalnya, mengapa indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus-menerus terjun bebas akhir-akhir ini, hingga turun lebih dari 7% hanya dalam kurun dua bulan.
Kita juga bisa menganalisis, mengapa begitu banyak kebijakan ekonomi diluncurkan, bahkan dengan embel-embel 'bisa mendorong lompatan pertumbuhan ekonomi', tapi justru direspons dengan larinya dana asing dari pasar saham. Hanya dalam dua bulan, Januari-Februari 2025, jumlah modal asing yang keluar dari pasar modal mencapai Rp21,89 triliun.
Bahkan, rontoknya IHSG dan larinya dana asing dari pasar saham beriringan dengan peresmian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), sebuah lembaga pengelola aset negara yang digadang-gadang membut ekonomi kita melesat. Ada yang bilang, terlalu dini menghubungkan rontoknya IHSG dengan hadirnya Danantara. Akan tetapi, menihilkan sama sekali pendapat itu juga bukan respons yang bijak.
Selain rontoknya IHSG, kita dibuat terus bertanya-tanya mengapa nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus terjerembap. Dalam kurun satu tahun, rupiah terempas hingga 1.000 terhadap dolar AS, dari 15.400-an/US$ pada Januari 2024 menjadi 16.400-an/US$ pada Januari 2025.
Karena itu, di sini seperti berlaku rumus 'pasar tengah menghukum berbagai kebijakan yang lahir dengan spirit mulia, tapi dijalankan dengan cara yang menabur curiga'. Dari sinilah mengapa di awal tulisan ini saya mempertanyakan relevansi etatisme dalam ekonomi.
Saya khawatir, banyak punggawa negara yang mengira bahwa segalanya masih bisa dikontrol. Bahkan, kebijakan ekonomi pun hendak dikontrol dengan keyakinan penuh bahwa pasar akan 'takluk' dengan sendirinya.
Sistem ekonomi etatisme yang menerapkan monopoli, yakni kekuasaan ekonomi hanya terpusat pada satu pihak atau kelompok, memang tidak dijalankan. Namun, tangan-tangan tak terlihat yang hendak mengontrol dengan gejala yang mirip model etatisme itu masih terlihat.
Percayalah, seperti saya kutip dari buku Negara Paripurna karya Yudi Latif, sistem etatisme terbukti telah melemahkan imajinasi serta kreativitas tiap individu. Hal itu disebabkan kegiatan ekonomi dikuasai negara sehingga sistem itu hanya menguntungkan kelompok elite atau orang kaya.
Dalam benak penganut etatisme ekonomi, seluruh kegiatan perekonomian bisa dikendalikan dan diatur negara atau pemerintah. Bahkan, jangan-jangan ada yang merasa peran masyarakat tidak terlalu penting. Oleh sebab itu, ketika bermunculan gerakan melalui tagar #KaburAjaDulu maupun #IndonesiaGelap, ada kalangan di pemerintahan yang mencurigainya sebagai murni gerakan politik.
Padahal, bila saja ada ruang bijak tersedia, tagar-tagar itu bisa dibaca bahwa 'pasar dan publik sedang menghukum berbagai kebijakan mentah yang diluncurkan tiba-tiba'. Publik tetap diposisikan sebagai objek layaknya benda mati.
Sebaiknya pemerintah segera membuka diri. Caranya, perbaiki kebijakan yang membuat pasar nervous dan meriang. Sadarlah bahwa kita kini hidup di zaman ekonomi pasar, bukan era etatisme. Ekonomi komando nyata-nyata sudah usang.
Jika meminjam teori Joseph Schumpeter, ekonom sekaligus mantan menteri keuangan Austria, pemerintah mesti berani 'menyembelih keusangan' agar pasar dan publik tidak terus-menerus menghukum optimisme pemerintah dengan kenyataan sebaliknya.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.
ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.
PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam
SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved