Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pejabat Narsistik

Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group
02/5/2024 05:00
Pejabat Narsistik
Ahmad Punto Dewan Redaksi Media Group(Ebet)

APAKAH sifat narsistik memang menjadi bawaan setiap politikus dan pejabat di negeri ini? Mestinya, sih, tidak ya. Sejujurnya, tidak semua dari mereka doyan menonjolkan diri atau memiliki kepentingan diri yang berlebihan seperti itu. Masih banyak dari mereka yang tidak gemar berpamer ria atau hobi memoles citra. 

Namun, sayangnya, jumlah yang tidak suka menampilkan diri, yang apa adanya, yang mementingkan kerja ketimbang unjuk diri, sepertinya kalah banyak daripada yang narsistik. Saat ini yang mendominasi justru mereka-mereka yang doyan tampil. 

'Aku tampil maka aku ada'. Begitu mungkin kalau kita boleh memelesetkan ungkapan legendaris dari filsuf terkenal asal Prancis, Rene Descartes, untuk menggambarkan sifat dan perilaku orang-orang itu. Kini, bukan melulu pikiran yang diandalkan, melainkan juga kemampuan untuk menonjolkan diri. 

Semakin ke sini, perilaku politikus dan pejabat yang narsistik memang kian menjengkelkan. Setiap momentum besar selalu mereka manfaatkan untuk berpamer ria. Celakanya, yang acap mereka pamerkan bukanlah prestasi, melainkan foto wajah, lengkap dengan senyuman yang tak selalu manis. Hasilnya, alih-alih membuat masyarakat kagum atau hormat, malah bikin senewen, bikin emosi.

Demi ketenaran pribadi, mereka tak segan menunggangi prestasi orang lain. Apa contohnya? Banyak. Yang teranyar, apalagi kalau bukan prestasi timnas Indonesia U-23 pada kejuaraan Piala Asia AFC U-23 di Qatar yang mereka manfaatkan untuk unjuk muka.

Alkisah, ketika 'Garuda Muda' bersiap menghadapi laga semifinal melawan Uzbekistan setelah sukses membekuk Korea Selatan lewat drama adu penalti, antusiasme masyarakat untuk menggelar nonton bareng (nobar) kian membesar. Publik berharap dengan dukungan yang mereka berikan, meskipun dari jauh, tim asuhan Shin Tae-yong mampu tampil apik dan bisa meneruskan langkah ke babak final.

Intuisi politik para pejabat dan politikus itu pun langsung jalan. Ini kesempatan yang tak boleh disia-siakan, pikir mereka. Maka, sehari sebelum pertandingan semifinal yang digelar pada Senin (29/4), bertebaranlah poster atau brosur digital perihal ajakan kepada masyarakat untuk nobar. Hampir di semua daerah ada ajakan nobar.

Sampai di sini sebetulnya masih wajar. Yang membuat tidak wajar, aneh, norak, dan bikin geleng kepala ialah desain posternya yang justru menonjolkan muka-muka para pejabat di daerah itu. Foto para pemain timnas hanya pemanis, sekadar untuk menunjukkan bahwa itu poster undangan nobar pertandingan sepak bola. Ibarat poster film, foto pemain figuran lebih besar ketimbang foto aktor utama. Sungguh absurd. 

Bahkan beberapa tergolong kebangetan. Contohnya poster nobar yang diadakan Pemkot Mojokerto, Jawa Timur. Ada 13 pejabat daerah yang fotonya dipampang. Mulai pj wali kota, ketua DPRD, sampai ketua pengadilan negeri. Begitu juga di Kabupaten Subang, Jawa Barat, sembilan pejabatnya tidak mau kalah, nongol di poster dengan seragam kebesaran masing-masing.

"Kebiasaan! yang main timnas, yang dipajang foto pejabat sama aparatnya," begitu ekspresi kejengkelan seorang netizen di lini masa platform X. "Aku kira daerahku sudah maju, rupanya masih lebih gede foto pejabat daripada pemain. Editan pula mukanya," komentar warganet yang lain.

Kejengkelan itu mencapai puncak setelah pada laga semifinal itu Indonesia akhirnya harus menyerah 0-2 dari Uzbekistan. Poster-poster aneh itu pun dijadikan salah satu kambing hitam kekalahan. 'Azab flyer nobar isinya foto-foto pejabat nih jadinya timnas indo kalah', tulis salah satu akun X.

Publik tentu paham betul tidak ada hubungannya kekalahan Indonesia dengan poster nobar yang dipenuhi foto pejabat. Tapi sebagai sindiran untuk perilaku mereka yang gemar nebeng tenar dari jerih payah para atlet, kiranya ekspresi kejengkelan dengan menyebut para pejabat dan politikus itu sebagai biang kekalahan, ya lumrah-lumrah saja.

Toh, disindir, dirundung, diolok-olok kayak apa pun, pejabat-pejabat itu tak ada kapoknya. Kelakuan seperti itu terus berulang. Beberapa waktu lalu, ketika pasangan ganda putri bulu tangkis Greysia Polii/Apriyani Rahayu sukses merebut emas Olimpiade Tokyo 2020, poster ucapan selamat dari politikus dan pejabat dengan gaya yang senada juga bertebaran. 

Fenomena itu seperti mengonfirmasi hasil riset berjudul Narcissism in Political Participation yang dilakukan Zoltan Fazekas dan Peter K Hatemi (2020). Dalam salah satu kesimpulan, mereka menyatakan, semakin narsistik seseorang, semakin mungkin mereka menjadi politisi. 

Jadi, kalau tidak narsistik, barangkali Anda tak cocok jadi politikus. Apalagi pejabat.



Berita Lainnya
  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.

  • Perseteruan Profesor-Menkes

    26/5/2025 05:00

    ADA benarnya pernyataan Sukarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Namun, perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”

  • Koperasi dan Barca

    24/5/2025 05:00

    KOPERASI itu gerakan. Ibarat klub sepak bola, gerakan koperasi itu mirip klub Barcelona. Klub dari Catalan, Spanyol, itu dari rakyat dan milik rakyat.