Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Kepentingan Abadi

Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group
22/8/2023 05:00
Kepentingan Abadi
Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TAK ada yang abadi di muka bumi, kecuali perubahan. Demikian kata Heraclitus, filsuf dari Yunani (540 SM-480 SM). Perubahan bisa terjadi dalam waktu cepat atau lambat, tergantung pada situasi dan kondisi yang mengharuskan atau memengaruhi sesuatu atau sesorang untuk berubah. Begitulah kehidupan, tak ada ruang hampa yang teralienasi dari proses dialektika sesama makhluk sosial (zoon politicon).

Terlebih dalam dunia politik. Perubahan bisa sekejap mata. Belum sempat menjadi diskursus yang mengasah nalar publik, perubahan sudah terjadi. Adagium dalam arena politik bahwa tak ada musuh abadi, yang abadi ialah kepentingan yang sama. Namun, adagium ini bukanlah harga mati.

Sejumlah tokoh bergeming dengan sikap politiknya karena demi ideologi dan visi politik yang dimilikinya.

Ideologi politik itulah yang membuat seseorang kukuh bagai batu karang. Tak terlindas zaman, apalagi sekadar mengikuti siklus lima tahunan yang bernama pemilihan umum. Politik sejatinya tak mudah lompat pagar, apakah pagar SD Inpres atau pagar penghalang raksasa, seperti Tembok Berlin. Ideologi politik yang bertemu dengan kepentingan nasional itulah yang harus dipertahankan sampai kapan pun meski langit runtuh.

Kepentingan nasional dalam menjaga prinsip berbangsa dan bernegara sebagaimana pembukaan UUD 1945 ialah perkara yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tujuan negara Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945 aliena empat berisikan tujuan nasional dan tujuan internasional. Tujuan nasional, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, tujuan internasional, yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kedua tujuan negara itu bermuara pada cita-cita bangsa Indonesia, yakni negara Indonesia yang berdaulat, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Indonesia ialah negeri yang beragam, baik etnik, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat. Karenanya dengan keragaman itu, segenap anak bangsa wajib merawat pilar-pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pilar-pilar kebangsaan itulah yang menjaga Indonesia dari segala rongrongan dari masa ke masa. Dunia mengakui kehebatan Pancasila sebagai common platform atau meminjam istilah cendekiawan muslim (alm) Nurcholish Madjid kalimatun sawa (titik temu perbedaan pandangan). Tanpa dasar negara yang mengayomi seluruh perbedaan, Indonesia bakal terpecah belah berkeping-keping.

Politik kebangsaan membutuhkan sosok kenegarawanan. Sosok yang mempertahankan kepentingan berbangsa dan bernegara di atas segalanya. Bukan sosok yang berburu kekuasaan dengan segala cara sembari memompa pencitraan di media sosial dengan pasukan buzzer-nya yang menawarkan fatamorgana. Terlihat hebat, tetapi sebenarnya tong kosong nyaring bunyinya. Terlihat gagah dalam berpidato, bahkan gebrak-gebrak meja podium, tetapi sebenarnya yang dibicarakan itu-itu saja, tak menawarkan sesuatu yang baru atau solusi yang bersifat fundamental, sistematis, dan berbasis kajian atau riset.

Kenegarawanan terbentuk bukan karena jabatan struktural, satu atau dua periode kekuasaan. Kenegarawanan adalah perjalanan panjang secara kultural di masyarakat melampaui ruang dan waktu dengan mendedikasikan diri untuk kepentingan orang banyak. Bisa pula secara struktural kenegarawanan terbentuk andaikan sang tokoh mampu membuktikan bahwa dia bisa melepaskan diri dari kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompoknya. Kenegarawanan secara struktural tidak akan terbentuk jika sang tokoh memainkan politik mercusuar, politik yang mentereng secara fisik, tetapi membuat kebobolan keuangan negara. Proyek pembangunan yang diciptakannya tanpa kajian ilmiah nan mendalam, tanpa diskusi publik, dan memperhitungkan segala dampaknya.

Memilih gerbong politik perlu melihat rekam jejak tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Manusia tak ada yang sempurna memang benar. Selalu ada sisi gelap dari manusia karena manusia bukan malaikat. Namun, setidaknya pilih yang ‘dosanya’ paling sedikit, karena apa yang dilakukan dalam dunia politik sebenarnya mencetak sejarah yang akan dibaca generasi mendatang. Partai politik adalah instrumen demokrasi yang akan membawa Indonesia tinggal landas dengan visi besar atau tinggal di landasan karena berkutat dengan visi jangka pendek atau suka dengan romantisme masa lalu.

Generasi mendatang jangan terbebani oleh sejarah. Indonesia ialah negara besar baik secara populasi maupun wilayah. Sungguh miris bila memilih tokoh yang bermasalah. Usia emas alias 100 tahun Indonesia pada 2045 dengan visi, yakni berdaulat, maju, adil, dan makmur, fondasinya harus dibangun dari sekarang. Karena itu, momentum Pemilu 2024 ialah tangga menuju pencapaian visi tersebut. Kepentingan abadi harus diletakkan pada kepentingan nasional, bukan kepentingan jangka pendek hanya untuk memburu singgasana kekuasaan. Tabik!



Berita Lainnya
  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.

  • Tom Lembong

    24/7/2025 05:00

    VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.

  • Tamparan Sahdan

    23/7/2025 05:00

    BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima

  • Keabadian Mahaguru

    22/7/2025 05:00

    IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

  • Macan Kertas Pertimbangan MK

    21/7/2025 05:00

    ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.