Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KETIKA usia kemerdekaan baru tiga tahun, Bung Karno, Sang Proklamator, sudah mengingatkan bahwa kemerdekaan bukanlah akhir segalanya. Kemerdekaan justru merupakan permulaan yang membangkitkan tantangan sekaligus menuntut jawaban.
Dalam pidatonya yang diberi judul <i>'Seluruh Nusantara Berjiwa Republik'<p> pada 17 Agustus 1948, Bung Karno mengingatkan, "Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah membangunkan soal-soal; tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu. Hanya ketidakmerdekaanlah yang tidak memberi jalan untuk memecahkan soal-soal. Rumah kita dikepung, rumah kita hendak dihancurkan. Bersatulah! Bhinneka Tunggal Ika. Kalau mau dipersatukan, tentulah bersatu pula!"
Kemerdekaan menuntut banyak hal, yang hanya bisa dipenuhi oleh jiwa merdeka. Tapi, di sinilah letak paradoks Indonesia masa kini. Di satu sisi, ledakan kebebasan membangkitkan harapan rakyat akan kehidupan yang lebih baik, lebih adil, lebih sejahtera. Tapi kenyataannya, sebagian janji meraih kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan itu bergerak seperti siput.
Masih banyak janji kemerdekaan yang belum tuntas dan lunas. Sebagian janji memang sudah dilunasi. Tapi, sebagian janji lainnya dirasakan jalan di tempat, bahkan mungkin putar arah dan mundur. Ada beberapa jalan yang melenceng, tapi belum kembali ke arah yang benar walau sudah berulang diteriakkan.
Kita sudah membangun ribuan kilometer jalan tol. Kita juga sudah punya bandar udara baru di beberapa tempat. Kita bahkan sudah punya rupa-rupa kereta, dari kereta ringan hingga, sebentar lagi, kereta cepat. Pokoknya, infrastruktur yang membanggakan, yang menginterkoneksikan wilayah sudah ada, walaupun sebagian dibangun dari uang utang dan sebagian ada kontribusi keringat warga manca.
Tapi, masih ada janji yang belum tuntas. Tidak mengherankan bila masih banyak yang menagih, misalnya, walau sudah 78 tahun merdeka, nyatanya masih ada warga yang belum menikmati listrik. Meski sudah tujuh dasa warsa plus sewindu kemerdekaan diproklamasikan, masih ada lebih dari 25 juta rakyat miskin. Lebih dari 5 juta di antaranya bahkan sangat-sangat miskin.
Jelas belaka bahwa merdeka bukan hanya menggulung kolonialisme. Kalau hanya itu, kemerdekaan sama dengan menyudahi soal-soal. Kemerdekaan berarti memberi kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah soal-soal baru, yang solusinya mesti dipecahkan oleh para pengisi kemerdekaan.
Urusan keadilan sosial, misalnya, masih menemui jalan terjal hingga saat ini. Keadilan yang bermakna kegiatan menyusun aturan hingga sampai pengimplementasiannya di masyarakat belum merata. Masih benjol sana benjol sini. Ada sejumlah aturan yang disusun mengabaikan prinsip keadilan bahkan sejak dalam perencanaan.
Keadilan sosial memang kerap diucapkan. Teramat sering, malah. Namun, banyak pihak yang tidak menerapkan dalam kehidupan. Padahal, semua pihak banyak menuai manfaat usai Indonesia merdeka. Tapi, rakyat bertanya, apa timbal balik yang dilakukan semua pihak atas manfaat yang didapat itu.
Ketika keadilan sosial diterapkan, mestinya tidak ada lagi ketimpangan. Setidak-tidaknya, jurang ketimpangan yang menganga terus terpangkas. Tapi, perwujudan keadilan dan kesejahteraan untuk semua, nyatanya, masih jauh panggang dari api. Secara ekonomi, teramat lama negeri ini berada dalam suasana ketimpangan menengah.
Rasio gini kita seperti mandek di angka 0,39 hingga 0,38. Masih jauh dari kata 'terpangkasnya jarak senjang antara si kaya dan si miskin'. Situasi itu tidak banyak berbeda jika dibandingkan dengan kondisi 42 tahun lalu, saat raja dangdut Rhoma Irama memekikkan narasi, 'yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin'. Bahkan, tingkat kedalaman ketimpangan era kini lebih parah ketimbang era Orde Baru.
Kini, yang kaya terus bisa belanja, sebaliknya yang miskin harus makin prihatin. Kondisi itu mengindikasikan bahwa masih ada ketidakadilan ekonomi yang dicirikan oleh masih tingginya ketimpangan pendapatan masyarakat daripada era sebelumnya. Tren penguasaan aset serta akses terhadap sumber daya ekonomi tidak banyak berubah dan ada indikasi dikuasai oleh sekelompok kecil pelaku ekonomi.
Kemerdekaan akan makin bermakna bila janji-janji kemerdekaan bisa dilunasi dengan memangkas ketimpangan melalui serangkaian kebijakan yang adil untuk semua sejak dari niat hingga aksi. Kemerdekaan akan berarti bila aset-aset diredistribusi. Kemerdekaan mestinya jadi jalan memecahkan soal-soal, termasuk meniadakan kemiskinan yang masih melekat pada seperempat juta orang.
Pidato Bung Karno pada 17 Agustus tahun 1950 kiranya relevan untuk kita gemakan: 'Janganlah mengira kita semua sudahlah cukup berjasa dengan turunnya Si Tiga-Warna. Selama masih ada ratap-tangis di gubuk-gubuk, belumlah pekerjaan kita selesai. Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat'. Dirgahayu Indonesiaku.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved