Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PERKEMBANGAN teknologi finansial (tekfin) memang tak bisa dibendung. Lesatannya amat cepat seiring dengan kencangnya perkembangan teknologi digital. Saking cepatnya, ia pun tak mampu diikuti oleh literasi dan regulasi yang di sisi lain jalannya alon-alon asal kelakon. Akibatnya, tidak hanya manfaat yang dirasakan masyarakat, tapi juga masalah yang terus bermunculan.
Fenomena peminjaman secara daring atau lebih kerap disebut pinjaman online (pinjol) ialah contoh nyata betapa tidak imbangnya kecepatan teknologi digital dengan literasi masyarakat dan regulasi pemerintah. Pinjol ibarat pisau bermata dua. Keduanya sama-sama tajam. Tidak seperti penegakan hukum di negeri ini yang konon hanya tajam ke atas, tapi tumpul ke bawah.
Di satu sisi pinjol memang menjadi solusi bagi orang-orang yang BU alias butuh uang. Karena berbasis teknologi, pinjol menawarkan keunggulan dari sisi kecepatan proses pengajuan hingga pencairan dana. Simpel dan tidak ribet. Karena itu, banyak orang yang tergiur mengambil pinjaman secara daring. Pinjol mewabah setidaknya mulai 2020 ketika pandemi covid-19 memukul perekonomian sebagian masyarakat. Di situlah pinjol muncul dengan segala daya tariknya.
Namun, di lain sisi, pinjol juga menyimpan ranjau jeratan. Teramat banyak kisah tentang orang-orang yang sengsara gara-gara terjerumus pinjaman instan ini, entah itu dari pinjol yang berstatus legal ataupun yang ilegal. Ada yang nelangsa karena terhantam bunga setinggi langit, ada yang tertekan karena teror mengerikan dari para penagih utang (debt collector), dan macam-macam kesengsaraan lain.
Bahkan ada yang gara-gara terlena oleh simpelnya proses pinjol sampai 'mempraktikkan' lagu Raja Dangdut Rhoma Irama, gali lubang tutup lubang. Hobinya ngutang. Akibatnya, bukan kesehatan finansial yang mereka dapat, melainkan malah terperosok makin dalam. Satu lubang utang saja sudah bikin ngenes, apalagi kalau terjerumus di banyak lubang. Tidak mengherankan kalau banyak orang stres dan depresi gara-gara pinjol.
Pinjol juga membuat orang menjadi beringas dan gelap mata. Kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia di kamar kosnya di Depok, Jawa Barat, oleh seniornya, tempo hari, salah satunya juga dipicu oleh kebutuhan uang lantaran utang pinjol yang tak kunjung kelar. Pelaku mengaku menargetkan juniornya sebagai korban karena tahu memiliki banyak harta. Dari harta itu rencananya akan dipakai untuk melunasi utang pinjol. Sadis.
Bahkan perilaku beringas karena jeratan utang pinjol kadang berlaku pula untuk diri sendiri. Beberapa waktu lalu, meski tidak ramai diberitakan, seorang karyawan sebuah koperasi di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ditemukan meninggal di salah satu ruangan kantornya dengan sejumlah luka sayatan di tangan dan leher. Ia diduga bunuh diri konon karena stres gara-gara terjerat utang di tujuh perusahaan pinjol. Tragis.
Jangan salah pula, korban pinjol tak cuma individual, tapi juga kolektif. Anda mungkin ingat kasus yang ramai pada akhir 2022 lalu ketika ratusan mahasiswa IPB menjadi korban penipuan berkedok investasi kerja sama usaha penjualan di toko daring. Rupanya itu hanya kedok, modus, akal-akalan untuk menjerat ratusan mahasiswa itu dalam kubangan utang pinjol. Setelah korban mengajukan pinjol dan mengirimkan dana kepada pelaku, keuntungan yang dijanjikan nihil. Apes.
Dengan modus yang agak berbeda, baru-baru ini pinjol juga kembali menyasar kampus. Kali ini korbannya mahasiswa baru UIN Raden Mas Said Surakarta. Mereka, oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema), diminta untuk mendaftar aplikasi pinjol saat saat kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2023. Usut punya usut, ternyata perusahaan pinjol itu digandeng oleh Dema UIN Raden Mas Said sebagai sponsorship kegiatan tersebut. Ngawur.
Contoh-contoh kasus itu hanya sekelumit dari sederet permasalahan yang melibatkan atau disebabkan pinjol. Sudahlah literasi keuangan dan digital rendah, ditambah budaya konsumerisme yang semakin menjangkiti masyarakat, kian leluasalah para pinjol ini memainkan tipu daya mereka. Ekonomi rakyat betul-betul dibikin bertekuk lutut oleh mereka. Karakter masyarakat kita yang tangguh pun ikut dirusak. Sekarang, dengan sedikit iming-iming saja orang mudah tergoda. Sedikit-sedikit utang, sebentar-sebentar ajukan pinjaman.
Mau tidak mau, pengawasan tak bisa dilakukan business as usual. Harus luar biasa. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) boleh saja mengatakan sudah menutup operasi ratusan pinjol yang berstatus ilegal alias tanpa izin. Akan tetapi, faktanya, mati satu tumbuh banyak. Pinjol ilegal masih saja bermunculan. Korban juga rasanya tak ada habis-habisnya. Belum lagi pinjol yang berstatus legal jumlahnya juga sangat banyak dengan tidak ada aturan main yang rigid seperti perbankan.
Kalau begini terus, apakah negara tak khawatir ekonomi dan karakter masyarakatnya dibikin hancur oleh pinjol?
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved