Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Air Mata Risma

Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group
05/8/2023 05:00
Air Mata Risma
Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

SEORANG teman menggebu-gebu memberondong saya dengan pesan Whatsapp. Ia mengulang-ulang pesan yang sama. Ia menulis, 'Akhirnya, setelah sekian purnama tidak menyaksikan Bu Risma (Mensos Tri Rismaharini) menangis, kita menyaksikan Bu Risma meraung-raung lagi'.

Saya tidak langsung menanggapi pesan sang teman karena belum terlalu mafhum apa yang hendak ia bidik dengan pesan bertubi-tubi itu. Apakah ia sedang bersikap sinis, mengkritik, atau justru berempati terhadap tangisan terbaru dari Bu Menteri itu. Dalam hati saya berharap sikap terakhirlah yang sedang ada dalam pikiran sang teman.

Saya lalu menulis tanggapan 'menggoda' agar rasa penasaran saya ihwal alasan dia memberondong pesan terjawab. 'Alhamdulillah, Bu Risma berempati terhadap korban meninggal di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Semoga tangisan itu menjadi langkah pembuka solusi bencana di Papua Tengah', begitu saya membalas pesan sang teman.

Sang teman pun menjawab, 'Tangisan tidak menyelesaikan masalah bro. Saya malah curiga emosi Bu Risma labil. Kerap marah-marah, lalu begitu mudah menangis dengan ekspresi yang lebai'. Saya tetap pada pendirian bahwa tangisan itu empati dan bisa membuka jalan solusi, kendati dalam hati sedikit membenarkan bahwa tangisan saja tidak bakal mengubah keadaan.

Harapan dan kenyataan memang selalu bersabung dalam tangisan Risma. Setidaknya sudah empat kali publik di negeri ini menyaksikan suguhan tangisan Risma, baik saat masih menjadi wali kota maupun ketika sudah menjadi menteri. Tiga tangisan terjadi ketika Risma menjadi Wali Kota Surabaya.

Pada 2014, dalam program Mata Najwa di Metro TV, Risma menangis saat ditanya apakah ia akan mengundurkan diri karena kritikan internal PDIP. Risma pun menangis karena teringat betapa banyak anak Surabaya yang menggantungkan harapan terhadap dirinya.

Tangisan kedua terjadi pada 2018, saat aksi teroris mengebom Surabaya. Risma menangis demi melihat korban aksi bom dan geram dengan gerakan terorisme yang mengacak-acak Surabaya. Banyak yang setuju bahwa tangisan itu sebagai bentuk empati sekaligus sikap geram terhadap terorisme.

Berikutnya, dan ini yang paling 'fenomenal', terjadi pada 2020 lalu, saat pandemi covid-19 melanda sekujur negeri ini. Bukan sekadar menangis, Risma pun bersujud di kaki pengurus Ikatan Dokter Indonesia. Risma mengaku telah gagal berkomunikasi dengan Rumah Sakit Dokter Soetomo (rumah sakit Pemprov Jatim) sehingga banyak korban covid bertumbangan tanpa bisa dirawat di rumah sakit tersebut.

Tiga tahun berselang, pekan ini, Risma yang kini menjadi menteri sosial, menangis saat hendak menceritakan kondisi warga yang terdampak kekeringan di Papua Tengah. Risma menangis saat menceritakan momen dirinya membagikan bantuan di Papua Tengah. Risma tiba-tiba berhenti berbicara dalam konferensi pers soal update bantuan Kemensos bagi korban bencana kekeringan di Papua Tengah. Risma menunduk, menangis, lalu mengambil beberapa lembar tisu untuk mengusap air matanya.

Risma kemudian bercerita tentang kondisi orang-orang di Papua Tengah. Dia mengatakan warga rela berjalan kaki dua hari satu malam untuk menjemput bantuan sosial yang dibawa pemerintah. Bantuan tersebut diberikan di Distrik Sinak, Papua Tengah. Adapun orang-orang Papua Tengah yang menerima bantuan tersebut berada di Distrik Agandugume.

"Itu orang-orang sana sangat sopan. Apalagi anak-anak kecil. Ini berderet-deret aku ngomong ini mama punya ini, sebelahnya belum terima, diam saja. 'Eh kamu udah dapat belum?' (dijawab) 'Belum, Mama'. Kalau enggak dikasih dia enggak minta. Jadi orang Papua itu baik-baik orangnya," kata Risma.

Sampai di sini, saya berprasangka baik bahwa Bu Menteri menangis karena berempati terhadap usaha korban kekeringan di Papua Tengah menjemput bantuan dengan berjalan hingga dua hari. Begitu tiba di lokasi, mereka tidak bersikap rusuh untuk berebut bantuan yang dinanti-nantikan. Mereka malah tetap sopan dan sabar menerima giliran bantuan.

Tapi, saya juga sepakat bahwa tangisan itu tidak cukup. Ia butuh terobosan jitu agar perkara kekeringan yang berakibat meninggalnya enam orang itu cepat ditangani. Alih-alih cuma menangis, bahkan meraung-raung, Mensos mesti memastikan bantuan untuk rakyat Papua Tengah tiba dengan segera, apa pun kendala lokasinya. Tidak ada yang mudah menembus wilayah luas dan dengan cuaca tidak menentu di Papua Tengah. Tapi, menyerah dan sekadar menangis jelas bukan pilihan.

Untuk jangka panjang, mesti ada evaluasi krusial, mengapa dana otonomi khusus Papua yang sudah ratusan triliun rupiah digerojokkan itu masih saja menceritakan kegetiran di kalangan rakyat Papua. Ke mana saja larinya uang itu? Ini bencana yang mestinya sudah bisa diantisipasi untuk tidak terus-menerus berulang. Masalahnya, belum ada yang sukses memutus mata rantai bencana itu.

Kalaulah jutaan tangisan bisa memecahkan kebuntuan, mari menangis dan meraung-raung bersama-sama. Kalau perlu, belanjakan triliunan rupiah itu untuk membeli air mata. Tapi, nyatanya, tangisan tidak cukup mengubah keadaan.



Berita Lainnya
  • Negosiasi Vietnam

    12/7/2025 05:00

    DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.

  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik