Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
PAK Ganjar Pranowo barangkali tak menyangka bahwa pernyataannya pada 23 Maret lalu menjadi bumerang tajam bagi dirinya. Ia yang tadinya begitu dipuja, berbalik menjadi samsak cercaan.
Ganjar berkomentar soal keikutsertaan Israel di Piala Dunia U-20 yang sedianya dihelat di Indonesia pada 20 Mei-11 Juni mendatang. "Dalam konteks (Piala Dunia) U-20 kami mendorong upaya-upaya yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini menerobos agar U-20 tetap sukses, tapi tidak menghadirkan Israel," begitu dia bilang.
Sukses tapi tidak menghadirkan Israel berarti menolak Israel datang dan tampil di Indonesia. Padahal, Israel adalah satu dari 24 tim yang mendapatkan tempat di putaran final. Mereka lolos juga bukan serta-merta, bukan karena hadiah, tapi lewat kualifikasi.
Pernyataan Ganjar memang pendek, tapi konsekuensi yang harus dia tanggung teramat panjang. Persepsi terhadap Gubernur Jawa Tengah itu, yang sebelumnya cenderung positif, menjadi berkebalikan.
Keberadaan Ganjar di media sosial tak lagi seterang sebelum ia bicara soal Piala Dunia U-20. Apa pun tema yang diunggah, di platform mana pun dia meng-upload, selalu dikaitkan dengan penolakannya terhadap Israel dan hampir semua komentar bernada miring.
Di akun Facebook dengan 1,7 juta follower, Ganjar menjadi bulan-bulanan. Luapan kekecewaan, kekesalan, caci maki, hingga sumpah serapah tumpah ruah di kolom komentar setiap dia bikin status. Pun di akun Instagram-nya. Di kanal Youtube Ganjar, dengan 1,58 juta subscribers, sami mawon.
Ganjar memang tak sendirian menolak kehadiran Israel. Sebelumnya, ada Gubernur Bali I Wayan Koster yang juga kader banteng moncong putih. Apakah penolakan keduanya merupakan perintah partai? Saya tak tahu. Yang pasti PDI Perjuangan juga menolak kehadiran Israel di Piala Dunia U-20 di Indonesia dengan alasan kemanusiaan, historis, dan ideologis.
Penolakan juga digaungkan sejumlah kalangan. Tapi, Ganjarlah yang menjadi episentrum sasaran kekecewaan. Maklum saja, Ganjar adalah salah satu capres terkuat di Pemilu 2024.
Salahkah Ganjar, Koster, PDI Perjuangan, dan pihak-pihak lain yang menolak Israel? Saya kira tidak, jika alasan mereka memang kemanusiaan, jika landasan mereka murni konstitusi kita. Israel adalah musuh kemanusiaan. Konstitusi kita tegas menentang segala bentuk penjajahan di muka bumi, dan Israel adalah penjajah bangsa Palestina.
Tepatkah penolakan mereka? Itulah persoalannya. Sebagai tuan rumah, Indonesia tak punya hak untuk pilih-pilih tim. Siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh tampil sudah ada regulasinya, regulasi FIFA. Suka tidak suka, Israel adalah tim peserta yang sesuai regulasi itu.
Timing penolakan menjadi masalah lain. Kenapa Koster dan Ganjar baru menolak sekarang? Bukankah mereka sebelumnya berkomitmen untuk menjamu siapa pun tim tamu? Bukankah keduanya menjadi bagian dari enam kepala daerah yang meneken hostly agreement saat Indonesia melamar sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2019?
Satu lagi, sebagai gubernur, elokkah Ganjar dan Koster berseberangan dengan kebijakan pemerintah? Piala Dunia U-20 adalah hajatan bangsa, bukan hanya gawe PSSI. Gubernur adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat sehingga mestinya selaras dengan pusat.
Kata pepatah Jawa, Ganjar dkk bener ning ora pener. Sikap dan alasan mereka menolak Israel benar, tapi tak tepat. Dengan alasan 'karena situasi saat ini', FIFA pun telah mencabut status tuan rumah Indonesia.
Sulit bagi saya membayangkan perasaan Hokky Caraka dkk yang tiba-tiba kehilangan kesempatan untuk merasakan atmosfer turnamen sekelas Piala Dunia. Hati ratusan juta penggila si kulit bundar di Tanah Air pun retak.
Itulah awal dari bencana sepak bola nasional. Bahwa Indonesia bakal di-banned, mungkin saja. Bahwa Indonesia akan di-black list sebagai tuan rumah turnamen FIFA, mungkin pula. Malah, bisa jadi, Indonesia masuk daftar hitam sebagai host pesta olahraga dunia lainnya. Tapi, it's no use crying over spilt milk. Tiada guna menangisi susu yang tumpah.
Keputusan FIFA membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 kiranya juga menjadi awal bencana bagi Ganjar. Dia yang hingga sepekan lalu begitu diidolakan, kini seolah menjadi musuh bersama.
Sepak bola dan politik bukanlah es campur, tapi keduanya kerap bercampur. Sepak bola bisa menjadi jalan bagi politisi untuk menapaki kejayaan, atau sebaliknya terjerembap dalam keterpurukan.
Terlalu prematur menyebut Ganjar sudah game over. Tapi, tak berlebihan pula mengatakan bahwa Piala Dunia U-20 merupakan game changer buatnya.
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.
VONIS untuk Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi importasi gula disikapi secara berbeda.
BANYAK yang bangga dengan Sahdan Arya Maulana, termasuk saya. Di usianya yang masih amat muda, 19, ia berani menolak pemberian uang yang bagi dia kurang pas untuk diterima
IBARAT bunga layu sebelum berkembang, itulah sikap Rektor Universitas Gadjah Mada 2002-2007 Profesor Sofian Effendi terkait dengan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.
ANDAI pemohon tidak meninggal dunia, kontroversi soal boleh-tidak wakil menteri (wamen) merangkap jabatan komisaris, termasuk merangkap pendapatan, bisa segera diakhiri.
MANA yang benar: keputusan Amerika Serikat (AS) mengurangi tarif pajak resiprokal kepada Indonesia dengan sejumlah syarat merupakan keberhasilan atau petaka?
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved