Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
ADA satu adagium yang populer di negeri ini: 'niat baik mesti dibarengi dengan cara yang baik'. Adagium itu kiranya tepat untuk disematkan pada pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang dalam pandangan saya diniatkan demi kebaikan.
Tentu, Anda berhak mendebat saya soal 'niat baik' ini apalagi bila Anda penganut mazhab selalu meragukan niat baik kekuasaan. Bahkan, tidak percaya sama sekali ada niat baik dari penguasa. Silakan saja. Namun, saya tidak hendak berdebat ihwal benar-tidaknya atau ada-tiadanya niat baik pembangunan IKN.
Saya percaya pembangunan IKN bersandar pada niat baik setidaknya dari penyampaian verbal dari negara. Negara menyebut alasan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN, salah satunya, demi menciptakan pemerataan.
Dengan memindah ibu kota, bakal muncul pusat pertumbuhan baru di luar Jawa. Adanya pusat pertumbuhan baru membuat magnet ekonomi menyebar sehingga akses rakyat untuk meraih kesejahteraan juga menyebar. Alasan itu, dalam pandangan saya, termasuk niat baik.
Namun, mengapa niat baik itu belum sepenuhnya mewujud bak gayung bersambut? Sejumlah investor masih melihat dan menunggu. Padahal, rupa-rupa kemudahan dijanjikan. Insentif amat super (misalnya durasi hak guna usaha hingga 190 tahun), juga telah disiapkan.
Seorang ahli ekonomi pembangunan Asia Tenggara James Guild menganalisis bahwa musabab utama investor enggan membenamkan fulus mereka ke IKN karena visi yang belum konkret. Dalam tulisannya di The Diplomat berjudul Why Will People Want to Live in Indonesia's New Capital? yang terbit tengah pekan ini, James Guild menyebutkan investor berkantung tebal seperti SoftBank Jepang mulai dingin.
Padahal, sebelumnya SoftBank sangat antusias. Mereka, tulis Guild, khawatir tentang kurangnya visi konkret untuk ibu kota baru tersebut. Bukankah IKN didesain menjadi kota baru yang cerdas nan futuristik? Visi konkret seperti apa lagi yang dibutuhkan?
Guild menandaskan, "Kota-kota yang dirancang dan dibangun hanya untuk menampilkan teknologi atau infrastruktur cenderung memiliki rekam jejak yang buruk. Mereka sering terbengkalai atau kurang terpakai karena meskipun perencanaannya mencerminkan konsep pemikiran tinggi dan strukturnya ramping dan futuristik, tidak ada alasan kuat bagi orang untuk tinggal di sana."
Maka, selain 'niat baik', proyek IKN butuh 'cara baik'. Jika ingin sukses, ini resep Guild, Ibu Kota Nusantara perlu menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar kota pintar berkonsep hijau dan berkonsep tinggi dengan jalan, lansekap, dan infrastruktur yang bagus.
Perlu ada sesuatu, atau malah banyak hal, di luar struktur fisik yang akan menarik orang masuk dan membuat mereka ingin tinggal di sana. Sesuatu itu bisa berupa universitas kelas dunia atau pusat penelitian dan pengembangan mutakhir, atau pusat industri hijau.
Isu tentang 'cara baik' ini juga tengah menjadi sorotan. Sejumlah keluhan muncul. Ada yang menyoroti harga tanah di sekitar IKN melonjak tajam sampai-sampai warga yang terkena relokasi proyek IKN kesulitan membeli lahan pengganti yang setara dengan lahan lama mereka. Ada juga yang secara terbuka menganggap pemerintah sedang 'membunuh' warga sekitar secara perlahan.
Media Aljazeera juga mulai menyorori tentang cara menangani tantangan di lapangan yang belum sepenuhnya mulus. "Orang-orang dari ibu kota akan datang. Mereka mendorong kita keluar. Mereka akan mengambil rumah saya pada akhirnya," kata Sernai, warga adat Balik.
Ia menambahkan, banyak warga adat kehilangan sebagian rumah dan tanah pertanian mereka karena pembangunan waduk untuk bendungan guna melayani ibu kota baru memasuki lahan mereka. "Kami bahkan tidak bisa mendapatkan air lagi karena sungai tersumbat. Sungai dulunya ialah sumber kehidupan kami. Kami akan meminumnya, mandi di sana, dan menggunakannya untuk memasak. Sekarang kami tidak dapat mengaksesnya lagi," tambah Sernai.
Sebagian orang atau pemangku kepentingan akan berkata bahwa nada minor itu hanya bersumber dari segelintir orang. Namun, mereka ialah warga sah Republik ini yang berhak memperoleh keadilan dan rasa hormat. Karena itu, mereka tetap mesti didengar dan dicarikan jalan keluar.
Niat baik yang dilambari dengan cara baik, salah satu bentuknya ialah keberanian dan kesabaran untuk mendengar. Dengan mendengar, akan ketemu jalan keluar. Ogah mendengar, bisa-bisa kita akan terus kesasar.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved