Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Teror Sekarung Kobra

Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group
27/1/2023 05:00
Teror Sekarung Kobra
Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

TAK berlebihan kiranya Soe Hok Gie bilang bahwa politik ialah barang yang paling kotor, lumpur-lumpur yang kotor. Saking kotor nya politik, mereka yang bergulat di dalamnya kadang tak segan menggunakan cara-cara terkotor untuk mewujudkan ambisi.

Kampanye hitam lazim dalam politik. Pembunuhan karakter, pembusukan citra, fitnah, adu domba, kekerasan pun langganan dunia politik. Beragam teror politik itu jamak dilakukan, termasuk di perpolitikan Indonesia.

Banyak contoh teror politik di negeri ini, mulai yang sekadar verbal hingga pamer kekerasan fisik. Ia biasa bermunculan saban kompetisi demokrasi menjelang. Dulu pada 2014, misalnya, Joko Widodo yang merupakan kandidat kuat calon presiden menjadi sasaran teror. Rumah dinasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta di Menteng dipasang alat penyadap diam-diam. Teror ini mulai terdeteksi sejak Desember 2013.

Teror politik juga marak di banyak pilkada ataupun di Pilpres 2019. Politisasi agama dan identitas untuk menjatuhkan lawan membuat demokrasi di Republik ini cacat, jauh dari sempurna.

Itu semua belum cukup. Ada teror yang lebih gila lagi yang dilakukan hari-hari ini. Sasarannya ialah rumah eks Gubernur Banten Wahidin Halim di bilangan Pinang, Kota Tangerang, Rabu (25/1) dini hari. Modusnya, dua pelaku yang mengendarai sepeda motor melemparkan sekarung ular kobra ke kediaman Wahidin. Ya, sekarung ular kobra beneran, bukan ular mainan, bukan pula ular tangga.

Sungguh keji teror kali ini. Pelaku kelewatan betul. Dia tak sekadar berniat menyampaikan pesan menakutkan, tetapi berkehendak mencelakai, bahkan mengincar nyawa orang. Dengan membiarkan karung tidak terikat tentu dimaksudkan agar ular berhamburan keluar begitu mendarat di halaman belakang rumah Wahidin. Beruntung kobra yang jumlahnya mencapai 20 ekor itu masih betah di dalam karung.

Entah apa yang terjadi jika ular-ular nan berbisa itu tak segera diamankan dan keburu kelayapan di kediaman Wahidin. Ia bisa sewaktu-waktu menghadirkan petaka bagi siapa saja yang berada di sana. Satu saja mematuk, celakalah orang yang dipatuk.

Kobra ialah ular yang sangat mematikan. Seperti dilansir Live Science, bisa kobra bersifat neurotoksik yang menyerang sistem saraf menimbulkan masalah penglihatan, kesulitan menelan dan berbicara, kelemahan otot, kesulitas bernapas, gagal pernapasan, muntah, dan sakit perut. Jika tak lekas mendapat antivenom, korban bisa berhenti bernapas hanya 30 menit setelah digigit kobra. Begitu dekat jarak hidup dan mati. Banyak orang yang tak dapat diselamatkan setelah digigit kobra.

Belum bisa dipastikan, memang, apa maksud pelaku menebarkan binatang melata pencabut nyawa itu. Namun, itu diyakini tak lepas dari politik. Wahidin pun tak ragu bahwa teror itu bukan teror biasa dengan alasan-alasan biasa. ‘’Biasa, politik, tidak beradab. Bicara gimana meneror, menakut-nakuti, saya tidak takut. Ularnya kita pelihara aja, kita doain (pelaku) dapat hidayah,’’ katanya rileks.

Keyakinan bahwa teror sekarung kobra bukan teror biasa mendapat penegasan dari momentumnya. Teror itu dilakukan sebelum kedatangan Anies Baswedan pada pagi harinya. Anies ialah capres dari Partai NasDem.

Biarkan kepolisian mengusut siapa pelaku, siapa dalang, dan apa motif teror mematikan itu. Biarkan aparat membuat clear masalah ini agar tidak menjadi spekulasi. Yang pasti, apa pun tujuannya, teror ialah kejahatan yang pantang dibiarkan.

Tujuan teror ialah membuat yang diteror ketakutan. Jika yang diteror takut, cemas, panik, berhasillah misi kotor mereka. Di dunia politik, teror dilakukan untuk membuat lawan gentar lalu memundurkan langkah-langkah politik yang akan atau sedang ditapaki. Jika itu yang terjadi, menanglah sang peneror dan kelompoknya.

Kenapa pelaku melancarkan teror politik sejatinya juga dilatari oleh ketakutan akan kelebihan rival politik. Mereka tak ingin kelebihan itu menjadi lebih, lebih, dan lebih sehingga akhirnya tak terbendung lagi.

Tepat kiranya sikap Wahidin yang sangat santai menanggapi teror sekarung kobra. Teror sekotor apa pun, sekeji apa pun, memang tak semestinya membuat takut.

Biarkan mereka yang justru terus terbelenggu ketakutan. Persis tulisan dalam bahasa Sunda di kaus Anies saat hadir di Bandung akhir pekan kemarin. Abdi nu ngider naha anjeun nu keder ‘Saya yang keliling kenapa kalian yang takut’.



Berita Lainnya
  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.

  • Bersaing Minus Daya Saing

    21/6/2025 05:00

    Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.

  • Sedikit-Sedikit Presiden

    20/6/2025 05:00

    SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.

  • Jokowi bukan Nabi

    19/6/2025 05:00

    DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik