Headline
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.
BEBERAPA teman bertukar gerutu dan keluh kesah akhir-akhir ini. Dalam grup pertukaran pesan, keluh kesah mereka layaknya ensambel musik. Orkestrasi gerutu itu berisi soal naiknya harga bahan bakar minyak dan harga-harga kebutuhan pokok.
Ada yang menulis, 'Harga per liter bahan bakar diesel sdh gila, 18 ribu. Wah, balik lagi aja ke pertamina dex yg harganya gak sampe 14 rbu'. Ada pula yang menulis, 'Ini yg nyembunyiin tangga harga minyak goreng siapa ya. Kasian tuh, bisa naik tapi gak bisa turun'.
Naiknya harga-harga memang bukan sesuatu yang tiba-tiba. Hampir semuanya sudah diprediksi. Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengingatkannya lima bulan lalu, pada November 2021. Bu Menteri mengatakan yang menjadi penghambat pemulihan ekonomi global pascapandemi covid-19 ialah inflasi. "Dan ini akan menjadi tantangan yang nyata," ungkapnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyatakan permasalahan terkait inflasi saat ini lumrah dijumpai di negara-negara maju. Salah satunya Amerika Serikat. Tahun lalu, inflasi tahunan AS mencapai 8,5%. Tahun ini bisa meledak lagi. Pada Februari lalu saja, inflasi bulanan AS mencapai 7,9%. Di beberapa negara di Eropa, inflasi sudah ada yang dua digit.
Pertengahan tahun lalu, Bank Indonesia juga mewanti-wanti akan datangnya inflasi akibat naiknya harga-harga. Pekan lalu, BI memprediksi inflasi kita bisa 4% tahun ini. Naiknya harga BBM dan harga sejumlah bahan pangan menjadi pemicunya.
Dalam percaturan global, makin terkendalinya covid-19 membuat perekonomian berjalan cepat menuju pemulihan. Hal itu memicu melonjaknya permintaan menuju kondisi normal. Orang mulai berbelanja. Para pedagang bergegas kulakan. Padahal di sisi pasokan, jumlahnya masih terbatas. Akibatnya, hukum permintaan dan penawaran berlaku: jika permintaan melonjak pasokan tetap, otomatis harga akan naik.
Situasi tersebut bertambah parah setelah terjadi invasi Rusia ke Ukraina. Perang antarnegara bekas Uni Soviet itu mengerek harga minyak dunia melambung dua kali lipat. Harga komoditas juga terus menggeliat. Harga pupuk pun tak terkendali setelah Rusia sebagai pemasok utama pupuk dunia menahan ekspor demi mengamankan pasokan dalam negeri.
Ada enam komoditas yang paling terdampak akibat konflik di antara kedua negara pecahan Uni Soviet tersebut. Komoditas tersebut ialah gas alam, yang secara year to date (ytd) melonjak menjadi 58%, batu bara 92,9%, minyak mentah jenis brent 54%, CPO 27,0%, jagung 26,7%, serta gandum 42,4%.
Harga barang-barang itu merupakan barang yang menentukan core inflation atau inflasi inti. Itu karena komoditas tersebut juga menentukan harga energi dan harga pangan di negara Barat maupun Indonesia. Maka, Dana Moneter Internasional (IMF) pun memperkirakan inflasi yang dialami oleh negara-negara berkembang dan maju akan melonjak tinggi.
Dalam laporan World Economic Outlook: War Sets Bank The Global Recovery yang dirilisnya, IMF memproyeksikan inflasi di negara berkembang mencapai 8,7%, sedangkan inflasi di negara maju sebesar 5,7%, tahun ini. Inflasi yang meningkat tersebut, tulis IMF, disebabkan oleh naiknya harga komoditas akibat perang Rusia-Ukraina dan meluasnya tekanan harga.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Menilik ke tahun-tahun sebelumnya, angka inflasi di Indonesia mengalami pasang surut tiap tahun. Dari 2014 hingga 2021, angka inflasi terbesar terjadi pada 2014 mencapai 8,36%, imbas dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada November 2014.
Pada 2015 inflasi turun menjadi 3,35%. Pada 2016 stabil di level 3,02%. Pada 2017 inflasi meningkat menjadi 3,61%, dan kembali turun di level 3,13% pada 2018. Penurunan tersebut berlanjut pada 2019 menjadi 2,72%, di 2020 menjadi 1,68%, menjadikannya sebagai inflasi terendah sepanjang sejarah pencatatan inflasi yang dirilis Badan Pusat Statistik. Selanjutnya di 2021, inflasi masih pada level rendah 1,87%.
Tahun ini, inflasi menjadi momok baru ekonomi kita pascapandemi. Bagi kebanyakan rakyat di negeri ini, inflasi amat memengaruhi daya beli. Padahal, daya beli merupakan sumbu utama konsumsi. Adapun konsumsi, masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Kontribusinya lebih dari separuh.
Maka, soal pengendalian harga-harga akan menjadi kunci bagi pemerintah bila ingin inflasi tidak melebihi target 4%. Supaya harga terkendali, sumber melonjaknya harga mesti dikenali. Sama seperti hendak menyembuhkan penyakit, sumber penyakit mesti dipastikan dulu. Sumber naiknya harga bisa karena rantai pasokan, boleh jadi karena ada yang memainkan. Bisa pula kombinasi dari dua hal itu.
Masyarakat masih sabar menanti meski dengan suara gerutu yang makin keras dan meluas. Sebagian kecil mungkin sudah makin redup harapan, seperti yang digambarkan dari sajak Chairil Anwar: Hidup hanya menunda kekalahan.
Yang pasti, negara mesti tanggap menunjukkan taringnya. Menyulut lagi sumbu harapan sebesar-besarnya, seluas-luasnya.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved